Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Tantrum merupakan fase normal yang dapat dialami setiap anak dari usia 8 bulan hingga 3 tahun. Fase ini akan berkurang seiring bertambahnya usia anak. Perlu diketahui, tantrum pada anak berkebutuhan khusus memiliki konsep yang berbeda dengan anak non-disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Sayap Ibu, Agus Tri Haryanto mengatakan tantrum anak pada umumnya merupakan ledakan amarah yang disebabkan rasa frustasi, kebingungan, dan ketakutan karena keinginannya tidak terpenuhi. "Sedangkan pada anak dengan multi-disabilitas, tantrum merupakan cara mereka berkomunikasi dan meregulasi diri, terutama dalam menyampaikan maksud mereka," kata Agus dalam presentasi yang dikirimkan kepada Tempo, Sabtu 13 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam paparannya, Agus menyebutkan, bentuk tantrum pada anak berkebutuhan khusus merupakan cara mereka meminta, menolak, merasa tidak nyaman dengan rangsangan yang berlebihan. Misalnya cahaya terlalu terang, suara yang terlalu bising, atau suhu ruang yang tidak stabil.
Ilustrasi anak tantrum. Shutterstock.com
"Tantrum pada anak-anak multi-disabilitas muncul karena mereka kehilangan salah satu fungsi penginderaan dan sensori. Akibatnya terjadi distorsi dalam menerima informasi dari luar," ujar Agus. Dampak terdistorsinya informasi yang didapat anak dengan multi-disabilitas adalah anak kehilangan konsep mengenai hidup dan benda di sekitarnya. Termasuk kehilangan konsep mengenai bentuk, ruang, dan waktu.
Anak dengan multi-disabilitas adalah anak dengan hambatan majemuk yang di dalam dirinya terdapat lebih dari satu jenis ragam disabilitas. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami tuli sekaligus tunanetra, autistik - tunanetra, Cerebral Palsy - autistik, Cerebral Palsy - tunanetra, dan berbagai kombinasi ragam disabilitas.