Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGALIHAN pengelolaan Pelabuhan Pekalongan dari Departemen
Perhubungan ke Departemen Pertanian, sejak '75, sayang tidak
ditunjang program yang memadai. Penahan gelombang (pir) di
sebelah barat muara yang baru saja dibangun sudah rontok
digempur gelombang. Malapetaka yang menenggelamkan biaya Rp 78
juta lebih itu, menurut J. Soenio Adi -- Kepala Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan, hal yang biasa. Di atas bangkai
pir itu kelak ditimbun pir baru lagi, "sampai lima atau enam
kali," katanya tenang.
Bukankah sudah pakai konsultan Prof. Dr. Sosrowinoto ITB?
Pemborong pembuatan pir, Barlim dari CV Unika Pekalongan
menyanggah. "Kami hanya menuruti bestek," tangkisnya.
Pendapatnya memperoleh dukungan dari Walikota Pekalongan -- drs
Soepomo. Terang-terangan sang walikota menyalahkan besteknya.
"Habis, membangun pir kok dengan cara Romo tambak," katanya
kepada TEMPO. Sementara itu Kepala Kanwli Perikanan Jateng ir
Adwin Nirwan membenarkan biang rontoknya pir tadi adalah,
"karena survey dan perencanaan yang salah," tutunya kepada
Dubes Inggeris O'Brien ketika meninjau.
Kandas
Dengan kedalaman muara rata-rata 3,4 m, Bank Pembangunan Asia
memperkirakan kecepatan pendangkalan Pelabuhan Pekalongan 17-20
cm setahun. Tapi ternyata 1975 pendangkalan malah mencapai 40
cm, sedang tahun berikutnya 70 cm setahun. Mungkin angka ini
benar, sebab bukankah bangkai pir itu sendiri ditambah endapan
lumpur akan mempercepat pendangkalan?
Di alur muara hampir setiap tahun tak sedikit kapal nelayan
kandas. Awal Maret lalu KM Serba Lancar juga terduduk. Sepekan
kemudian KM Mekar Jaya, ketika akan melaut mengalami nasib
serupa di dekat Serba Lancar. Tentu para nelayan misuh-misuh.
Tapi kepada siapa?
Juga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang lebih mewah dan besar itu
masih tak mampu menampung hasil tangkapan ikan. Sehari cuma bisa
melayani pelelangan 40 ton, padahal ikan yang diangkat dari laut
70 ton, bahkan pernah mencapai 140 ton. Jangan heran. Armada
trawl di perairan sini tidak banyak dimusuhi. Kalau produksi
ikan dari 1975 11,2 ribu ton, menanjak dengan 17,6 ribu ton dan
18,8 ribu ton pada tahun berikutnya.
Akibat melonjaknya tangkapan, banyak di antara juragan kapal
harus antri sampai 2 hari untuk masuk pelelangan. Main srobot
dengan para petugas pun terjadi. Uang ekstra untuk membeli es,
sebagai pengawet ikan, harus banyak dirogoh. Harga ikan tentu
juga jatuh bangun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo