Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gerak Zig-zag Partai Garuda di Balik Putusan Mahkamah Agung

Partai Garuda kerap melakukan langkah politik yang menguntungkan Gerindra dan keluarga Jokowi. Elite Garuda-Gerindra berkerabat.

1 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGAMAT politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai hubungan kekerabatan dan kedekatan antara elite Partai Garuda dan Partai Gerindra menjadi sorotan setelah putusan uji materi Mahkamah Agung terhadap Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020. Sebab, putusan tersebut melapangkan jalan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, berkontestasi dalam pemilihan kepala daerah 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada hari yang sama, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tiba-tiba mengunggah foto Budisatrio Djiwandono dan Kaesang Pangarep di akun Instagram pribadinya. Budisatrio adalah pengurus Gerindra yang juga keponakan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Unggahan Dasco itu disertai tulisan "Budisatrio Djiwandono-Kaesang Pangarep for Jakarta 2024".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aditya berpendapat hubungan kekerabatan kedua pengurus partai tersebut menguatkan kecurigaan adanya agenda politik tertentu di balik uji materi Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020. Pasal ini mengatur batas usia calon gubernur minimal 30 tahun serta calon bupati dan wali kota minimal 25 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon. MA lantas mengubah frasa “terhitung sejak penetapan pasangan calon” menjadi “terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih”.

“Bisa saja karena hubungan saudara, ada agenda setting,” kata Aditya, Jumat, 31 Mei 2024.

Partai Garuda mengajukan uji materi Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 ke MA pada 23 April lalu. Pemohon, yaitu Ketua Umum Garuda Ahmad Ridha Sabana, memiliki hubungan dekat dengan Gerindra. Ridha bersaudara kandung dengan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta sekaligus bekas Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana di kantor KPU, Jakarta, 3 Agustus 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Sebelum memimpin Garuda pada 16 April 2015, Ridha awalnya merupakan kader Gerindra. Ia menjadi calon legislator Gerindra pada Pemilu 2014, tapi gagal lolos ke parlemen. Ridha kemudian menyeberang ke Garuda, yang awalnya bernama Partai Kerakyatan Nasional. Partai yang didirikan bekas Menteri Penerangan era Presiden Soeharto, Harmoko, pada 30 November 2007 ini berubah nama menjadi Partai Garuda lewat kongres partai pada 3 April 2015.

Selama ini, langkah politik Garuda terkesan untuk kepentingan Gerindra ataupun Prabowo. Misalnya, Garuda ikut mengajukan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi, tahun lalu. Pasal ini mengatur batas usia calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun. MK menolak permohonan Garuda.

Di samping Garuda, banyak pihak yang menguji materi pasal tersebut pada waktu yang bersamaan. Di antaranya Partai Solidaritas Indonesia dan Almas Tsaqibbirru Re A, mahasiswa asal Solo. MK menolak semua gugatan tersebut, kecuali permohonan Almas.

Dalam putusannya, MK menambahkan syarat alternatif calon presiden dan wakil presiden selain minimal berusia 40 tahun, yaitu berpengalaman dalam pemilu, termasuk pilkada. Putusan itu memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi yang juga Wali Kota Solo, menjadi calon wakil presiden dari Prabowo.

Partai Garuda pernah mengajukan uji materi Pasal 170 ayat 1 Undang-Undang Pemilu pada 2022. Pasal ini mengatur pejabat negara yang menjadi calon presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, serta wakil wali kota. Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa pejabat negara itu termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri. 

MK mengabulkan permohonan Partai Garuda tersebut. Dengan putusan MK itu, menteri dan pejabat setingkat menteri yang menjadi calon presiden dan wakil presiden tak perlu mundur dari jabatannya ketika berkontestasi dalam pemilihan presiden.

Putusan tersebut menguntungkan Prabowo, yang menjabat Menteri Pertahanan. Prabowo akhirnya tak mundur dari jabatan menteri ketika bertarung dalam pemilihan presiden 2024 berpasangan dengan Gibran.

Belakangan, Partai Garuda ikut bergabung ke Koalisi Indonesia Maju sebagai pendukung Prabowo-Gibran. Di koalisi ini ada juga Gerindra, PSI, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Gelora. Dukungan koalisi ini memenangkan Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden 2024.

Pengamat politik dari Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menduga berbagai gugatan Garuda itu, termasuk yang terakhir ke MA, merupakan bentuk posisi tawar partai itu di Koalisi Indonesia Maju. “Untuk meningkatkan posisi tawar mereka,” katanya. 

Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi serta Sekretaris Jenderal DPP Garuda Yohanna Murtika belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Sufmi Dasco Ahmad ataupun Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman juga belum membalas permintaan konfirmasi Tempo. 

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan tidak mempersoalkan jika Kaesang diuntungkan oleh putusan MA itu dan ingin berkontestasi dalam pilkada 2024. "Mas Kaesang mau maju jadi apa pun, politik memang begitu," kata Zulkifli setelah membuka rapat pimpinan nasional Barisan Muda Penegak Amanat Nasional, Jumat kemarin.

Adapun Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menghormati putusan MA tersebut. Ia mengatakan putusan itu akan membuka peluang lebih besar bagi anak muda untuk bertarung dalam pilkada.

Serba-Singkat Pengambilan Putusan

Partai Garuda mengajukan permohonan uji materi Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota ke MA pada 22 April lalu. Permohonan itu lantas didistribusikan pada 27 Mei lalu, yakni dengan menunjuk tiga hakim agung yang menanganinya. Ketiganya adalah Yulius sebagai ketua serta dua anggota, yaitu Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi.

Kombinasi foto ketua Majelis Mahkamah Agung Yulius (kanan) bersama anggotanya Yodi Martono Wahyunadi dan Cerah Bangung (kiri). ANTARA/ Galih Pradipta, Dok/ MA,

Tiga hari berselang, ketiganya memutuskan permohonan uji materi tersebut. Mereka mengabulkan permohonan Partai Garuda dengan mengubah frasa pada Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020. Awalnya, pasal ini mengatur batas usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wali kota dihitung sejak penetapan pasangan calon. Lalu MA mengubahnya menjadi batas usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan wali kota dihitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership  Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan putusan serba-singkat itu menjadi tanda tanya publik. Sebab, tidak ada keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses pengambilan putusan. 

Karena itu, kata Neni, sangat wajar publik menduga putusan MA itu untuk memuluskan jalan Kaesang maju dalam pilkada. “Kini peluang itu terbuka lebar tanpa ada hambatan aturan,” ujarnya.

Jubir MA, Suharto, mengatakan putusan peradilan idealnya memang dilaksanakan dengan cepat. "Sesuai dengan asas, ya, ideal itu yang cepat karena asas pengadilan dilaksanakan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan," tuturnya, kemarin.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ricky Juliansyah, Yohanes Maharso Joharsoyo, dan Sultan Abdurrahman berkonstribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus