Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KORBAN Tampomas II mungkin tidak begitu besar, seandainya
operasi penolong SAR (Search & Rescue) bisa lebih lancar.
Marsekal Dono Indarto, Kepala Badan SAR Nasional, mengakui
operasi yang dilakukannya berjalan "lamban".
Kantor Koordinator Rescue II Surabaya di Juanda sebenarnya sudah
menerima permintaan bantuan pada pukul 11.55 hari Senin 26
Januari, dari Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai Tanjungperak.
Tapi baru pukul 13.50 bisa memberangkatkan pesawat Nomad dari
lapangan terbang Juanda.
Rupanya lama juga mencari tempat kecelakaan, hingga si Nomad
baru menemukannya pukul 15.20 WIB. Waktu itu sudah 17 jam
Tampomas II terbakar, dan sudah 19 mayat yang dikuburkan di laut
oleh Kapten Abdul Rivai.
Pesawat berikutnya baru bisa diterbangkan keesokan harinya,
pukul 06.12 WIB. Tapi pesawat ini sudah kembali di Juanda lagi
pukul 09.20 sebelum berhasil memberikan pertolongan secara
langsung. Di dalamnya terdapat Dirjen Perla Pongky Supardjo,
Kepala Kanwil Perhubungan Laut IV dan Kabasarnas Dono Indarto.
Dua lagi pesawat diberangkatkan dari Juanda, tapi juga tak bisa
berbuat banyak. Kali ini antara lain mengangkut juru kamera
TVRI, para wartawan, dirut Pelni, direktur armada Pelni dan
Adpel Tanjungperak.
Menteri Perhubungan Marsekal Roesmin Nuryadin agak kecewa juga
mendengar, bahwa pesawat-pesawat itu justru lebih banyak membawa
penumpang yang bukan anggota SAR. Dua jam setelah rombongan
pejabat itu mendarat kembali di Juanda, seusai mereka melihat
keadaan kapal yang malang itu dari udara, Tampomas II tenggelam.
Basarnas sendiri mengetahui peristiwa itu baru jam 12.45 tanggal
26 Januari. Ketika itu Dono Indarto sedang di Semarang. "Saya
sudah berkali-kali menelepon, tapi tidak sambung," ujar
Saryanto, yang hari itu bertugas di kantor Basarnas di Halim
Perdanakusuma Jakarta. Pukul 06.30 hari Selasa Kepala Basarnas
itu baru berhasil dihubungi.
Banyak yang menyesalkan kelambanan kerja tim SAR selama ini.
Padahal, sebagaimana bisa dilihat dari lalulintas teleks antar
radio yang ada, kapal-kapal yang ada di sekitar Tampomas sudah
menyatakan tidak sanggup menempel Tampomas.
Tempat kecelakaan yang 200 mil dari Surabaya tampaknya
menyulitkan SAR di samping cuaca yang jelek. Tapi sebuah smber
TEMPO menyebutkan masih ada jalan lain -- asal benar-benar
serius. Sumber tadi menyebutkan adanya andasan helikopter di
Pulau Masalembo. yang berjarak sekitar 80 mil dari lokasi
kecelakaan. "Helikopter mestinya beroperasi dari sini, sementara
pesawat lain mendrop bahan bakar ke Masalembo, ujarnya.
Sementara ini teori semacam itu tampaknya masih jauh dari
jangkauan. "Sampai sekarang SAR ini belum punya peralatan
sendiri," kata Dono Indarto. Yang dimiliki baru 4 radio dan dua
buah pesawat teleks. Alat-alat komunikasi seharga Rp 1,5 milyar
baru datang sebaian. Personil memang ada 100 orang tapi
semuanya tenaga staf.
"Kami ini hanya mengkoordinasi. Yang punya alat dan tenaganya
instansi lain," kata Marsekal Dono pula. "Kalau instansi yang
dihubungi tidak segera bergerak kami tidak bisa apa-apa,"
tambahnya.
Dari kejadian ini tampaknya bakal banyak usul dimajukan.
Misalnya, seperti dikatakan Dono sendiri, SAR perlu punya tenaga
dan peralatan lengkap yang langsung di bawah SAR.
Latihan-latihan juga harus diaktifkan di tempat-tempat yang
cukup berat. "Latihan operasi laut memang pernah dilakukan, tapi
di pantai Pasir Putih, sebuah daerah rekreasi di dekat
Situbondo," ujar seorang anggota SAR pada TEMPO.
PARA awak kapal ternyata juga belum tahu banyak tentang SAR.
"Kami perlu diajak latihan," kata seorang ABK KM Sangihe. "Kami
sendiri tidak tahu kalau Masalembo ini termasuk daerah SAR II
Surabaya. Tiap kapal perlu dilengkapi peta SAR," ujar Agus
Sumirat, kapten kapal Sangihe. Yang oleh SAR ditunjuk jadi
koordinator kapal-kapal penolong di hari-hari pertama. Keluhan
lain menyangkut soal telepon. "Kami sulit menghubungi SAR Juanda
karena tidak ada nomor telepon langsung," tambah seorang
petugas pengamanan laut di Surabaya.
Organisasi SAR sendiri sebenarnya sudah cukup hebat. Paling atas
ada Basari, singkatan dari Badan SAR Indonesia. Ada 6 menteri
yang duduk dalam Basari: Perhubungan, Hankam, Luar Negeri, Dalam
Negeri, Sosial dan Keuangan.
Basarnas (Badan SAR Nasional) dahulu Pusarnas (Pusat SAR
Nasional) -- berada di bawah Basari. Di empat daerah --
Jakarta, Surabaya, Ujungpandang dan Biak -- diadakan KKR, alias
Kantor Koordinator Rescue. Di bawahnya lagi masih ada 14 SKR,
kepanjangan dari Satuan Koordinasi Rescue.
Apa boleh buat, kehebatan SAR memang baru sampai pada deretan
nama-nama itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo