Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Peneliti Sebut Kemenangan Dinasti Jokowi pada Pemilu adalah Kekalahan Demokrasi

Eep Saefulloh, yang merupakan konsultan politik pendamping Jokowi pada 2014, mengatakan demokrasi harus diperbaiki secara tahap demi tahap.

11 Januari 2024 | 04.02 WIB

Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (tidak dalam gambar) menyampaikan pernyataan bersama di Istana Malacanang, di Manila, Filipina, 10 Januari 2024. Ezra Acayan/Pool via REUTERS
Perbesar
Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (tidak dalam gambar) menyampaikan pernyataan bersama di Istana Malacanang, di Manila, Filipina, 10 Januari 2024. Ezra Acayan/Pool via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Polmark Research Centre Eep Saefulloh mengatakan kemenangan dinasti Presiden Joko Widodo atau Jokowi di pemilu 2024 merupakan kekalahan bagi demokrasi. Ia menyatakan demokrasi harus diperbaiki secara tahap demi tahap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Eep menyampaikan ini dalam diskusi yang digelar daring pada Selasa, 9 Januari 2024 bertajuk ‘Masa Depan Demokrasi jika Dinasti Jokowi menang’. Pemilu, menurutnya, bisa menjadi langkah awal bagi siapa pun yang percaya pada sistem demokratis untuk mengubah kekuasaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilu termasuk pemilihan presiden akan diadakan pada 14 Februari 2024. Putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan calon presiden Prabowo Subianto untuk berhadapan dengan rivalnya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

“Jika Jokowi menang, maka demokrasi kalah,” kata Eep, yang merupakan konsultan politik pendamping Jokowi pada 2014. “Tidak ada jaminan juga saat Ganjar atau Anies menang itu bisa disebut kemenangan demokrasi. Prinsipnya, demokrasi harus terus diperjuangkan.”

Presiden tidak pernah terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon di pilpres 2024. Gibran – cawapres Prabowo, bagaimana pun dinilai banyak kalangan sebagai representasi dinasti Jokowi. Wali Kota Solo berusia 36 tahun melenggang ke kontestasi pilpres dengan diwarnai putusan kontroversial di Mahkamah Konstitusi, yang saat itu dipimpin pamannya Anwar Usman soal ambang batas usia 40 tahun.

Belakangan, kubu Prabowo mengklaim mendapat dukungan terang-terangan dari Jokowi. Prabowo, yang saat ini merupakan Menteri Pertahanan, menamakan dan mencap Koalisi Indonesia Maju sebagai ‘Tim Jokowi’. Keadaan ini mencuatkan kekhawatiran soal netralitas presiden dan jajaran aparat hingga ancaman lain terhadap demokrasi yang muncul setelah pemilu.

Dalam diskusi pada Selasa, Eep mengatakan demokrasi di satu sisi memungkinkan tata hidup yang lebih demokratis. Namun, di sisi lain, dalam gagasan demokrasi juga dipercaya setiap orang berpotensi dapat memperjuangkan kepentingan sempit.

Oleh sebab itu, Eep mengatakan, setelah mengalahkan Jokowi dalam jangka pendek tercapai, maka perlu merancang langkah yang lebih menengah seperti membatasi kekuasaan presiden di akhir masa jabatannya. Ia juga berpendapat pentingnya merehabilitasi demokrasi dengan pembenahan tata perundang-undangan yang sudah rusak seperti UU KPK hingga Omnibus Law. “Dalam demokrasi, inilah pertarungan yang tidak pernah selesai,” kata Eep.

Daniel Ahmad Fajri

Bergabung dengan Tempo pada 2021. Kini reporter di kanal Nasional untuk meliput politik dan kebijakan pemerintah. Bertugas di Istana Kepresidenan pada 2023-2024. Meminati isu hubungan internasional, gaya hidup, dan musik. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus