Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Muhammadiyah Berau Bantah Pimpinan Mundur karena Izin Tambang Ormas

Muhammadiyah Berau membantah pimpinan mereka mundur karena menolak izin pengelolaan tambang dari pemerintah.

8 Agustus 2024 | 15.20 WIB

Muhammadiyah mengikuti jejak Nahdlatul Ulama menerima izin pengelolaan tambang dari pemerintah. Benarkah ada pertemuan dengan seorang menteri hingga akhirnya Muhammadiyah menerima tawaran tersebut?
Perbesar
Muhammadiyah mengikuti jejak Nahdlatul Ulama menerima izin pengelolaan tambang dari pemerintah. Benarkah ada pertemuan dengan seorang menteri hingga akhirnya Muhammadiyah menerima tawaran tersebut?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Muhammadiyah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, membantah pimpinannya mundur dari organisasi karena menolak izin pengelolaan tambang dari pemerintah atau konsensi izin tambang ormas keagamaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Lewat surat hak jawab yang diterima Tempo, Kamis, 8 Agustus 2024, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Berau Indra Cahyadi mengatakan sembilan orang unsur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Berau sampai saat ini belum pernah dimintai pendapat oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur maupun oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Berau memberikan hak jawab atas artikel Tempo.co berjudul “Disebut Paling Keras Menolak Izin Tambang, Apa Kata Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas?” yang tayang pada 30 Juli 2024. Pimpinan Muhammadiyah Berau keberatan dengan kalimat bahwa “ada beberapa pengurus dan kader di daerah bahkan menyatakan mundur dari organisasi, salah satunya adalah Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Berau, Kalimantan Timur, yang sedang berhadapan dengan lubang tambang.”

Indra mengatakan unsur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Berau sampai saat ini belum pernah melakukan diskusi internal maupun mengeluarkan pernyataan apapun tentang IUP tambang yang diterima oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

“Sehingga dengan ini kami unsur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Berau ingin menjawab dan menegaskan bahwa apa yang termuat dalam pemberitaan tersebut terkait mundurnya dari organisasi adalah tidak benar,” kata Indra dalam surat hak jawab yang diterima Tempo. 

Menurut Indra, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Berau secara etika persyarikatan di Muhammadiyah mempercayai keputusan yang diambil oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait IUP tambang sudah melalui pertimbangan yang matang dan merupakan keputusan kolektif kolegial.

Dalam artikel Tempo tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas disebut sebagai orang yang paling keras menolak tawaran izin pengelolaan tambang dari pemerintah. Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi itu bahkan tak hadir saat PP Muhammadiyah menggelar konferensi pers di Yogyakarta pada Ahad, 28 Juli 2024.

Harian berkala Tempo edisi 30 Juli 2024 berjudul Malapetaka Tambang Batu Bara, Busyro mewanti-wanti dan memperingatkan koleganya jangan larut dalam euforia kisah sukses pertambangan. Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Hikmah PP Muhammadiyah itu juga meminta koleganya agar mengkaji dampak kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara.

“Saya mengingatkan agar Muhammadiyah berhati-hati ketika mengelola tambang,” kata Busyro saat ditemui Tempo di kantor PP Muhammadiyah, Senin, 29 Juli 2024.

Kepada Tempo, Busyro menunjukkan percakapan dalam beberapa grup WhatsApp berisi kekecewaan para pengurus wilayah atas sikap Muhammadiyah. Disebutkan beberapa kader Muhammadiyah di sejumlah daerah bahkan menyatakan mundur dari organisasi.

PP Muhammadiyah memutuskan menerima izin tambang ormas yang ditawarkan pemerintah. Sebelum keputusan menerima tambang diumumkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, badan-badan di dalam organisasi, termasuk badan yang dipimpin oleh Busyro Muqoddas, telah membuat lima rekomendasi agar pengurus pusat berhati-hati dalam mengambil keputusan menerima izin tambang. Pasalnya, pertambangan batu bara berisiko merusak lingkungan, memicu konflik agraria, dan bahkan berpotensi melanggar hak asasi manusia.

Ananda Ridho Sulitya, Avit Hidayat, dan Shinta Maharani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus