Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ombudsman: 75 Pegawai KPK Harus Diangkat Jadi ASN

KPK dinyatakan melanggar prosedur dan menyalahgunakan wewenang dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan terhadap pegawainya.

22 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK dinyatakan melanggar prosedur dan menyalahgunakan wewenang dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan terhadap pegawainya.

  • KPK diharuskan mengangkat 75 pegawainya yang tak lolos TWK sebelum 30 Oktober 2021.

  • Sejumlah lembaga yang ikut menandatangani berita acara penetapan hasil TWK dinyatakan telah menyalahgunakan wewenang.

JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengoreksi nasib 75 pegawainya yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi aparat sipil negara. Ombudsman meminta 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) itu diangkat menjadi aparat sipil negara sebelum 30 Oktober 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, mengatakan tindakan korektif atau saran perbaikan dapat diselesaikan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). “Kami sudah menemukan tindakan maladministrasi (dalam proses asesmen tes wawasan kebangsaan). Tentu harapan kami adalah pihak KPK bersama BKN mengambil tindakan korektif yang kami sarankan,” kata Najib dalam konferensi pers virtual, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Najib mengatakan lembaganya memberikan waktu selama 30 hari kepada KPK dan BKN untuk merespons temuan mereka serta melaksanakan tindakan korektif tersebut. Jika dalam 30 hari tindakan korektif tak dilaksanakan, Ombudsman akan mengirim rekomendasi kepada KPK dan BKN. Kedua lembaga itu wajib melaksanakannya dalam waktu 60 hari terhitung sejak tanggal terbitnya rekomendasi Ombudsman. 

Apabila kedua lembaga itu juga tak melaksanakan rekomendasi tersebut, Ombudsman akan menyerahkannya kepada Presiden Joko Widodo sebagai pemangku tertinggi administrasi pemerintahan di rumpun eksekutif. Ombudsman berharap hasil temuan tersebut menjadi dasar bagi Presiden Jokowi dalam mengambil kebijakan. 

Najih mengatakan Ombudsman sudah bersurat kepada Presiden Jokowi atas temuan lembaganya itu. Ia berharap proses penyelesaian di KPK dan BKN ini menjadi perhatian Presiden.

Ketua KPK, Firli Bahuri, memberikan keterangan kepada awak media terkait pelantikan pegawai kpk menjadi Pegawai Negeri Sipil, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, 1 Juni 2021. TEMPO/Imam Sukamto

Ombudsman menyelidiki dugaan pelanggaran administrasi dan penyalahgunaan wewenang atas pelaksanaan TWK setelah menerima pengaduan dari pegawai KPK. Tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK itu digelar selama satu bulan, dimulai pada 9 Maret lalu. Berdasarkan hasil tes ini, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat. Mereka pun gagal diangkat menjadi aparat sipil negara sesuai dengan perintah Undang-Undang KPK hasil revisi pada 2019. 

Berbagai kalangan menganggap tes wawasan kebangsaan ini sebagai upaya pimpinan KPK menyingkirkan pegawai lembaganya yang berintegritas. Di antara pegawai KPK yang tidak lolos tes itu merupakan penyidik dan penyelidik yang tengah menangani kasus korupsi kakap, di antaranya korupsi bantuan sosial Covid-19. 

Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan pihaknya menemukan berbagai maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparat sipil negara. Ia mengatakan Ombudsman memfokuskan penelusuran pada tiga hal, yaitu proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi aparat sipil negara, proses pelaksanaan alih status pegawai KPK, serta penetapan hasil asesmen tes wawasan kebangsaan. 

Robert menuturkan klausul tentang asesmen tes wawasan kebangsaan awalnya tidak ada saat dilakukan harmonisasi Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN. Pasal soal tes itu baru muncul pada awal Januari 2021. 

Robert menegaskan bahwa KPK juga melakukan penyimpangan prosedur ketika pimpinan KPK tak menyebarluaskan rancangan aturan alih status tersebut ke dalam sistem informasi internal lembaganya. Padahal Peraturan KPK Nomor 12 Tahun 2018 mengatur bahwa setiap rancangan aturan di KPK wajib disebarluaskan dalam sistem informasi internal mereka. 

Robert menambahkan, KPK dan BKN juga melakukan penyimpangan prosedur karena membuat kontrak swakelola tes wawasan kebangsaan bertanggal mundur. Misalnya nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara Sekretaris Jenderal KPK dan Kepala Badan Kepegawaian Negara ditandatangani pada 8 April 2021 serta kontrak swakelola antara KPK dan BKN ditandatangani pada 26 April 2021. Lalu kedua kontrak itu seolah-olah dibuat dua bulan sebelumnya. “Namun dibuat dengan tanggal mundur menjadi tanggal 27 Januari 2021,” katanya.  

Robert mengimbuhkan, Ombudsman juga menemukan bahwa Badan Kepegawaian Negara tidak berkompeten dalam melaksanakan tes wawasan kebangsaan. Ombudsman menilai BKN tidak memiliki komponen alat ukur, instrumen, dan aksesor untuk menyelenggarakan tes wawasan kebangsaan sehingga mengajak lembaga lain. Lembaga lain itu adalah Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen Angkatan Darat, Badan Intelijen Negara, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. 

“Seharusnya kalau BKN tak memiliki kompetensi atau kemudian mengundang lima lembaga lain untuk asesmen, dia wajib menyampaikan hal itu kepada KPK sebagai pengguna, tapi tidak dilakukan,” ujar Robert. 

Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya menghormati hasil pemeriksaan Ombudsman terhadap prosedur dan proses alih status pegawai KPK. Ia mengaku lembaganya sudah menerima salinan dokumen Ombudsman dan segera mempelajarinya. 

Ali mengatakan KPK tengah menunggu putusan Mahkamah Agung tentang hasil uji materi atas Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 dan putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan yang diajukan beberapa pihak. “KPK menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di dua lembaga itu. Sampai hari ini, KPK tidak pernah memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN,” kata Ali. 

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana diperiksa terkait dugaan pelanggaran HAM dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk pegawai KPK, di Komnas HAM, Jakarta, 22 Juni 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan belum menerima pemberitahuan resmi mengenai temuan Ombudsman tersebut. Ia mengatakan pihaknya akan mempelajari temuan Ombudsman tersebut lebih dulu sebelum bersikap. 

“Tergantung hasil yang kami dapatkan dari analisis terhadap laporan itu. Kalau valid dan obyektif, tentu kami terapkan. Kalau tidak, akan kami jawab ke ORI,” kata Bima. 

Adapun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo enggan menanggapi temuan Ombudsman itu saat dimintai konfirmasi. “Sudah dijawab sama BKN di Tempo online,” kata Tjahjo. 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly tidak merespons pertanyaan yang diajukan Tempo melalui pesan pendek. Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM, Tubagus Erif Faturahman, juga tak bersedia menanggapi temuan Ombudsman mengenai pelanggaran dalam pelaksanaan TWK tersebut. “Saya belum bisa memberikan tanggapan. Sedang berduka,” katanya. 

DIKO OKTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus