Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR Tolak Calon Hakim Agung
KOMISI Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menolak tiga calon hakim agung usulan Komisi Yudisial melalui pemungutan suara oleh 48 anggotanya, Selasa pekan lalu. Hanya tiga politikus menyetujui pencalonan hakim Suhardjono dan Maria Anna Samiyati serta lima orang menyetujui hakim Sunarto. Selebihnya menyatakan menolak atau abstain.
Para politikus itu beralasan tiga hakim tersebut tak menunjukkan kualitas yang diinginkan. Ketua Komisi Hukum DPR Pieter C. Zulkifli menyebutkan, selain rekam jejaknya diragukan, jawaban para calon hakim agung "tak pintar dan tak cakap menangani perkara". "Jawaban harus taktis, cukup satu detik," ujarnya. Apalagi, kata dia, calon yang berasal dari jalur karier akan sangat terlihat kecakapannya menangani dan memutuskan kasus.
Keputusan politik Senayan itu diambil setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan DPR hanya dapat menyetujui atau menolak-dan tidak lagi memilih satu dari-calon yang diajukan Komisi Yudisial. Ketika membahas mekanisme pengambilan keputusan, para anggota Dewan menyatakan keberatan terhadap puÂtusan Mahkamah Konstitusi itu.
Penolakan ini membuat Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki kecewa. Soalnya, Komisi Yudisial harus menyeleksi ulang calon hakim agung. Selain memakan waktu enam bulan, proses seleksi menelan ongkos tak sedikit. Lagi pula keputusan DPR akan memperpanjang krisis hakim yang sudah berlangsung di Mahkamah Agung. Sebab, sejumlah hakim agung akan memasuki masa pensiun.
Hakim Agung Usulan Komisi Yudisial
Suhardjono
Pengalaman sebagai hakim: 25 tahun
Jabatan terakhir: Hakim Pengadilan Tinggi Makassar
Voting: Setuju 3 | Tidak setuju 44 | Abstain 1
Maria Anna Samiyati
Pengalaman sebagai hakim: 25 tahun
Jabatan terakhir: Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah
Voting: Setuju 3 | Tidak setuju 44 | Abstain 1
Sunarto
Pengalaman sebagai hakim: 27 tahun
Jabatan terakhir: Inspektur Wilayah III Badan Pengawasan Mahkamah Agung
Voting: Setuju 5 | Tidak setuju 42 | Abstain 1
PRO-KONTRA
"Menjawab pertanyaan kami saja grogi."
Al Muzammil Yusuf, Wakil Ketua Komisi III
"Hasil uji kelayakan mengecewakan. Jawaban berbelit-belit. Jawaban harus taktis. Cukup dijawab satu detik."
Pieter Zulkifli, Fraksi Demokrat
"Para calon harus punya kemampuan dan moral yang bagus."
Nudirman Munir, Fraksi Golkar
"Kami melihat performa. Tidak ada yang mempunyai prestasi menonjol."
Trimedya Panjaitan, Fraksi PDI Perjuangan
"Proses di DPR terlalu sederhana untuk menyimpulkan tiga calon itu tak berkualitas."
Suparman Marzuki, Ketua Komisi Yudisial
"KPK dan PPATK ikut melacak rekam jejak ketiga hakim. Mereka paling punya integritas."
Taufiqurrahman Syahuri, anggota Komisi Yudisial
Indonesia Memprotes Australia
Pemerintah Indonesia memprotes Australia yang membuang pencari suaka ke perairan Indonesia dengan menggunakan sekoci. Kapal yang memuat sekitar 90 imigran asal Timur Tengah itu terdampar di kawasan Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, pada 15 Januari lalu. "Indonesia tak terima atas keputusan itu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, Rabu malam pekan lalu.
Para imigran itu sebenarnya sudah tiba di Pulau Christmas, Australia. Aparat setempat kemudian kembali meminta mereka naik sekoci yang sudah dilengkapi sabuk pengaman, penyejuk udara, perlengkapan navigasi, pelampung, makanan, dan minuman. Lalu kapal perang Australia menariknya ke perbatasan perairan Indonesia.
Juru bicara Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, Ray Marcello, menolak menanggapi temuan sekoci yang memuat puluhan imigran itu. Menurut dia, aparat keamanan Australia sedang mengintensifkan operasi pengamanan perbatasan. "Ini untuk alasan keamanan operasional," ujar Marcello.
Singapura Keberatan Nama Kapal
Pemerintah Singapura melancarkan protes setelah TNI Angkatan Laut berencana menamai kapal perang barunya KRI Usman Harun. Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam datang khusus ke Jakarta menyampaikan keberatan mereka terhadap rencana itu.
Usman Harun diambil dari dua prajurit Marinir, Usman Janatin bin Haji Ali Hasan dan Harun bin Said. Mereka terlibat pengeboman MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 1965. Menurut Shanmugam, pemberian nama itu "melukai tiga keluarga korban yang tewas dan 33 korban terluka akibat peristiwa tersebut".
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta pemerintah Singapura tak mengintervensi penamaan kapal perang kelas multi-role light frigate baru buatan Inggris itu. Indonesia memiliki tatanan, aturan, dan prosedur untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan. Ia mengingatkan, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada 1973 pernah menabur bunga di makam Usman dan Harun. "Sewajarnya tidak ada permasalahan lagi," ujarnya.
TNI Angkatan Laut tetap berkukuh tak akan mengganti nama Usman Harun. Malah, menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati, nama Usman Harun juga akan diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo