Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Muhammadiyah Tolak Subtansi RUU Cipta Kerja dan Minerba

Pembahasan RUU Cipta Kerja dianggap tidak transparan karena dilakukan tanpa partisipasi publik.

22 Mei 2020 | 05.05 WIB

Massa buruh perempuan melakukan aksi di depan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, Jumat, 6 Maret 2020. Dalam aksi ini para buruh menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law sekaligus memperingati Hari Perempuan Sedunia 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Massa buruh perempuan melakukan aksi di depan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jakarta, Jumat, 6 Maret 2020. Dalam aksi ini para buruh menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law sekaligus memperingati Hari Perempuan Sedunia 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menolak seluruh substansi revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) dan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

“Muhammadiyah menolak dengan tegas karena bertentangan dengan jiwa dan nilai-nilai dasar moralitas konstitusi negara Republik Indonesia,” kata  Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Trisno Raharjo dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 21 Mei 2020.

Menurut Trisno, UU Minerba yang baru disahkaan oleh DPR-RI beberapa waktu lalu lebih banyak memberikan keuntungan bagi perusahan-perusahan tambang, dan mengabaikan hak-hak masyarakat serta lingkungan

Beleid itu, kata dia, juga tak memenuhi asas keterbukaan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011. Sebab, pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan partisipasi publik dan stakeholder secara luas, termasuk pemerintah daerah dan BUMN.

"Hal ini jelas melanggar asas keterbukaan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bersifat transparan dan terbuka," ucapnya.

Selain RUU Minerba, Trisno mengkritisi dari pembahasan RUU Cipta Kerja. Menurutnya, pembahasan revisi aturan sapu jagad itu juga tidak transparan karena dilakukan tanpa partisipasi publik. Substansinya juga berpotensi merugikan buruh, petani, nelayan, dan masyarakat miskin.

“RUU Cipta lebih memberikan keistimewaan kepada dunia investasi tanpa memperhatikan aspek kepentingan sosial," ungkapnya.

RUU Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja adalah dua dari beberapa aturan yang ditolak Muhammadiyah. Selain itu, PP Muhammadiyah juga menolak  Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Panemi Covid-19 yang baru disahkan DPR hingga Perpres Pelibatan TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus