Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat segera menyerahkan kajian PPHN kepada pimpinan MPR.
Badan Pengkajian MPR menghapus pilihan membangkitkan haluan negara lewat amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
PKS pesimistis PPHN bisa dirampungkan pada tahun ini.
JAKARTA — Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat segera menyerahkan kajian Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) kepada pimpinan MPR. Ketua Badan Pengkajian MPR, Djarot Saiful Hidayat, menuturkan, pekan depan, timnya akan menemui pimpinan MPR untuk menyampaikan progres kajian. "Kami berharap Juli selesai. Lalu hasil akhirnya diserahkan ke pimpinan MPR,” kata Djarot kepada Tempo, Kamis, 2 Juni 2022.
Djarot menerangkan, saat ini kajian mengenai bentuk hukum PPHN telah disepakati. Bentuk hukum PPHN yang semula ada tiga kini menyusut menjadi dua pilihan, yakni melalui pembentukan undang-undang dan Tap MPR. "Kami sepakat haluan negara ini tidak lewat amendemen terbatas UUD 1945," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Badan Pengkajian MPR juga sudah bulat menghapus pilihan membangkitkan haluan negara lewat amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Alasannya, amendemen terbatas berpeluang membuka kotak pandora dan dikhawatirkan bisa merembet jauh. Djarot mengatakan Badan Pengkajian tak ingin ada penumpang-penumpang gelap yang memanfaatkan amendemen terbatas untuk mengubah pasal-pasal lainnya di luar PPHN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Djarot Saiful Hidayat. Dok Tempo/Fakhri Hermansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Djarot, secara substansi, PPHN harus mampu memberikan arah untuk menyamakan visi dan misi negara. Visi-misi Indonesia itu, kata dia, termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya haluan negara, ia berharap, saat pemilihan presiden digelar, semua calon memiliki visi dan misi yang sama. "Cuma bagaimana calon menurunkan visi-misi itu ke dalam program dan kebijakan,” katanya. “Begitu juga (untuk pemilihan) kepala daerah sehingga tidak ada perbedaan visi-misi dari pusat sampai daerah."
Sebelumnya, PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai NasDem sepakat mengamendemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN. Sementara itu, partai lainnya menolak amendemen terbatas. PDI Perjuangan lalu balik badan ketika muncul wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang bisa direalisasi lewat amendemen terbatas. Belakangan, partai-partai yang semula mendukung amendemen UUD 1945 mengikuti jejak PDI Perjuangan.
Anggota Tim Perumus PPHN, Syaifullah Tamliha, mengatakan keputusan untuk menolak amendemen ditetapkan dalam rapat terakhir sebelum reses, dua pekan lalu. Keputusan itu diambil secara mufakat antara tim perumus dan Badan Pengkajian MPR.
Menurut Tamliha, tim perumus saat ini sudah masuk dalam pembahasan isi PPHN. Adapun, secara umum, isi PPHN itu merumuskan tentang cita-cita bangsa dan negara Indonesia. “Itu menjadi konstitusi negara dalam PPHN sehingga, siapa pun presiden dan MPR, tidak boleh keluar dari situ," ucap Tamliha.
Anggota Tim Perumus PPHN Syaifullah Tamliha. Dok Tempo/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Hari ini tim perumus berencana menggelar rapat untuk membahas substansi PPHN. Dalam rapat ini, tim akan meminta pendapat dari dari para pakar. Hasil pembahasan itu akan diserahkan oleh Badan Pengkajian MPR kepada pimpinan MPR dalam rapat gabungan fraksi dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah. "Kami berharap (dokumen diserahkan) sebelum sidang tahunan MPR (selesai), biar bisa dibacakan di paripurna MPR," kata dia.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid pesimistis PPHN bisa dirampungkan pada tahun ini. Alasannya, dengan hilangnya opsi amendemen UUD 1945, peluang haluan negara bisa selesai pada tahun ini semakin tipis. Apalagi saat ini MPR tidak bisa lagi membuat ketetapan yang bersifat mengatur keluar. "Kami punya hak mengatur ke dalam. Kalau mengatur PPHN ini tidak mungkin," ujar dia.
Menurut Hidayat, satu-satunya pilihan yang mungkin bisa dilakukan untuk menghadirkan PPHN adalah lewat undang-undang. Namun waktu untuk membuat undang-undang PPHN terlalu sempit. "Undang-undang kan mekanismenya panjang lagi karena yang bikin DPR, bukan MPR,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini. “Kalaupun MPR memberi usul, apakah DPR mau menindaklanjuti?"
Jika tidak memungkinkan dibuat pada tahun ini, kata Hidayat, pembahasan PPHN bisa dilanjutkan pada periode berikutnya. "Kalau amendemen tidak bisa, Tap MPR tidak bisa, undang-undang susah, ya tunggu periode selanjutnya," kata dia.
MAYA AYU PUSPITASARI | RUSMAN PARAQBUEQ
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo