Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adnan Buyung Temui Vincentius
ANGGOTA Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, mengunjungi Vincentius Amin Sutanto di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang, Jumat pekan lalu. Vincent adalah saksi penting dalam kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri.
Buyung menyatakan akan menindaklanjuti keterangan Vincentius soal dugaan penggelapan pajak Rp 1,3 triliun oleh kelompok usaha milik pengusaha Sukanto Tanoto itu. Buyung mengatakan telah mendapatkan banyak keterangan dari Vincent.
”Akan kami laporkan ke Presiden karena beliau wajib tahu,” kata Buyung. Ia menambahkan, Vincentius telah memaparkan secara gamblang modus operandi dan teknik penggelapan pajak tersebut. ”Jika keterangan Vincent dipakai, ada banyak pengusaha yang tersangkut,” ujarnya.
Vincent divonis 11 tahun penjara karena tuduhan pencucian uang. Kamis pekan lalu, ia diterbangkan ke Kalimantan Barat untuk mengikuti pengadilan paspor palsu. Polisi menuduh, dalam pelariannya ke Singapura, Vincent menggunakan paspor ilegal.
Triyono Wibowo Wakil Menteri Luar Negeri
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis pekan lalu, mengangkat Triyono Wibowo sebagai Wakil Menteri Luar Negeri.
Triyono sebelumnya duta besar luar biasa dan berkuasa penuh Indonesia untuk Republik Austria merangkap Republik Slovenia dan untuk Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat memprotes penunjukan ini. Anggota Komisi Pertahanan Dewan, Abdillah Toha, mengatakan Wakil Menteri Luar Negeri merupakan jabatan politis, bukan karier. Dengan begitu, alternatif kandidat akan lebih bervariasi. ”Bisa siapa saja, dan tidak harus pegawai negeri sipil,” ujar politikus Partai Amanat Nasional itu.
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan Wakil Menteri Luar Negeri bukan jabatan politis. ”Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 20 dan 21 Tahun 2008 dinyatakan Wakil Menteri Luar Negeri adalah jabatan struktural eselon satu Departemen Luar Negeri dan diisi oleh pegawai negeri sipil,” ujarnya.
Alex Noerdin Tumbangkan Syahrial Usman
KOMISI Pemilihan Umum Daerah Sumatera Selatan akhirnya menetapkan pasangan Alex Noerdin dan Eddy Yusuf sebagai Gubernur Sumatera Selatan. Pasangan ini meraup 1.866.390 suara, mengalahkan pasangan Syahrial Oesman-Helmy Yahya, yang meraih 1.764.373 suara.
Rapat pleno penghitungan suara berlangsung dalam suasana tegang karena ribuan pendukung Syahrial mengepung kantor Komisi. Sedikitnya 2.300 personel gabungan polisi dan tentara membuat barikade sekitar 700 meter dari kantor Komisi. Dua helikopter disiagakan untuk evakuasi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Sumatera Selatan Syafitri Irwan mengatakan masih menunggu tiga hari untuk memberi kedua pihak kesempatan menyatakan keberatan.
Tim kampanye dan advokasi pasangan Syahrial memastikan akan menggugat Komisi Pemilihan Umum Sumatera Selatan. Menurut juru bicara tim itu, Darmadi, pihaknya menemukan banyak bukti pelanggaran dan perbuatan pidana.
Dakwaan terhadap Muchdi Diterima Pengadilan
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak eksepsi atau keberatan Muchdi Purwoprandjono, terdakwa kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib. ”Surat dakwaan dinyatakan sah menurut hukum dan sidang harus dilanjutkan,” kata ketua majelis hakim Suharto di persidangan, Selasa pekan lalu.
Majelis mengesampingkan eksepsi Muchdi soal adanya tekanan internasional dalam penanganan kasus Munir. Majelis juga menganggap tak ada kejanggalan dan pelanggaran dalam penanganan kasus seperti yang ditudingkan bekas Deputi V Badan Intelijen Negara itu. Majelis juga menolak keberatan Muchdi atas kesaksian Budi Santoso, yang sejauh ini belum dihadirkan ke persidangan.
Kuasa hukum Muchdi, Luthfie Hakim, menyatakan kekecewaannya terhadap putusan hakim. Luthfie berkukuh dakwaan jaksa harus batal demi hukum. ”Dakwaan jaksa tidak cermat,” katanya.
Dua Jaksa Dipecat Karena Suap
KEJAKSAAN Agung memecat Cecep Sunarto dan Burdju Ronni Allan Fellix, dua jaksa yang dituding menerima suap. Keduanya dinyatakan terbukti secara bersama-sama menerima Rp 550 juta dari Ahmad Djunaidi, bekas Direktur Utama PT Jamsostek, saat menangani perkara korupsi di perusahaan negara tersebut. Dalam persidangan, keduanya didakwa memeras Djunaidi. ”Mereka telah diberhentikan,” kata Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu.
Saat diadili, Cecep adalah Kepala Subseksi Penyidikan pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan Burdju adalah Kepala Subseksi Penuntutan pada Seksi Tindak Pidana Khusus di kantor kejaksaan yang sama. Pada 27 Februari 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis keduanya satu tahun delapan bulan penjara. Pengadilan juga memerintahkan mereka membayar denda Rp 150 juta dengan subsider empat bulan kurungan.
Gus Dur Gugat Yudhoyono
KETUA Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid menggugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata, Komisi Pemilihan Umum, Ketua Dewan Tanfidziah Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, serta sekretaris jenderal partai itu, Muhammad Lukman Edy.
Para tergugat, menurut Dwi Ria Latifa, penasihat hukum Partai Kebangkitan Bangsa, dinilai tak memperlakukan Gus Dur dengan adil karena mengesampingkan haknya selaku Ketua Dewan Syura.
”Sepintas tindakan Muhaimin dan Lukman Edy ini benar, sesuai dengan keputusan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Dwi, ”tapi sebenarnya tindakan itu melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.”
Dwi juga menilai ada indikasi konspirasi politik saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan keputusan Partai Kebangkitan Bangsa meski tanpa melibatkan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura. ”Adapun Yudhoyono dinilai lalai tidak menegur Andi karena pelanggaran itu,” ujar Dwi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo