Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pak Camat, senang tapi kaget

Surat pertanyaan presiden kepada seluruh camat di indonesia mengenai masalah serta keadaan di wilayah masing-masing, berkisar soal intensifikasi pertanian. (dh)

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMA 5 tahun menjadi camat di Kapetakan (Cirebon), baru sekali itu Sujati (50 tahun) sibuk luar biasa. Selama 5 hari dari pagi sampai malam ia keluar masuk desa-desa yang ada di wilayahriya. Sederet pertanyaan dari Presiden Soeharto harus ia jawab dengan benar. Untuk itu ia mengumpulkan data-data dari seluruh wilayahnya. 20 September lalu surat berikut pertanyaan-pertanyaan dari Kepala Negara RI itu ada di tangannya melalui Bupati Cirebon. "Saya gembira sekali menerima surat itu, sebab inilah kesempatan saya menyampaikan secara jujur masalah wilayah ini," tutur Sujati kepada Aris Amiris dari TEMPO, "meskipun pertanyaan-pertanyaan itu cukup membingungkan." Karena itu, meskipun sudah mendapat petunjuk dari bupati ketika menyampaikan surat itu, ia harus berkonsultasi dengan seluruh aparatnya, termasuk para kepala desa. "Saya tidak ingin menutupi keadaan daerah saya yang memang rawan di bidang pertanian," tambahnya. Dan memang kebetulan, pertanyaan-pertanyaan Presiden berkisar soal intensifikasi pertanian. Semua masalah daerahnya Sujati tuangkan dalam jawaban. Terutama tentang keadaan wilayahnya yang selalu digenangi banjir setiap musim hujan dan kering di kala kemarau. Tanggal 25 September lalu ia sudah menyerahkan jawabannya melalui bupati dan sebelum diterima Presiden 26 September, jawaban dikirim melalui gubernur. Kesibukan serupa tentu juga dialami Mulyono BA (30 tahun), Camat Gabus Wetan di wilayah Indramayu (Ja-Bar). "Surat dari Presiden begini baru sekali ini terjadi dalam sejarah pemerintahan kita," ucap Mulyono, "karena itu saya akan memanfaatkan untuk mengajukan semua problem di daerah saya." Kecamatan ini cukup potensil. Hasil padi tiap panen rata-rata 5,3 ton per hektar. Dalam salah satu jawabannya Mulyono menyebutkan keadaan wilayahnya yang 70% masih sulit dilalui kendaraan. "Mudah-mudahan surat Presiden ini mempunyai tindak lanjut yang bisa dirasakan masyarakat," begitu harapan Mulyono. "Ini kan bukti kita diperhatikan dan diberi kepercayaan oleh Presiden," kata R. Toha Abdurrahman, Camat Cilamaya, Karawang, tentang surat dari Kepala Negara RI kepada para camat itu. Dan karena itulah pula, ia merasa berkewajiban untuk menjawab semua pertanyaan sejujur-jujurnya. Tak hanya itu, sesuai dengan anjuran Bupati Karawang, meskipun beberapa data sudah ada di kantornya, Toha masih berusaha mencari data pembanding. Misalnya tentang saluran irigasi di kecamatan ini. Yang musti dicek lagi, menurut Toha, apakah memang benar saluran irigasi yang ada telah mengaliri petak-petak sawah seperti dilaporkan. Untuk ini semua Toha banyak menghabiskan waktunya di pematang-pematang sawah. Digusur Kapling Di Pendopo Kabupaten Magetan (Ja-Tim) 13 orang camat di daerah ini berkumpul 20 September lalu. Mereka terpukau mendengar petunjuk-petunjuk supati drs. Bambang Kusbandono tentang bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan Presiden. Dan begitu mengepit brosur pertanyaan, mereka menyebar langsung ke daerah masing-masing. Para camat di kabupaten ini umumnya menyebutkan dalam jawaban mereka perlunya penyediaan pupuk dan obat-obatan pertanian secara tepat. "Tepat jumlah, tepat waktu dan tepat tempatnya," ujar drs. Bambang Widarto, Camat Karangmojo, 20 km dari Magetan. Dengan begitu, katanya sawah di sini akan tetap menghasilkan rata-rata 5, ton gabah kering tiap ha. "Bahkan kalau pupuk memang benar-benar cukup, dapat menghasilkan 7 ton sehektar tiap parlen," tambah Widarto. Sukarno Sastrapratimo bukan main senang menerima surat dari Presiden RI itu. "kii bukti kepala negara memperhatikan langsung nasib petani," kata Camat Godean (Yogya) itu yang juga membawahi Desa Kemusu, tempat kelahiran Presiden Soeharto. Dalam balasannya, Sukarno menekafkan perlunya menertibkan irigasi baik di tingkat saluran sekunder maupun tertier. Ia juga mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan peraturan khusus tentang pengairan desa. "Pertanyaannya berat-berat, padahal waktu untuk menjawabnya hanya 3 hari," kata Apung S. Wiratmaja (42 tahun), Camat Regol, Kotamadya Bandung, "saya benar-benar panik." Tak mengherankan. Apung baru 26 hari menduduki jabatannya sekarang ketika 23 September lalu menerima surat dari Presiden. Lebih-lebih lagi karena wilayah Kecamatan Regol tidak seluruhnya daerah pertanian. Hanya ada 112 hektar sawah di sini, di samping juga beberapa hektar kolam ikan. Tapi semua itu dianggap Apung tidak produktif. "Sebab besok atau lusa bisa saja berubah jadi kapling," tuturnya. Tiap Camat telah menerima 5 buah brosur pertanyaan presiden. Setelah diberi jawaban-jawaban, satu brosur dipegang camat untuk arsip kecamatan, masing-masing satu untuk bupati dan gubernur dan 2 buah untuk Bina Graha. Dalam jawaban pada umumnya para camat menekankan perlunya dibenahi sarana-sarana pertanian. Seperti pupik, obat-obatan anti hama, irigasi, termasuk juga kredit Bimas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus