Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Operasi Terbaru Menggembosi KPK

Pegiat antikorupsi menentang rencana peleburan KPK-Ombudsman. Upaya terbaru melemahkan komisi antirasuah.

5 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI kalangan aktivis antikorupsi beredar kabar tak mengenakan: pemerintah punya rencana matang menggabungkan Komisi Pemberatasan Korupsi dengan Ombudsman. Kurnia Ramadhana, peneliti Indonesia Corruption Watch, mendengar kabar peleburan KPK-Ombudsman karena pemerintah ingin berfokus mencegah korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurnia mengatakan, jika betul terjadi, rencana tersebut patut diwaspadai. "Saya khawatir peleburan itu bagian dari rancangan besar melemahkan KPK," kata Kurnia, Kamis, 4 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam diskusi publik bertajuk "Pemberantasan Korupsi: Refleksi dan Harapan" yang digelar KPK di Gedung Merah Putih pada Selasa, 2 April lalu, Kurnia juga melontarkan kabar itu. Ia sengaja mengungkapkannya agar Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merespons dan memastikan kebenaran informasi tersebut. "Ini juga sebagai alarm untuk masyarakat," ujarnya.

Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, juga mendengar kabar serupa. Pakar hukum tata negara ini menduga Bappenas hendak meniru konsep Korea Selatan yang menggabungkan tiga lembaga dalam memberantas korupsi. Ketiga lembaga itu adalah Ombudsman, Komisi Independen Antikorupsi, dan Komisi Banding Administrasi. Hasil peleburan tiga lembaga itu adalah Anti-Corruption and Civil Rights Commission atau Komisi Antikorupsi dan Hak-hak Sipil. "Ada kemungkinan mau menyontek Korea Selatan, tapi setting akhir (pemerintah) diduga ingin melemahkan KPK," kata Feri.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga mengungkapkan kabar tersebut dalam acara diskusi pemberantasan korupsi di lembaganya pada Selasa lalu. Ia mengatakan ada kemungkinan KPK dan Ombudsman bergabung dengan fokus utama lembaga tersebut adalah pencegahan korupsi.

"Sejauh ini kami tak mendapat informasi itu, tapi apakah ada kemungkinan? (Jawabnya) ada," kata Alexander. "Kami belajar dari Korea Selatan yang sebelumnya dianggap terlalu punya kuasa dan mengganggu sehingga digabungkan dengan Ombudsman."

Seorang sumber Tempo di Bappenas mengatakan lembaganya memang menyusun konsep Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Dalam konsep tersebut, ada rencana untuk berfokus pada pencegahan korupsi.

Tempo memperoleh dokumen Konsep Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029 yang disusun Bappenas tersebut. Pada bagian Transformasi Tata Kelola, salah satu intervensi yang ditawarkan pemerintah adalah penguatan sistem antikorupsi dengan prioritas pembudayaan antikorupsi, pencegahan korupsi, dan penguatan integritas partai politik. Untuk mewujudkannya, diusulkan revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Partai Politik, dan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pengucapan sumpah keanggotaan Ombudsman RI untuk masa jabatan 2021-2026 di Istana Negara, Jakarta, 22 Februari 2021. BPMI Setpres/Lukas

Ketua Ombudsman RI Muhammad Najih belum mengetahui agenda peleburan KPK-Ombudsman tersebut. Meski begitu, ia mendukung dan menghormati politik hukum yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang. "Wacana peleburan itu kami apresiasi untuk pengembangan pengetahuan dan pembentukan politik hukum yang berkemajuan," katanya, kemarin.

Najih mengatakan selama ini Ombudsman mendukung upaya pencegahan maladministrasi dan korupsi. Ombudsman juga menghormati setiap upaya perbaikan melalui regulasi dan program-program terkait.

Namun, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Bogat Widyatmoko, membantah rencana peleburan KPK-Ombudsman. "Maaf, tidak benar," katanya, kemarin.

Bogat menjelaskan, dalam rancangan awal RPJMN 2025-2045 yang dibuat Bappenas, sistem antikorupsi menjadi salah satu prioritas utama pembangunan Indonesia. Sistem antikorupsi itu terangkum dalam agenda Transformasi Tata Kelola serta agenda Supremasi Hukum, Stabilitas, dan Kepemimpinan Indonesia.

"Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam memperkuat infrastruktur antikorupsi untuk mencapai tata kelola yang lebih baik dan meningkatkan supremasi hukum," ujarnya.

Bogat melanjutkan, dalam rancangan teknokratik RPJMN 2025-2029, sistem antikorupsi didasarkan pada empat pilar strategis, yaitu pembudayaan antikorupsi, pencegahan korupsi, penindakan korupsi, dan pemulihan aset.

Tujuan pembudayaan antikorupsi adalah menanamkan kesadaran tentang pentingnya integritas dan kejujuran di semua lapisan masyarakat. Lalu pencegahan korupsi ditempuh lewat peningkatan transparansi, akuntabilitas, serta pengawasan terhadap proses pemerintahan dan bisnis.

Penindakan korupsi menekankan pada penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku korupsi. Terakhir, pemulihan aset dilakukan dengan jalan mengembalikan kekayaan negara yang dirampas akibat korupsi. "Kementerian PPN/Bappenas tidak pernah menerbitkan pernyataan tentang penggabungan dengan Ombudsman, juga penghapusan bidang penindakan di KPK," ujar Bogat.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana serta Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan belum merespons permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Adapun Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP Billy Esratian meminta Tempo menghubungi Tenaga Ahli Utama KSP Rumadi Ahmad. Tapi Rumadi yang dihubungi tak bersedia berkomentar. "Saya tak mengetahui soal itu," katanya.

Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan 15 petugas Rumah Tahanan KPK yang resmi memakai rompi tahanan di gedung KPK, Jakarta, 15 Maret 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Tolak Peleburan KPK-Ombudsman

Ketua IM57+ Mochamad Praswad Nugraha mengatakan rencana peleburan KPK-Ombudsman menunjukkan keinginan pemerintah makin menghancurkan lembaga antikorupsi, setelah revisi kedua Undang-Undang KPK pada 2019.

Praswad melihat upaya penghancuran KPK itu dilakukan secara sistematis, dari penempatan pemimpin KPK yang bermasalah, revisi UU KPK yang membuat lembaga antirasuah tidak independen, hingga upaya peleburan KPK dan Ombudsman. "KPK pada akhirnya betul-betul dimusnahkan dari sisi core business-nya, yaitu penindakan," ujarnya. 

Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan rencana peleburan tersebut harus didasarkan pada kajian matang. Kajian itu harus memiliki argumentasi berbasis data dan logika solid yang bertujuan menguatkan pemberantasan korupsi. "Memang variasi model pemberantasan korupsi banyak sekali," katanya.

Zaenur berpendapat, usulan peleburan kedua lembaga itu dapat diterima jika indeks prestasi korupsi sudah sangat rendah. Selain itu, penegak hukum yang diberi tugas penindakan sudah menjadi lembaga profesional dan bersih dari korupsi. "Bila prasyarat itu terpenuhi, peleburan bisa saja," ujarnya.

Namun Zaenur melihat berbagai syarat tersebut belum terpenuhi. Karena itu, ia khawatir rencana peleburan kedua lembaga tersebut justru akan memicu korupsi makin merajalela. "Kalau dilakukan, sama saja mematahkan pemberantasan korupsi," ucapnya.

Zaenur menjelaskan, kehadiran KPK adalah membawa semangat reformasi, yaitu memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebab, dua lembaga penegak hukum, yakni Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung, dianggap tidak berfungsi dengan baik dalam memberantas korupsi. Karena itu, pemerintah membentuk KPK sebagai lembaga independen. Namun independensi KPK perlahan-lahan dipereteli. "Apalagi pasca-revisi Undang-Undang KPK yang menempatkan KPK sebagai lembaga eksekutif," katanya.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai rencana peleburan KPK-Ombudsman merupakan bentuk kemunduran pemberantasan korupsi. "Itu sama saja membubarkan KPK perlahan-lahan," ujarnya.

Herdiansyah berpendapat, kebutuhan KPK tak bisa dipenuhi dengan jalan meleburkannya dengan Ombudsman. Hal yang dibutuhkan KPK adalah kewenangan dan independensinya seperti sebelum revisi kedua Undang-Undang KPK. "Kalaupun dipaksa lebur, fungsi penindakan jangan diamputasi," katanya. Ia menyarankan peleburan KPK-Ombudsman dilakukan dengan mengintegrasikan tugas dan fungsi Ombudsman ke KPK.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus