Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pelabuhan, Siapa Yang Salah?

Hasil tangkapan ikan di pelelangan naik. Sarana pelabuhan pekalongan tidak mendukung. Penahan gelombang hancur, alur pelabuhan makin dangkal dan kapal nelayan kandas. (dh)

12 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGALIHAN pengelolaan Pelabuhan Pekalongan dari Departemen Perhubungan ke Departemen Pertanian, sejak '75, sayang tidak ditunjang program yang memadai. Penahan gelombang (pir) di sebelah barat muara yang baru saja dibangun sudah rontok digempur gelombang. Malapetaka yang menenggelamkan biaya Rp 78 juta lebih itu, menurut J. Soenio Adi -- Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, hal yang biasa. Di atas bangkai pir itu kelak ditimbun pir baru lagi, "sampai lima atau enam kali," katanya tenang. Bukankah sudah pakai konsultan Prof. Dr. Sosrowinoto ITB? Pemborong pembuatan pir, Barlim dari CV Unika Pekalongan menyanggah. "Kami hanya menuruti bestek," tangkisnya. Pendapatnya memperoleh dukungan dari Walikota Pekalongan -- drs Soepomo. Terang-terangan sang walikota menyalahkan besteknya. "Habis, membangun pir kok dengan cara Romo tambak," katanya kepada TEMPO. Sementara itu Kepala Kanwli Perikanan Jateng ir Adwin Nirwan membenarkan biang rontoknya pir tadi adalah, "karena survey dan perencanaan yang salah," tutunya kepada Dubes Inggeris O'Brien ketika meninjau. Kandas Dengan kedalaman muara rata-rata 3,4 m, Bank Pembangunan Asia memperkirakan kecepatan pendangkalan Pelabuhan Pekalongan 17-20 cm setahun. Tapi ternyata 1975 pendangkalan malah mencapai 40 cm, sedang tahun berikutnya 70 cm setahun. Mungkin angka ini benar, sebab bukankah bangkai pir itu sendiri ditambah endapan lumpur akan mempercepat pendangkalan? Di alur muara hampir setiap tahun tak sedikit kapal nelayan kandas. Awal Maret lalu KM Serba Lancar juga terduduk. Sepekan kemudian KM Mekar Jaya, ketika akan melaut mengalami nasib serupa di dekat Serba Lancar. Tentu para nelayan misuh-misuh. Tapi kepada siapa? Juga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang lebih mewah dan besar itu masih tak mampu menampung hasil tangkapan ikan. Sehari cuma bisa melayani pelelangan 40 ton, padahal ikan yang diangkat dari laut 70 ton, bahkan pernah mencapai 140 ton. Jangan heran. Armada trawl di perairan sini tidak banyak dimusuhi. Kalau produksi ikan dari 1975 11,2 ribu ton, menanjak dengan 17,6 ribu ton dan 18,8 ribu ton pada tahun berikutnya. Akibat melonjaknya tangkapan, banyak di antara juragan kapal harus antri sampai 2 hari untuk masuk pelelangan. Main srobot dengan para petugas pun terjadi. Uang ekstra untuk membeli es, sebagai pengawet ikan, harus banyak dirogoh. Harga ikan tentu juga jatuh bangun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus