Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nasdem Sebut Penambahan Kementerian Tak Lewat Perppu atau Putusan MK, Ini Alasannya

Nasdem menyatakan penambahan kementerian melalui revisi UU Kementerian Negara menciptakan partisipasi publik.

19 Mei 2024 | 08.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembahasan revisi Undang-Undang atau UU Kementerian Negara dilanjutkan ke rapat paripurna. Anggota Badan Legislasi atau Baleg DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Hermanto, mengatakan selama 16 tahun pelaksanaannya banyak terjadi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga diperlukan beberapa penyesuaian. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Hermanto,  di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis, 16 Mei 2024 mengatakan Salah satu penyesuaiannya merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX-2011. Pada amar putusannya, kata dia, MK menyatakan penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan, menilai penambahan jumlah kementerian sebaiknya tidak dilakukan melalui skema Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ataupun putusan MK.

Sebaiknya, kata Atang, perubahan jumlah kementerian dilakukan melalui skema revisi UU Kementerian Negara agar seluruh elemen masyarakat dapat berdialektika dalam dinamika pembahasan tidak hanya dalam ruang publik. 

“Termasuk memberikan pandangan dan pendapat dalam pembahasan baik Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun dalam ruang audiensi dan lain sebagainya,” kata Atang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, 17 Mei 2024 seperti dikutip Antara.

Dia menyebutkan penambahan jumlah kementerian melalui skema revisi UU Kementerian Negara menciptakan partisipasi dalam politik legislasi dapat menjadi ruang yang strategis.

Atang juga menilai, meskipun presiden terpilih Prabowo Subianto belum menyatakan akan menambah jumlah kementerian, atmosfer gimik politik dari sejumlah elite partai politik yang mengarah pada permintaan jumlah menteri memicu dinamika ruang pubik.

“Bahkan mempertanyakan eksistensi koalisi dan semangat rekonsiliasi dikhawatirkan hanya terbatas pada bagi-bagi jatah kementerian semata,” tuturnya.

Padahal, kata Atang, memandang koalisi dan rekonsiliasi tidak melulu berbicara pembagian kursi, melainkan lebih kepada membangun sinergisitas di antara partai politik untuk mencapai tujuan bernegara yang diamanatkan konstitusi.

Obesitas Kementerian Membuka Ruang Rente

Atang mengingatkan sebaiknya tim perumus memperhatikan secara komprehensif makna Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 bahwa frasa “Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan” harus memprioritaskan urusan-urusan pemerintahan tertentu yang ditegaskan dalam UUD 1945 dan menjadi hak-hak fundamental rakyat.

“Misalnya hak atas perlindungan masyarakat adat yang selalu tergerus dan termarginalkan, alangkah baiknya dibuat nomenklatur kementerian tersendiri,” kata dia.

Dia menegaskan pula urusan pemerintahan tidak hanya menjadi tanggung jawab kementerian selaku pembantu presiden, melainkan juga pemerintahan daerah. Misalnya, terkait dengan urusan pengelolaan wilayah perbatasan yang sebaiknya dilaksanakan melalui skema otonomi daerah atau tugas pembantuan, dan lainnya.

Selain visi misi presiden terpilih, dia mengatakan dalam menentukan kementerian harus pula memperhatikan evaluasi terhadap kementerian yang sudah ada.

"Karena problem besar bangsa Indonesia yang selalu berulang adalah ketika terjadi obesitas kementerian justru memicu terjadinya ego sektoral, birokratis dan membuka ruang rente dalam rangka pelayanan terhadap rakyat," ucapnya.

Atang pun mengingatkan agar kementerian negara dilandasi oleh zaken kabinet atau pendekatan keahlian sehingga profesionalisme kinerja kementerian bisa akuntabel, serta memiliki responsibilitas tinggi terhadap problem rakyat dan futuristik.

“Sehingga tidak semata-mata mendasarkan pada representasi, baik dari kalangan partai politik atau kelompok kebangsaan lainnya,” kata Atang.

Putusan MK Jadi Pertimbangan Golkar

Sebelumnya, Fraksi Partai Golkar menyetujui revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dilanjutkan pembahasannya ke rapat paripurna setelah dinyatakan menjadi usul inisiatif DPR. 

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Hermanto, mengatakan revisi UU Kementerian Negara mesti dilakukan, karena selama 16 tahun pelaksanaannya banyak terjadi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga diperlukan beberapa penyesuaian.

Penyesuaian yang dimaksud Bambang di antaranya merujuk pada putusan MK Nomor 79/PUU-IX-2011 yang pada amar putusannya, menyatakan penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan UUD 1945.

"Sehingga ini harus ditindaklanjuti dengan revisi, salah satunya berupa penghapusan penjelasan pada Pasal 10 UU Kementerian Negara," kata Bambang pada Kamis, 16 Mei 2024.

Pertimbangan kedua, ujar Bambang, pergerakan dinamika politik yang selalu berkembang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan politik yang berbeda dari setiap pemerintahan yang dijalankan. Hal ini dapat dilakukan dengan merevisi Pasal 15 UU Kementerian Negara yang mengatur ihwal jumlah kementerian sebanyak 34.

Apalagi, Bambang mengatakan Pasal 17 UUD 1945 menyebutkan presiden tidak diberikan batasan dalam menetapkan jumlah menteri negara yang akan diangkat maupun diberhentikan.

"Pertimbangan lain, dinamika dan tantangan ekonomi global yang terjadi saat ini mesti memberikan keleluasaan kepada presiden terpilih untuk menentukan dan menetapkan jumlah menteri sebagai pembantu pemerintahannya," ucap dia.

ANDI ADAM FATURAHMAN | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus