Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Makassar Nursari mengatakan lembaganya tengah memeriksa dugaan adanya pelanggaran pidana dalam penghitungan suara di panitia pemilihan kecamatan (PPK) dalam pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar. Hal ini juga menjadi alasan Panwaslu memeriksa anggota Komisi Pemilihan Umum Makassar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kemarin malam (Sabtu, 30 Juni 2018), kami sudah bahas bersama Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu). Ada dugaan pidananya, jadi kasusnya dalam penyelidikan," kata Nursari di kantornya kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panwaslu telah memeriksa Ketua Komisi Pemilihan Umum Makassar Syarif Amir, Ketua Divisi Bidang Teknis KPU Abdullah Mansyur, dan sejumlah anggota staf teknis KPU Makassar. Selain itu, Panwaslu memeriksa dua saksi dari masyarakat dan PPK Tamalate. Pemeriksaan ini juga akan dilanjutkan di Kecamatan Biringkanaya.
"Hasilnya belum bisa kami ekspos," ujar Nursari. Meski begitu, ia memastikan akan segera ada tersangka dalam kasus tersebut. "Empat sampai lima hari ke depan akan ada tersangka. Intinya yang melanggar itu bisa dikenai pidana 9 tahun penjara."
Sebelumnya, Lembaga Pemantau Independen dari Pemuda Pancasila Sulawesi Selatan melaporkan dugaan pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah Kota Makassar. Mereka menyatakan telah terjadi manipulasi perolehan suara untuk pasangan tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi yang melawan kotak kosong.
Berdasarkan data Pemuda Pancasila, Munafri-Andi hanya meraih 242.480 suara atau 46,47 persen, sedangkan kotak kosong memperoleh 279.332 suara atau 53,53 persen dari 2.461 tempat pemungutan suara (TPS). Adapun data terakhir di situs resmi KPU Makassar menunjukkan kotak kosong unggul 249.274 suara atau 52,77 persen, sedangkan pasangan Munafri-Andi memperoleh 223.132 suara atau 47,23 persen.
Ketua Bidang Data Tim Informasi Teknologi Pemuda Pancasila Sulawesi Selatan, Faisal Bidang, mengatakan pihaknya menemukan adanya pelanggaran yang terjadi di sejumlah TPS. Salah satunya di TPS 10, Pabaengbaeng, Kecamatan Tamalate, yang berdasarkan hitung cepat KPU Makassar, pasangan Munafri-Andi menang telak dengan 209 suara melawan kotak kosong, yang sama sekali tidak memperoleh suara. Padahal, berdasarkan pantauan tim independen di TPS tersebut, Munafri-Andi hanya memperoleh 101 suara, sedangkan kota kosong mendapatkan 108 suara. Faisal mengklaim memiliki bukti-bukti pelanggaran tersebut. "Semua sudah kami serahkan ke Panwaslu," kata Faisal.
Anggota KPU Makassar, Abdullah Mansyur, mengatakan lembaganya menduga adanya manipulasi pada formulir C1 atau sertifikat hasil pemungutan suara. "Biarkan Panwaslu bekerja lebih dulu. Tunggu hasilnya," ujarnya. Pernyataan itu dikuatkan oleh Ketua Divisi Hubungan Masyarakat dan Data Informasi dan Hubungan Antarlembaga KPU Sulawesi Selatan, Uslimin, yang membenarkan adanya dugaan pemalsuan dokumen C1 yang dimasukkan anggota PPK. Bahkan ada formulir yang tertulis pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Makassar. "Padahal ini pemilihan wali kota bukan bupati," kata dia. DIDIT HARIYADI (MAKASSAR) | FRANSISCO ROSARIANS
Polisi Bantah Terlibat Rekapitulasi Tertutup
MAKASSAR - Kepala Kepolisian Resor Kota Makassar Komisaris Besar Irwan Anwar membantah keterlibatan kepolisian dalam keputusan pelarangan wartawan atau warga untuk hadir dalam rapat pleno rekapitulasi pemilihan kepala daerah Kota Makassar. Dia mengklaim hanya memberikan instruksi kepada semua kepala kepolisian sektor untuk membantu menjaga keamanan dan kelancaran proses rekapitulasi.
"Bukan (polisi). Tuan rumah (PPK atau panitia pemilihan kecamatan) yang melarang," kata Irwan kemarin. Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar melayangkan protes setelah sejumlah wartawan dilarang meliput rapat rekapitulasi di beberapa kecamatan. Rapat rekapitulasi yang terlarang diliput itu antara lain di Kecamatan Rappocini, Kecamatan Tamalate, dan Kecamatan Manggala. Di lokasi tersebut, sejumlah polisi dikabarkan menjaga ketat semua akses menuju ruang rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara. Bahkan, di Kecamatan Biringkanaya, garis polisi dililitkan di sekitar area rapat pleno.
Ketua AJI Makassar Qodriansyah Agam Sofyan mengatakan larangan meliput rapat rekapitulasi penghitungan suara itu melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Rekapitulasi tertutup itu juga menimbulkan sejumlah dugaan manipulasi suara dalam pemilihan kepala daerah di Kota Makassar yang diikuti satu pasangan calon, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi.
Di sejumlah kecamatan, menurut Qodriansyah, pasangan Munafri-Andi tiba-tiba memperoleh suara menang telak. Padahal, berdasarkan versi hitung cepat sejumlah lembaga pemantau, Munafri-Andi kalah dari kotak kosong. "Jurnalis ingin mengecek informasi perbedaan hitung cepat dengan data yang ada di situs resmi KPU," tuturnya.
Anggota KPU Makassar, Rahma Saiyed, mengklaim tak pernah memberikan instruksi kepada PPK untuk menutup proses penghitungan suara. "Kami tak pernah memberikan instruksi seperti itu," kata Rahma. Begitu pula Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman. "Semua rekapitulasi dilakukan secara terbuka sampai ke tingkat kecamatan," ucapnya. DEWI NURITA | TAUFIQ SIDDIQ | DIDIT HARIYADI (MAKASSAR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo