Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

NasDem dan PKB Kompak Sebut MK Bertindak di Luar Wewenang jika Putuskan Sistem Proporsional Tertutup

NasDem dan PKB sebut MK bertindak di luar wewenangnya jika kabulkan gugatan sistem proporsional tertutup Pemilu.

4 Juni 2023 | 16.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gugatan uji materiil UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka kembali diajukan ke MK pada akhir November 2022 lalu. Salah satu pemohon perkara adalah pengurus PDIP, Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas lima warga sipil, yakni Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Pakar Hukum Denny Indrayana melalui akun twitternya @dennyindrayana memposting mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sistem proporsional tertutup di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Senin, 29 Mei 2023. Dalam unggahan tersebut, Denny Indrayana mengatakan mendapatkan informasi bahwa MK akan memutuskan mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup atau sistem coblos partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny melalui pesan teks, Ahad, 28 Mei 2023. 

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan mendapatkan informasi bahwa ada enam hakim MK yang menyetujui kembali sistem proporsional tertutup itu. Sementara, tiga lainnya menyatakan berbeda pendapat alias dissenting opinion. 

Denny meyakini tidak melakukan pembocoran rahasia negara. Dia mengatakan mendapatkan informasi tersebut dari sumber yang sangat bisa dipercaya, bukan sumber dari lingkungan MK.

“Karena itu saya bisa tegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang saya sampaikan ke publik,” kata Denny lewat keterangan tertulis, Selasa, 30 Mei 2023.

NasDem: MK akan ludahi putusannya sendiri kalau pemilu dibuat proporsional tertutup

Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menyebut MK akan meludahi putusannya sendiri jika memutuskan sistem pemilu menggunakan proporsional tertutup. Alasannya, lembaga pengadil konstitusional tersebut pernah memutuskan sistem pemilu dengan sistem proporsional terbuka sejak 2008.

"Sudah pernah diputus oleh MK dan kalau kita pakai akal, dia sudah pernah putuskan itu terbuka, terus masak dia akan ludahi putusan yang sama," kata Willy di NasDem Tower, pada Jumat, 2 Juni 2023. 

Selain itu, kata Willy, sistem pemilu merupakan Open Legal Policy lembaga pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Presiden. Sehingga dia meyakini MK akan tahu kewenangannya. 

"Saya tidak mau terjebak dalam konspirasi, itu ranahnya open legal policy, bisa lihat bagaimana posisi tentang (gugatan) presidential threshold apa putusan MK?" ujar Willy. 

Willy mengatakan akan terjadi kemunduran demokrasi apabila putusan MK soal sistem pemilu berbeda dengan sikap sebelumnya. "Pemilu yang terbuka jangan kemudian kita memundurkan demokrasi hanya demi kepentingan kongkalikong satu partai," kata Willy.

PKB: di luar kewenangannya

Bocoran MK soal putusan sistem pemilu 2024 yang dilakukan secara proporsional tertutup menggiring banyak opini yang menyasar kepada lembaga peradilan konstitusional tersebut, salah satunya anggota DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim. 

Luqman mengatakan jika MK mengabulkan permohonan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, maka Mahkamah telah bertindak di luar wewenangnya dan mengambil alih kekuasaan DPR dan Presiden.

"Membentuk atau mengubah norma undang-undang adalah kewenangan DPR dan Presiden, bukan MK," kata Luqman melalui keterangannya, Jumat 2 Juni 2023. 

Luqman mengatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45), MK tidak berwenang menguji dan memutus sistem pemilu. Sebab, UUD 45 tidak mengatur sistem pemilu. Sistem pemilu merupakan Open Legal Policy lembaga pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Presiden.

"MK tidak berwenang membuat norma undang-undang, karena MK tidak mendapat mandat Konstitusi untuk menjadi lembaga pembentuk undang-undang," kata Luqman. 

Selain itu, kata Luqman, MK juga tidak berwenang mengabulkan permohonan yang berdampak terbentuknya norma baru sebuah undang-undang. "UUD memberi kuasa kepada DPR untuk memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Kewenangan MK menguji undang-undang terhadap UUD, bukan membentuk undang-undang," kata Luqman. 

Dengan begitu, kata Luqman, seharusnya MK tidak mengabulkan gugatan terkait sistem pemilu yang ingin mengubah dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Kalau pun diterima, putusan MK tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan karenanya wajib diabaikan.

"Karena putusan dibuat di luar kewenangan yang dimiliki, maka DPR, Presiden, KPU, Bawaslu, DKPP, dan semua pihak tidak boleh mengikuti putusan yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Luqman.

Dia menyatakan pemilu pada 14 Februari 2024 mendatang harus tetap didasarkan pada ketentuan Undang-undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Perppu 1 tahun 2022 tentang Perubahan UU Pemilu. 

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | M ROSSENO AJI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus