Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Netralitas Pemerintah Meragukan, Muhammadiyah Kerahkan Mahasiswa se Indonesia Awasi TPS

Untuk menjaga netralitas di Pemilu 2024, Universitas Muhammadiyah akan menerjunkan mahasiswanya untuk mengawasi TPS.

3 Februari 2024 | 14.38 WIB

Ilustrasi TPS. Dok TEMPO
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi TPS. Dok TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Netralitas pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada penyelenggaraan Pemilu 2024 terus disorot berbagai pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dugaan penyimpangan kekuasaan di bawah Jokowi belakangan memicu gelombang protes berbagai universitas di tanah air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satunya civitas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang pada Sabtu, 3 Februari 2024 berkumpul menyerukan kritik terhadap penyelenggaraan negara yang menyimpang.

Rektor UMY Gunawan Budiyanto menuturkan, Universitas Muhammadiyah, tak hanya yang ada di Yogyakarta, akan menerjunkan para mahasiswanya mengawasi langsung pelaksanaan pemilu pada 14 Februari mendatang demi merespon sorotan netraliras Pemilu itu. Salah satu fokus pengawasan di Tempat Pemungutan Suara atau TPS.

"Kami (Universitas Muhammadiyah) punya sumber daya mahasiswa, terutama di beberapa kantong suara seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara hingga Kalimantan, mereka kami minta mengawasi TPS," kata Gunawan di sela orasi Pesan Kebangsaan dan Himbauan Moral Untuk Penyelenggara Negara di UMY, Sabtu.

Perlunya pengawasan Pemilu itu, kata Gunawan, agar ada trust atau kepercayaan bagi publik. Yang belakangan meragukan netralitas negara atas Pemilu.

"Pengawasan oleh sipil perlu, bahwa ada pihak yang netral, yang bukan partisan yang ikut mengawasi proses Pemilu itu," kata Gunawan.

"Sehingga proses dan hasil Pemilu apapun hasilnya itu akan lebih legitimate, karena lebih banyak orang yang ikut mengawasi," imbuh dia.

Soal potensi kecurangan Pemilu kali ini, kata Gunawan, masih sama tingginya dengan Pemilu sebelummya. Sehingga perlu ada langkah mitigasi mengantisipasi yang tidak sejalan dengan apa yang diatur perundangan.

"Maka harus ada pengawas independen, bukan kemudian saat ini saja yang gawat,  pengawasan pemilu sejak dulu ada potensi kecurangan, sehingga kami kerja sama dengan Bawaslu, melakukan pemantauan," ujar dia.

Ditanya teknis berapa mahasiswa yang akan diterjunkan di tiap TPS, Gunawan mengatakan bergantung kebijakan setiap kampus di bawah naungan Muhammadiyah. 

Adapun sebaran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) di Indonesia, kata Gunawan, paling besar di Jawa.

Dari total 174 universitas PTMA di tanah air, kira-kira 66% berada di Pulau Jawa.

 "Sehingga kami punya potensi yang cukup baik untuk ikut mensukseskan pemilu dalam bentuk memberikan trust kepada masyarakat bahwa pemilu ini legitimate," ujarnya.

Rektor, guru besar dan perwakilan mahasiswa UMY pada Sabtu ini berkumpul di halaman depan kampus UMY menyerukan Pesan Kebangsaan dan Imbauan Moral kepada seluruh penyelenggara negara.

"Dalam kurun waktu 1 tahun ini, eskalasi pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara seperti tiada henti dan meningkat tanpa malu-malu lagi," kata Prof. Dr. Akif Khilmiyah selaku Anggota Dewan Guru Besar UMY saat membacakan naskah Pesan Kebangsaan UMY itu.

Akif membeberkan, mulai dari KPK yang dikebiri, pejabat yang doyan korupsi, DPR yang tak berfungsi membela anak negeri dan sebagian hakim MK yang tidak punya etika dan harga diri. 

Puncak dari semua itu adalah dipasungnya hakim MK oleh ambisi penguasa negeri dan hilangnya etika dalam politik konstetasi menjelang Pemilu 2024 pada tanggal 14 Februari nanti. 

Juli Hantoro

Juli Hantoro

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus