Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi mengklaim punya pelbagai bukti kuat untuk menjerat Munarman dalam kasus terorisme.
Bukti itu di antaranya adalah video rekaman dan keterangan sejumlah saksi.
Ahli tentang terorisme menyatakan Densus 88 sangat jeli melihat fakta-fakta keterkaitan seseorang dengan terorisme.
JAKARTA – Kepolisian RI menyatakan memiliki bukti yang kuat untuk menjerat Munarman dalam kasus terorisme. Polisi juga sudah melakukan gelar perkara sebelum menetapkan status Munarman sebagai tersangka. Gelar perkara ini berlangsung pada 20 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, mengatakan barang bukti awal pada saat penetapan tersangka adalah video rekaman dan keterangan dari sejumlah saksi. “Alat bukti selain video rekaman, ada keterangan dari beberapa saksi. Nanti akan kami sampaikan lebih lanjut,” kata Ahmad Ramadhan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan, gelar perkara itu dilakukan lebih dari sekali. Tapi, ketika ditanyai apakah penangkapan Munarman berkaitan dengan penangkapan sebelumnya di Bekasi, Ahmad Ramadhan mengaku belum bisa menyampaikannya. "Sementara belum mendapat perkembangan (keterkaitan dengan pihak lain), nanti kami sampaikan,” ujar dia.
Munarman menunjukkan foto korban terorisme dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, 31 Agustus 2010. TEMPO/Imam Sukamto
Menurut Ahmad Ramadhan, Munarman sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 20 April lalu, sebelum ditangkap pada Selasa lalu. Surat perintah penangkapan dan pemberitahuan penangkapan disampaikan kepada istri Munarman serta sudah diterima dan ditandatangani.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, penangkapan berlaku selama 14 hari terhadap pihak yang diduga melakukan tindakan terorisme dan dapat diperpanjang selama tujuh hari.
Penyidik Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri memiliki waktu 21 hari untuk mendalami keterkaitan Munarman dengan jaringan terorisme. Pasal yang disangkakan kepada Munarman adalah Pasal 14 juncto Pasal 7 dan/atau Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme.
Dugaan keterlibatan Munarman dengan kelompok teror dimulai saat Densus 88 menangkap 19 terduga teroris kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) di Makassar. Kelompok ini berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Selain itu, muncul potongan video dari terduga teroris bernama Ahmad Aulia yang berikrar setia kepada ISIS di Makassar pada Januari 2015. Dalam acara itu, Munarman disebut hadir dan menyatakan dukungannya terhadap Daulatul Islam di Makassar.
Tim Densus 88 Antiteror menangkap Munarman di rumahnya, di kawasan Modern Hills, Pamulang, Tangerang Selatan, pada Selasa lalu. Polisi mengklaim sudah mengantongi bukti, yakni keterlibatan Munarman dalam kegiatan baiat atau ikrar setia kepada kelompok teroris di tiga lokasi, yaitu di Universitas Islam Negeri Jakarta, kegiatan baiat di Makassar, dan baiat di Medan.
Tim Densus 88 juga menggeledah bekas kantor FPI di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat. Di sana, tim menemukan botol plastik berisi cairan triacetone triperoxide (TATP). Cairan itu merupakan aseton yang digunakan untuk bahan peledak. Bahan yang sama juga ditemukan dalam penggeledahan di Condet dan Bekasi pada 29 Maret lalu. Polisi juga menemukan sejumlah tabung berisi serbuk berbahan nitrat jenis aseton, beberapa dokumen, dan atribut FPI.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Muhamad Syauqillah, mengatakan perlu pembuktian apakah benar Munarman ikut melakukan baiat, baik secara sengaja maupun tidak. Ia menjelaskan harus tetap ada asas praduga tak bersalah dalam kasus ini.
Sejauh pengamatannya, penyidik Densus 88 cukup jeli dalam melihat fakta-fakta dan, jika mereka menyatakan seseorang terkait dengan kelompok teror, biasanya hal itu terbukti di pengadilan. “Ketika sudah dibaiat, maka sudah masuk kelompok teror, bisa dipidana. Atau ada para tersangka yang ditangkap yang terhasut ucapan Munarman, bisa dipidana juga,” kata Syauqillah saat dihubungi, kemarin.
Pengamat terorisme, Stanislaus Riyanta, menyatakan penetapan tersangka atas Munarman tidak hanya didasari bukti baiat di tiga lokasi dan penemuan bahan kimia, tapi juga pengembangan penangkapan yang dilakukan di Makassar, Condet, serta Bekasi, beberapa waktu lalu. “Penemuan TATP itu identik mirip dengan barang bukti di Condet dan Bekasi,” kata dia, kemarin.
Tim kuasa hukum Munarman, M. Hariadi Nasution, mengatakan temuan bahan kimia yang dapat dijadikan bahan peledak di bekas markas FPI hanya semacam bahan kimia untuk membersihkan masjid dan musala. Ia menambahkan, bahan-bahan itu dipakai untuk membersihkan rumah ibadah yang terkena banjir dan itu merupakan salah satu kegiatan FPI saat organisasi tersebut masih aktif.
Hariadi mengimbuhkan, Munarman sudah sering mengatakan bahwa ia tidak mengetahui akan ada pembaiatan dalam acara yang dihadirinya pada 2015 di Makassar. “Beliau (Munarman), kan, biasa jadi narasumber,” ucap dia.
ANDITA RAHMA | DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo