Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amrun Daulay Ditangkap
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Amrun Daulay, Selasa pekan lalu. Amrun diduga terlibat dalam dua perkara korupsi, yaitu kasus sapi impor dan pengadaan mesin jahit di Departemen Sosial pada 2004-2006. Mantan Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial itu ditahan setelah menjalani pemeriksaan di KPK. "Ini risiko jabatan," katanya.
Dalam kasus sapi impor, Amrun menjadi tersangka bersama mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dan Kepala Sub-Direktorat Kemitraan Usaha Yusrizal. Mereka diduga kuat menyetujui penunjukan langsung rekanan pengadaan sapi impor senilai Rp 19 miliar. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 3,6 miliar.
Dalam korupsi pengadaan mesin jahit, Amrun diduga terlibat penunjukan langsung PT Ladang Sutra. Kerugian negara diperkirakan Rp 20,37 miliar. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis Bachtiar 20 bulan penjara.
Dua Anggota DPR Diberhentikan
Badan Kehormatan DPR memberhentikan dua legislator, Izzul Islam dan As’ad Syam. Mereka dinyatakan terbukti melanggar hukum. Izzul, dari Partai Persatuan Pembangunan, diduga memalsukan ijazah SMA. As’ad, legislator Partai Demokrat, divonis empat tahun penjara oleh Mahkamah Agung karena kasus korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel di Muaro Jambi.
Wakil Ketua DPR Anis Matta dalam rapat paripurna, Selasa pekan lalu, mengatakan Badan Kehormatan juga memberi sanksi bagi legislator Partai Hati Nurani Rakyat, Nurdin Tampubolon, dengan dicopot sebagai Wakil Ketua Komisi Perdagangan dan Perindustrian. "Dua berhenti tetap, satu ditarik dari alat kelengkapan," katanya.
Wakil Sekretaris PPP Romahurmuziy mengatakan partainya menghormati keputusan itu. Partai akan mencari pengganti Izzul agar tak terjadi kekosongan. Adapun Fraksi Partai Hanura mengajukan surat ke pimpinan DPR agar membatalkan keputusan Badan Kehormatan. Tapi Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan pimpinan Dewan tak bisa mengubah keputusan itu.
Ganti Rugi Kematian Munir
PT Garuda Indonesia Tbk bersedia membayar ganti rugi Rp 3,38 miliar kepada Suciwati, istri aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib (almarhum). "Kami yakin, klien kami serius," kata kuasa hukum Garuda, Muhammad Assegaf, Selasa pekan lalu. Ganti rugi itu wajib dibayar dalam waktu dua minggu.
Hal itu terkait dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi Garuda. Meski demikian, Garuda tetap mengajukan peninjauan kembali. Jika dikabulkan, uang hukuman itu juga harus dikembalikan. Kuasa hukum Suciwati, Ki Agus Ahmad, meminta Garuda menepati janjinya untuk segera membayar.
Suciwati menuntut Garuda membayar kerugian yang dihitung berdasarkan kehilangan penghasilan Munir sebagai kepala keluarga sejak September 2004 hingga usia 65 tahun. Termasuk biaya pendidikan strata dua Munir yang sempat dikeluarkan, dan biaya pendidikan dua anaknya hingga sarjana.
Aburizal Dituding Terima Setoran
Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie disebut-sebut menerima Rp 2 miliar dari PT Bersaudara pada 2006, ketika menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Ini terungkap dalam laporan keuangan perusahaan yang dibacakan hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa mantan Sekretaris Kementerian Sutedjo Yuwono, Selasa pekan lalu.
Dalam laporan itu disebutkan, PT Bersaudara dua kali menyetor untuk Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat masing-masing Rp 1 miliar. Perusahaan itu merupakan rekanan Kementerian dalam proyek pengadaan alat kesehatan penanggulangan wabah flu burung pada 2006.
Saksi Retno Pratiwi, anggota staf bagian keuangan, gelagapan menjawab pertanyaan ketua majelis hakim Tjokorda Rae Suamba. "Saya hanya berdasar perintah. Bisa tulisan atau lisan," katanya. Perintah itu, menurut Retno, datang dari Direktur Keuangan PT Bersaudara, Riza Husni Muhammad.
Juru bicara Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, membantah tuduhan itu. "Tidak pernah ada aliran dana. Tidak benar," katanya. Menurut dia, proyek penanggulangan flu burung ketika itu sukses. "Terbukti Indonesia mendapat pujian dari dunia internasional."
Tujuh Teroris Ditangkap Polisi
Detasemen Khusus Antiteror 88 menangkap tujuh orang yang diduga terlibat terorisme di Surabaya dan Jakarta, Selasa pekan lalu. Dua yang ditangkap di Surabaya adalah AI alias ADM dan IK. Polisi menyita sepucuk senjata api M16, lima pucuk FN, dan sepucuk mitraliur.
Lima lainnya yang ditangkap di Jakarta adalah A alias IK, AI alias MR, WO alias S, MIR, dan AMA alias A. Dari mereka polisi juga menyita dua pucuk M16. Sebelumnya juga dicokok lelaki berinisial AMA di Kembangan Utara, Jakarta Barat.
Juru bicara Markas Besar Kepolisian, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, menjelaskan ketujuh orang itu diduga terlibat dalam perdagangan senjata, dengan jalur distribusi Filipina, Tawau (Malaysia), Nunukan (Kalimantan Timur), Palu, hingga Surabaya.
Keringanan untuk Peniup Peluit
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum mengusulkan keringanan hukuman bagi dua terpidana pembongkar korupsi. Mereka adalah Agus Condro Prayitno dan Vincentius Amin Sutanto. "Kami merekomendasikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengurangi hukuman para whistle blower," kata anggota Satuan Tugas, Mas Achmad Santosa, Kamis pekan lalu.
Menurut dia, keringanan hukuman bisa diupayakan melalui remisi umum, remisi tambahan, asimilasi, dan bebas bersyarat. Rekomendasi pertama diberikan untuk Agus. "Satu-satu, ya. Agus Condro dulu," katanya.
Agus adalah mantan anggota DPR dari PDI Perjuangan yang mengungkap suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Agus, yang ikut menerima suap, divonis 15 bulan penjara, tak jauh berbeda dengan anggota DPR yang lain.
Vincentius saksi kunci kasus penggelapan pajak PT Asian Agri Rp 1,3 triliun. Mantan manajer perusahaan milik Sukanto Tanoto itu dihukum sebelas tahun penjara karena membobol uang Asian Agri di Bank Fortis Singapura senilai Rp 28 miliar.
Menteri Hukum Patrialis Akbar mengatakan akan memprioritaskan pengurangan hukuman Agus. "Kalau Vincentius, tergantung rekomendasi Satuan Tugas," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo