Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Berita Tempo Plus

Kelelawar Malam di Panti Asuhan

Sejumlah anak di Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Depok mengalami perundungan seksual yang diduga dilakukan seorang biarawan Katolik. Pengakuan korban dan saksi kepada Tempo.

22 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Ilustrasi anak korban pelecehan seksual. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi anak korban pelecehan seksual. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Angelo Ngalngola, biarawan dari tarekat BSMC, Filipina, diduga melakukan pelecehan seksual.

  • Sejumlah anak Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani mengaku dibikin tak sadarkan diri sebelum dilecehkan.

  • Sempat ditahan sekitar tiga bulan karena kasus pelecehan, Bruder Angelo dibebaskan polisi.

AHAD, 8 September 2019.

Malam itu, Fransiskus—bukan nama sebenarnya—langsung terlelap setelah ibadat malam bersama teman-temannya di Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani, Depok, Jawa Barat. Badannya terasa sangat letih, meski biasanya dia begadang sampai larut. Sepanjang hari, Fransiskus berbelanja kebutuhan panti di sejumlah toko swalayan bersama Lukas Lucky Ngalngola. Biasa dipanggil Angelo, dia adalah bruder, biarawan Katolik, yang memimpin panti asuhan itu.

Menjelang dinihari pada 9 September 2019, Fransiskus tiba-tiba terbangun karena merasakan keanehan di tubuhnya. Dalam gelap, dia melihat Bruder Angelo sedang mencabulinya dari samping ranjang. Fransiskus memberontak. Angelo, laki-laki kelahiran Maluku 46 tahun silam, kabur dari kamar di lantai dua rumah kontrakan di Perumahan Mutiara Depok, Jawa Barat, itu.

Dengan lutut gemetar setelah dilecehkan, Fransiskus mengejar Angelo sampai ke tangga. “Apa yang Bruder lakukan barusan? Mengapa tega melakukan hal itu kepada saya?” kata Fransiskus menceritakan kembali peristiwa itu kepada Tempo pada Selasa, 18 Agustus lalu.

Menurut Fransiskus, Angelo awalnya membantah melakukan pelecehan dan berdalih sekadar menyingkap selimut dan mengontrol tujuh anak asuh di satu kamar itu. Dicecar terus oleh Fransiskus, Angelo akhirnya mengakui perbuatannya. Ia pun memohon ampun. “Bolehkah saya mencium kakimu sebagai ungkapan maaf?” ujar Fransiskus menirukan ucapan Angelo.

Tak menggubris permintaan Angelo, Fransiskus lantas pergi ke kamar seorang ibu yang membantu masak di panti itu. Di hadapan perempuan tersebut, tangis Fransiskus tak terbendung. Terbata-bata, dia menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya. Ia pun tak lagi bisa beristirahat. Fransiskus, yang saat itu berusia 18 tahun, bertekad mengadukan perundungan tersebut ke teman-temannya.

Pagi harinya, Fransiskus berpakaian layaknya anak pergi ke sekolah, mengenakan seragam lengkap dan bersepatu, untuk mengelabui Angelo. Keluar dari panti, kakinya berbelok ke Jalan Belimbing, juga di Mutiara Depok. Di pondok asuh yang juga dikelola Bruder Angelo itu, Fransiskus langsung bercerita kepada kawan-kawannya. Tarsisius Usnaat, pengelola Kencana Bejana Rohani, ikut dalam pertemuan dadakan itu. “Saya menyarankan dia melapor ke polisi,” katanya.

Mereka sepakat melapor lebih dulu ke Paroki Santo Paulus, Depok, tak jauh dari panti tersebut. Namun mereka tak berhasil bertemu dengan pastor kepala paroki. Ditemani teman-temannya, Fransiskus pergi ke sekolahnya, SMA Budi Bhakti, dan melaporkan kasus pelecehan tersebut kepada kepala sekolah.

Setelah mendengar pengakuan Fransiskus, kepala sekolah mengadukan peristiwa itu kepada aktivis perlindungan anak sekaligus Sekretaris Forum Nasional Panti, Farid Ari Fandi. Mereka mendorong Fransiskus agar berani melaporkan perundungan seksual itu ke polisi. Fransiskus saat itu belum yakin. Dia khawatir kegiatan sekolahnya terbengkalai jika peristiwa itu dibawa ke kepolisian.

Setelah Fransiskus melapor ke kepala sekolah, mulai muncul cerita dari penghuni lain Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani. Ada dua anak yang mengaku pernah dilecehkan Bruder Angelo. Pada 13 September 2019, Farid Ari Fandi kembali mencoba meyakinkan Fransiskus, juga dua temannya, untuk melapor ke Kepolisian Resor Bogor. “Akhirnya, mereka mau melapor,” kata Farid.

Menurut dia, laporan mereka tak langsung diterima polisi dengan dalih anak-anak panti itu harus didampingi orang tua kandung. Tapi persoalan itu selesai ketika komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Susianah Affandy, turun tangan. “Kami hanya mendampingi sehingga berkas laporan tetap masuk atas nama Farid,” ujar Susianah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus