Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia atau HWDI mencatat terdapat 142 peristiwa kekerasan yang menimpa perempuan disabilitas di sebelas provinsi pada periode 2017-2019. Dari 142 kasus kekerasan tersebut, yang paling dominan adalah pemerkosaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebanyak 33 persen kasus kekerasan yang dialami perempuan disabilitas adalah pemerkosaan," kata Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Maulani Rotinsulu dalam konferensi pers yang diadakan Selasa, 20 Oktober 2020. Selain pemerkosaan, kasus kekerasan berbasis gender yang menimpa perempuan disabilitas adalah diskriminasi sebanyak 20 persen, kekerasan fisik sebanyak 17 persen, kasus eksploitasi seksual sebanyak 9 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ilustrasi penyandang disabilitas atau difabel. REUTERS | Rafael Marchante
Ada pula Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT sebanyak 8 persen, kasus pelecehan seksual sebanyak 7 persen, kekerasan psikis sebanyak 5 persen, serta tindakan kejam dan tidak manusiawi 1 persen. "Jumlah tertinggi pelaku kekerasan berbasis gender kepada perempuan disabilitas adalah keluarga," katanya. Menyusul teman dan tetangga sebagai pelaku kekerasan terhadap perempuan disabilitas. Dan pelaku dalam posisi ketiga adalah aparatur, seperti guru dan petugas keamanan sekolah.
Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia menemukan dari 143 peristiwa kekerasan berbasis gender tersebut, hanya 27 kasus yang berhasil diselesaikan secara hukum. Sisanya, ada kasus hukum yang tidak terekspos, menghadapi proses hukum yang berbelit-belit, dan dimediasi secara kekeluargaan. "Penyelesaian dengan cara kekeluargaan biasanya korban dinikahkan dengan pelaku kekerasan terhadapnya," ujar Maulani.