Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Peneliti LIPI Minta Jokowi Menolak TNI Aktif di Jabatan Sipil

Jokowi diminta lebih konsisten dalam memutuskan cita-cita reformasi terkait dwifungsi TNI.

1 Maret 2019 | 14.44 WIB

Presiden Jokowi (tengah) disaksikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (kedua kiri) ber swafoto bersama prajurit TNI dalam acara pengarahan di Universitas Jambi, Jambi, Ahad, 16 Desember 2018. Pada pengarahan kepada 3.500 Babinsa tersebut presiden menegaskan bahwa tunjangan bagi Babinsa akan segera cair. ANTARA/DESCA LIDYA NATALIA
Perbesar
Presiden Jokowi (tengah) disaksikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (kedua kiri) ber swafoto bersama prajurit TNI dalam acara pengarahan di Universitas Jambi, Jambi, Ahad, 16 Desember 2018. Pada pengarahan kepada 3.500 Babinsa tersebut presiden menegaskan bahwa tunjangan bagi Babinsa akan segera cair. ANTARA/DESCA LIDYA NATALIA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, meminta ketegasan sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menolak wacana perluasan jabatan bagi perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Haris mengatakan wacana ini berpotensi besar membuat dwifungsi TNI dapat berlaku kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini pada dasarnya bukan hanya tidak sesuai dengan keniscayaan supremasi sipil, tapi juga mengkhianati agenda reformasi kita," ujar Haris dalam diskusi yang digelar di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Maret 2019.

Penambahan jabatan ini mencuat setelah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyebut terdapat ratusan perwira tinggi TNI yang saat ini menganggur. Perluasan dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Haris menilai langkah revisi ini belum perlu dilakukan untuk saat ini. Revisi itu ia anggap hanya akan membuka kotak pandora dan memungkinkan dwifungsi TNI terjadi.

"Jika ada peluang TNI aktif duduk di jabatan sipil (lewat revisi), kemudian ditambah-tambah jabatannya, lama-lama habis semua, dan (TNI) bisa masuk (di semua posisi). Itu artinya dwifungsi TNI dihidupkan kembali lewat revisi UU TNI. Saya pikir kita mesti tolak itu," kata Haris.

Haris mencontohkan penunjukan Letnan Jenderal Doni Monardo sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) oleh Jokowi. Langkah ini ia sebut juga berbelok dari aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Presiden Jokowi harusnya bisa lebih tegas, juga bisa lebih konsisten dalam memutuskan cita-cita reformasi itu sendiri. Yang salah satu cita-citanya tak lain adalah penghapusan dwifungsi TNI," kata Haris.

Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto ingin menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di internal serta ke kementerian lainnya. Jabatan baru ini salah satunya bertujuan untuk menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI.

Dengan perluasan ini, diharapkan perwira tinggi dan perwira menengah yang tanpa jabatan itu akan berkurang dari 500 orang menjadi 150 sampai 200 orang.

EGI ADYATAMA | SYAIFUL HADI

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus