Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Tenaga medis semakin banyak yang tumbang selama empat bulan masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Karena itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Daeng Muhammad Faqih, mendesak pemerintah agar segera membangun fasilitas kesehatan darurat atau rumah sakit darurat di daerah zona merah.
Ia mengatakan keberadaan fasilitas kesehatan darurat tersebut akan mengurangi beban tenaga kesehatan dalam merawat pasien Covid-19. “Keberadaan fasilitas kesehatan darurat ini sangat dibutuhkan,” kata dia, kemarin.
Daeng mengapresiasi langkah pemerintah Jawa Timur yang menyediakan rumah sakit darurat di Jalan Indrapura, Surabaya. Kapasitas rumah sakit darurat itu sebanyak 271 tempat tidur dan dapat ditingkatkan hingga 512 tempat tidur.
Namun, kata Daeng, langkah ini belum memadai karena angka kasus aktif di Jawa Timur sangat tinggi, bahkan sudah melebihi DKI Jakarta. Maka, dia meminta pemerintah seharusnya membangun fasilitas kesehatan darurat di setiap kabupaten atau kota yang berstatus zona merah. “Jika pasien menumpuk di rumah sakit, risiko infeksi silang dari pasien ke dokter atau sebaliknya bakal menguat,” katanya.
Daeng juga menyarankan agar pemerintah segera memetakan jumlah peralatan dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Pemetaan itu akan menjadi dasar dalam pemberian bantuan. Ia juga meminta pemerintah tak membedakan rumah sakit rujukan dan non-rujukan.
Selain itu, ujar Daeng, IDI sering mengimbau kepada dokter agar membuka praktik secara daring, mengunakan alat pelindung diri secara lengkap, berhati-hati saat menggunakan ruang ganti alat pelindung, serta membersihkan tempat rapat petugas kesehatan.
Senada, Ketua Umum Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia, Harif Fadhillah, menyarankan agar pemerintah menambah tempat perawatan darurat. Sebab, pasien yang menumpuk di ruang gawat darurat ataupun ruang isolasi dapat memperburuk kondisi fisik dan mental para perawat. Di samping fasilitas perawatan, Harif berharap pemerintah menyediakan rumah singgah bagi perawat yang dilengkapi sarana transportasi ke tempat kerja.
Harif mengaku lembaganya menerima banyak keluhan dari perawat yang jenuh karena berjibaku dengan pasien Covid-19 di ruang isolasi selama berbulan-bulan. Solusi yang diberikan lembaganya adalah menyediakan layanan konsultasi psikologi secara gratis kepada perawat. "Kami bekerja sama dengan pihak ketiga menyediakan layanan gratis," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia, Ichsan Hanafi, mengakui banyak rumah sakit di episentrum wabah yang kelebihan beban. Kondisi itu membuat beban dokter ikut bertambah. Untuk menguranginya, rumah sakit mengurangi jadwal praktik dokter spesialis non-paru. Kebijakan lain, dokter yang tidak mendapat giliran berjaga akan diminta beristirahat di rumah.
"Jumlahnya kami batasi hanya untuk melayani yang emergency sehingga dokter bisa lebih fit," katanya.
Ichsan mengatakan kebijakan tersebut sulit berjalan efektif jika jumlah pasien non-corona tidak berkurang. Ia berharap masyarakat dengan gangguan kesehatan ringan menunda pengobatan di rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan lainnya.
Juru bicara penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan pemerintah sudah menyediakan rumah sakit darurat di Jawa Timur. Tapi, untuk daerah lain, Yuri berharap pemerintah daerah di zona merah memperkuat penanganan pandemi berbasis komunitas. Caranya, mengandalkan petugas puskesmas di garis terdepan. Langkah ini diharapkan mampu mengurangi beban rumah sakit.
"Mayoritas pasien kan mengeluhkan gejala ringan atau tak bergejala sama sekali. Karena itu, lebih baik terapkan protokol isolasi mandiri yang sudah ada," kata Yuri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ROBBY IRFANY
Berbagi Beban dengan Rumah Sakit Darurat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo