Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahkamah Konstitusi menjadwalkan putusan sengketa pemilihan presiden 2024 pada Senin depan.
Ada tiga permasalahan utama yang menjadi fokus pembahasan selama sidang sengketa pemilihan presiden.
Semua kubu pasangan calon optimistis permohonannya dikabulkan.
MAHKAMAH Konstitusi menjadwalkan pembacaan putusan sengketa pemilihan presiden 2024 digelar pada Senin pekan depan, 22 April 2024. Sejumlah pakar hukum tata negara memprediksi berbagai putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang mungkin dikeluarkan Mahkamah Konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, mengatakan ada tiga permasalahan utama yang menjadi fokus pembahasan selama sidang sengketa pemilihan presiden. Pertama, ihwal cacat formil penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum. Kedua, dugaan penyelewengan bantuan sosial untuk memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ketiga, dugaan pengerahan aparatur negara untuk memenangkan pasangan calon Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para hakim sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 27 Maret 2024. TEMPO/Subekti.
Yance menuturkan, selama sidang sengketa, Mahkamah Konstitusi secara intensif membahas masalah pertama dan kedua. “Dari tiga isu tersebut, hal yang mungkin bagi Mahkamah Konstitusi adalah mendiskualifikasi pencalonan karena adanya dugaan manipulasi syarat pencalonan wakil presiden,” kata Yance saat dihubungi Tempo pada Kamis, 18 April lalu.
Sengketa hasil pemilihan presiden 2024 diajukan dua pasangan calon presiden dan wakilnya, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Dalam permohonan ke Mahkamah Konstitusi, kedua pasangan calon itu menyebutkan adanya dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Dugaan kecurangan itu antara lain adanya penyaluran bansos dan pengerahan aparatur negara yang dinilai mempengaruhi para pemilih serta memenangkan salah satu pasangan calon. Mereka juga mempersoalkan KPU perihal pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden. Pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi ini dianggap cacat formil.
Yance Arizona menuturkan, selama sidang di Mahkamah Konstitusi, saksi dan ahli yang dihadirkan oleh kedua kubu pasangan calon cukup meyakinkan saat menunjukkan adanya dugaan manipulasi syarat pencalonan Gibran. Kedua kubu pasangan calon menyebutkan belum ada perubahan peraturan KPU saat Gibran mendaftar sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Ihwal dalil penggunaan bansos sebagai alat kampanye, Yance ragu hal tersebut akan digunakan hakim konstitusi sebagai landasan untuk memutus sengketa tersebut. Sebab, ada bantahan dari empat menteri saat persidangan.
Majelis hakim konstitusi meminta empat menteri, yakni Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini, hadir dalam sidang sengketa pilpres 2024. Selama persidangan sengketa tersebut, majelis hakim konstitusi menanyakan ihwal penyaluran bansos hingga menjelang Pemilu 2024.
Yance menilai bantahan dari para menteri bahwa bansos tidak berhubungan dengan Pemilu 2024 dianggap bisa mempengaruhi keyakinan para hakim. “Sebenarnya hal ini bisa diperdalam lagi kalau Mahkamah Konstitusi meminta Presiden Jokowi hadir dan memberikan keterangan. Namun hal tersebut tidak dilakukan Mahkamah,” ujarnya.
Ihwal dugaan keterlibatan aparatur pemerintah dalam memobilisasi pemilih, Yance juga menilai hal itu tidak begitu kuat didalilkan oleh dua kubu pasangan calon sebagai pemohon. Yance melihat tidak ada bukti memadai yang menunjukkan adanya mobilisasi pemilih oleh aparatur pemerintah untuk memenuhi unsur pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif.
Dari fakta selama persidangan, Yance memprediksi berbagai amar putusan yang mungkin dikeluarkan Mahkamah Konstitusi pada Senin mendatang. Pertama, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan karena kedua pasangan calon tidak menjadikan sengketa hasil penghitungan pemilu sebagai pintu masuk perkara ini. Merujuk pada sengketa pilpres pada 2004, 2009, 2014, dan 2019, semua pemohon memasukkan dalil sengketa penghitungan hasil pemilu. Meskipun mereka juga memasukkan dugaan kecurangan selama proses pemilu dalam permohonan mereka.
Kedua, Yance melanjutkan, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak permohonan kedua kubu pasangan calon karena tidak terbukti terjadinya manipulasi syarat pencalonan pasangan Prabowo-Gibran. Majelis hakim konstitusi ada kemungkinan juga menolak dalil pelanggaran yang disebut terstruktur, sistematis, dan masif akibat penyaluran bansos serta intervensi aparatur pemerintah.
Prediksi putusan ketiga, kata Yance, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan dan mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran atau hanya Gibran dalam pemilihan presiden. Pertimbangannya, majelis menilai terjadi manipulasi syarat pencalonan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 serta penerimaan pendaftaran oleh KPU yang dilakukan sebelum mengubah peraturan KPU.
Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diketok Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman disebut-sebut melanggengkan Gibran maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo. Anwar adalah ipar Presiden Jokowi. Belakangan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan sanksi etik terhadap Anwar, yakni dicopot sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi dan dilarang menangani sengketa pilpres 2024. KPU sebagai penyelenggara pemilihan juga disebut tidak mengubah peraturan internal setelah keluarnya putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. KPU hanya memberi tahu ketua partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat ihwal adanya putusan tersebut, kemudian menerima pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran.
Menurut Yance, dampak jika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan tersebut adalah dilakukannya pemilu ulang. “Dampaknya, pemilihan ulang tanpa pasangan calon Prabowo-Gibran atau tanpa Gibran saja dengan memberikan kesempatan kepada Prabowo mencari calon wakil presiden pengganti,” tutur Yance.
Namun, Yance berpendapat, dampak putusan tersebut akan membuat situasi menjadi rumit karena harus menentukan jadwal pemilu ulang dan ada kemungkinan pemilu berlangsung dalam dua putaran. Apalagi di tengah jadwal pelantikan presiden baru yang sudah ditetapkan pada 20 Oktober 2024.
Alternatif yang mungkin dilakukan, Mahkamah Konstitusi tetap menyatakan Prabowo sebagai presiden terpilih. Namun Prabowo harus mencari pengganti calon wakil presiden karena syarat pencalonan Gibran dianggap tidak memenuhi syarat lantaran diduga ada manipulasi. “Presiden terpilih bisa mengusulkan dua nama calon wakil presiden untuk dipilih dalam rapat paripurna MPR,” kata Yance.
Prediksi amar putusan keempat adalah Mahkamah Konstitusi bisa menyatakan agar dilakukan pemungutan suara ulang di tempat-tempat tertentu. Misalnya di tempat pemberian bansos oleh Presiden Jokowi yang ditengarai terjadi secara masif di beberapa daerah.
Yance menuturkan, melihat kembali putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, komposisi dan sikap para hakim dalam memutus terbelah. Kondisi ini mungkin sama seperti perkara sengketa pilpres 2024. Dari delapan hakim konstitusi, Yance memprediksi tiga hakim konstitusi menyatakan tidak setuju atas perubahan syarat usia calon wakil presiden. Tiga hakim ini adalah Suhartoyo, Saldi Isra, dan Arief Hidayat.
Sedangkan tiga hakim lainnya setuju atas syarat usia, meski berbeda tingkatan. Mereka adalah Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Adapun dua hakim konstitusi baru, yakni Ridwan Mansyur dan Arsul Sani, belum diketahui sikapnya dalam sengketa pilpres 2024. “Jadi peluangnya masih 50 : 50, fifty-fifty,” tutur Yance.
Lapak penjual foto Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di kawasan Pasar Baru, Jakarta, 6 April 2024. TEMPO/Martin Yogi
Dihubungi secara terpisah, pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, pesimistis Mahkamah Konstitusi bakal mengabulkan permohonan diskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran. Sebab, Mahkamah Konstitusi sulit mengabulkan permohonan sengketa pemilihan presiden karena tersandera sendiri oleh putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Herdiansyah memprediksi permohonan dua kubu kemungkinan besar ditolak disertai amar baru dalam putusannya. Amar tersebut berupa saran untuk mencegah penyalahgunaan bansos, mobilisasi aparat, dan cawe-cawe presiden dalam pemilu selanjutnya. “Permohonan kubu 01 Anies-Muhaimin dan kubu 03 Ganjar-Mahfud akan ditolak. Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan amar baru demi penyelenggaraan pemilu mendatang,” ujarnya, kemarin.
Herdiansyah juga menyoroti konsistensi ketiga hakim konstitusi yang memberikan dissenting opinion dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dia mempertanyakan kemungkinan hakim yang sebelumnya menolak syarat usia pencalonan calon wakil presiden dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu bakal konsisten dalam perkara sengketa pilpres 2024. Sebab, kata Herdiansyah, ada dinamika politik kelembagaan dalam perkara tersebut.
Herdiansyah juga menilai sikap dua hakim konstitusi yang baru, Arsul Sani dan Ridwan Mansyur, akan berpengaruh terhadap putusan nanti. “Setiap hakim tentu punya pandangan masing-masing. Namun, jika membaca kehadiran kedua hakim baru ini, sepertinya mereka akan ikut arus menolak permohonan para pemohon,” ujar Herdiansyah.
Adapun hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, saat dihubungi, enggan memberikan tanggapan dan berkomentar banyak ihwal persyaratan pencalonan Gibran akan menjadi pertimbangan utama putusan nanti. “Mohon maaf, ini berhubungan dengan rahasia rapat permusyawaratan hakim. Jika bocor, kami terkena sanksi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Mohon bersabar, ya,” ujar Enny melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, kemarin.
Setali tiga uang, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra juga menolak berkomentar banyak. “Mohon tidak membahas atau menanyakan perkara,” kata Sardi melalui pesan pendek.
Optimisme dari Kubu Pasangan Calon
Dalam kesempatan terpisah, anggota tim hukum pasangan Prabowo-Gibran, Fahri Bachmid, yakin Mahkamah Konstitusi akan menolak permohonan kubu 01 dan 03. Alasannya, kedua pemohon tidak memasukkan perbandingan penghitungan hasil pemilu versi mereka dengan hasil pemilu yang ditetapkan oleh KPU. Menurut Fahri, mereka hanya mempersoalkan sengketa proses pemilu.
Fahri mengatakan tim kuasa hukum pasangan calon 01 dan 03 justru lebih banyak menunjukkan dugaan pelanggaran pemilu, seperti penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau program kerja pemerintah, termasuk bansos, serta ketidaknetralan aparatur negara, seperti TNI-Polri ataupun pejabat kepala daerah. “Hal itu hakikatnya adalah pelanggaran pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang seharusnya dilaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu,” ujar Fahri kepada Tempo, kemarin.
Ia juga mengatakan pelanggaran pemilu yang didalilkan kedua kubu seharusnya menjadi wewenang Bawaslu. Bawaslu akan memilah apakah pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran administrasi, sengketa administrasi, atau pidana pemilu. Setelah dipilah, Bawaslu akan menyerahkan kasus sengketa pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), KPU, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau diserahkan ke aparat penegak hukum terpadu. “Tim kuasa hukum kubu 01 dan 03 secara kasatmata mencampuradukkan sengketa pemilu dengan perselisihan hasil pemilu,” ujarnya.
Adapun tim hukum pasangan calon Anies-Muhaimin, Ari Yusuf Amir, yakin Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan mereka. Sebab, majelis hakim konstitusi selama persidangan dinilai secara proaktif menggali adanya dugaan kecurangan pemilu. “Dengan tindakan hakim memenuhi permintaan kami memanggil para menteri, hal itu menunjukkan adanya kesungguhan di antara mereka,” kata Ari Yusuf, kemarin.
Ari menegaskan syarat pencalonan Gibran memang paling banyak disorot selama persidangan sengketa pemilihan presiden. Menurut Ari, pencalonan Gibran menjadi akar permasalahan adanya kecurangan yang disebut terstruktur, sistematis, dan masif. Ia mengatakan proses Mahkamah Konstitusi memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 juga dinilai bermasalah karena dugaan manipulasi demi meloloskan Gibran sebagai calon wakil presiden.
Tim hukum Anies-Muhaimin menyatakan pokok permohonan utama mereka adalah tidak sahnya pendaftaran Gibran sebagai bakal calon wakil presiden karena KPU tidak mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023. Keputusan KPU Nomor 1632/2023 yang menetapkan pencalonan Gibran masih merujuk pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023.
Salah satu pokok peraturan tersebut mensyaratkan usia paling rendah 40 tahun bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Gibran, saat pendaftaran, masih berusia 36 tahun. “Tidak terpenuhinya syarat usia mengakibatkan pencalonan bisa dibatalkan, meskipun proses pemungutan suara sudah selesai,” kata Ari.
Kepala Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, juga optimistis permohonan mereka dikabulkan karena putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 dinilai cacat secara etika dan hukum. Hal itu, kata Todung, dibuktikan dengan adanya sanksi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terhadap Anwar Usman. Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 dianggap cacat etika dan hukum, tapi tidak dikoreksi oleh KPU. “KPU malah justru menjalankan putusan itu,” kata Todung.
Menurut Todung, pelanggaran seperti ini tidak boleh dibiarkan dan bahkan disahkan. Sebab, membiarkan dan membenarkan putusan yang salah akan memiliki konsekuensi dalam kehidupan bernegara. Todung juga yakin komposisi para hakim konstitusi cenderung akan mengabulkan permohonan gugatan. Todung kembali merujuk pada putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Menurut dia, selain tiga hakim yang menolak syarat usia pencalonan Gibran, hakim konstitusi Enny dan Daniel memberikan concurring opinion yang memperbolehkan calon berusia di bawah 40 tahun dengan syarat minimal gubernur. Pendapat mereka tidak menguntungkan Gibran, yang saat itu menjabat wali kota. “Tanpa ingin mendahului dan berspekulasi, para hakim konstitusi paham betul bahwa putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu sebenarnya tidak bisa dipertahankan,” ujar Todung.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan ini