Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nurhayati menyatakan bakal mengajukan praperadilan.
Tim kuasa hukum mengirim surat kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.
Polisi menemukan alat bukti lain yang membuat status bendahara desa itu berubah menjadi tersangka.
JAKARTA – Tim kuasa hukum Nurhayati menyatakan bakal mengajukan praperadilan. Elyasa Budiyanto, pengacara Nurhayati, mengatakan praperadilan akan diajukan kalau tidak ada titik temu penyelesaian setelah kliennya sebagai pelapor kasus korupsi anggaran Desa Citemu, Cirebon, malah dijadikan tersangka. "Kami ajukan praperadilan jika tidak ada penyelesaian dalam perkara ini," ujar Elyasa, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum mengajukan praperadilan, kata dia, tim kuasa hukum mengirim surat kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. pada Rabu kemarin. Menurut Elyasa, surat itu telah diterima Mahfud dan mendapat atensinya. Tim kuasa hukum yang tergabung dalam ikatan alumni Universitas Islam Indonesia ini juga telah berkomunikasi dengan Mahfud dalam grup WhatsApp. Dalam grup itu, kata dia, Mahfud berjanji mempelajari kasus yang membelit Nurhayati. "Kami serahkan dulu Pak Menko untuk mempelajarinya. Kami menargetkan status tersangka Nurhayati dihapus,” ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurhayati, yang pernah menjabat Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pada 30 November 2021. Padahal Nurhayati merupakan aparat desa yang membantu membongkar tindakan lancung kepala desa menggangsir anggaran 2018-2020 hingga Rp 818 juta.
Awalnya, Nurhayati melaporkan dugaan korupsi Supriyadi kepada Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu, Lukman Nurhakim. Setelah mendapat laporan dan bukti dugaan korupsi sang kepala desa, Lukman melaporkan tindakan lancung Supriyadi ke Kepolisian Resor Cirebon Kota pada 31 Maret 2021. Polisi kemudian menetapkan Supriyadi sebagai tersangka korupsi dana desa.
Elyasa mengatakan surat yang mereka ajukan ke Menteri Mahfud sudah ditindaklanjuti. Sebab, tim kuasa hukum telah diundang Kepala Kepolisian Resor Cirebon Kota, Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar, untuk membahas perkara Nurhayati. Tim kuasa hukum telah memenuhi undangan itu. Namun Elyasa belum bisa mengungkapkan hasil pertemuan mereka dengan penyidik Polres Cirebon Kota, kemarin.
Elyasa berharap Mahfud membantu kasus yang membelit Nurhayati seperti saat dia menolong korban begal yang membunuh pelakunya di Bekasi, Jawa Barat, pada 2018. Dalam kasus itu, korban yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan akhirnya dibebaskan. "Pada kasus di Bekasi, status korban yang menjadi tersangka akhirnya dihapus. Konteks kasus Nurhayati juga seharusnya bisa seperti ini," ujar Elyasa. "Apalagi Nurhayati membantu membongkar kasus korupsi."
Elyasa menyatakan praperadilan menjadi upaya terakhir untuk mencari keadilan bagi Nurhayati jika polisi tetap mempertahankan status tersangka. "Kalau memang sampai besok belum ada solusi untuk Nurhayati, kami akan tempuh kasus ini dengan mengajukan praperadilan."
Adapun Mahfud Md. saat dimintai konfirmasi perihal surat Nurhayati menyatakan dia masih mempelajari perkara yang membelit bendahara desa itu. "Saya juga masih menghimpun informasinya," ucapnya.
Kepala Polres Cirebon Kota, Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar, tak merespons pesan pendek dan sambungan telepon yang ditujukan kepadanya saat dimintai konfirmasi perihal pertemuan tim kuasa hukum dengan penyidik kepolisian. Sebelumnya, melalui keterangan tertulisnya, Fahri menyatakan penetapan tersangka terhadap Nurhayati telah sesuai dengan prosedur.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar memberikan keterangan pers perkembangan kasus dugaan korupsi dana desa Desa Citemu di Aula Sanika Mako Polres Cirebon, Jawa Barat, 19 Februari 2022. humas.polri.go.id
"Kami menetapkan Nurhayati sebagai tersangka atas dasar kaidah dan prosedur hukum, di mana penetapan tersangka tersebut didasari petunjuk yang diberikan oleh jaksa penuntut umum dan juga melalui gelar perkara," ujar Fahri.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Hutamrin, menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Nurhayati bermula saat penyidik Polres Cirebon Kota memeriksa Kepala Desa Citemu, Supriyadi, atas laporan dugaan korupsi. Polisi sempat menyerahkan berkas penyidikan kepada Kejaksaan, tapi dikembalikan karena dianggap kurang alat bukti. "Berkas itu kami kembalikan dengan sejumlah petunjuk dan arahan yang harus dipenuhi penyidik."
Setelah berkas perkara diperbaiki, penyidik melimpahkannya kembali ke Kejaksaan. Namun, setelah diteliti, ternyata masih belum lengkap. Jaksa kembali memberikan petunjuk yang belum terpenuhi. Setelah itu, penyidik bersama jaksa melakukan gelar atau ekspose perkara.
Dalam ekspose perkara itu, kata dia, terdapat berita acara yang sangat jelas bahwa petunjuk jaksa peneliti meminta penyidik mendalami kesaksian Nurhayati dan kembali memeriksanya. "Ini yang perlu ditegaskan, kami meminta penyidik polisi mendalami kesaksian Nurhayati," ujar Hutamrin.
Setelah mendalami pemeriksaan terhadap Nurhayati atas kasus dugaan korupsi atasannya, polisi menemukan alat bukti lain yang membuat status bendahara desa itu berubah menjadi tersangka. "Lalu dikirim kembali ke kami dan kami teliti. Penetapan tersangka berdasarkan kewenangan penyidik." Kendati begitu, tidak diketahui secara jelas alat bukti yang dimaksud.
Hutamrin mempersilakan tim kuasa hukum Nurhayati mengajukan permohonan praperadilan jika merasa penyematan status tersangka oleh penyidik tidak tepat. Melalui jalur praperadilan itu, kata dia, Nurhayati diberi ruang untuk membuktikan benar-tidaknya dia terlibat kasus korupsi itu. "Kami memberikan ruang bagi Nurhayati mengajukan praperadilan. Jadi, tindakan penyidik dan jaksa peneliti bisa diuji di pengadilan. Tidak akan kami tutupi. Kami bertindak profesional," ucapnya.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo