Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Politik Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam menilai debat kelima calon presiden atau debat capres terakhir dengan tema Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi, seperti antiklimaks. Sebab, masing-masing paslon sudah kehabisan amunisi, terutama untuk mengoreksi Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terutama paslon 01 dan 03 yang selama ini cenderung mengoreksi 02. Semua amunisi atau bahan koreksi boleh jadi sudah tersampaikan pada debat sebelumnya,” kata Arif kepada Tempo, Ahad, 4 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arif justru menganalisa performa capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo yang dinilai lebih agresif. Tujuan Ganjar, menurut dia, sebagai bagian dari strategi mengambil ceruk suara undecided voters dan swing voters yang jumlahnya di kisaran 28 persen. “
“Gaya menyerang demikian tentu akan menjadi perhatian kelompok pemilih demikian, karena tipe kelompok ini cenderung kritis,” kata Arif.
Menurut Arif, cara Ganjar mengoreksi pernyataan-pernyatan Prabowo sebagai ‘pelanjut petahana’ kemungkinan akan mendapat nilai politik. “Saya kira perseteruan PDIP dengan Jokowi sudah terbuka, terlihat dari pernyataan Megawati (soal netralitas TNI dan Polri), dan beberapa petinggi PDIP, kini ditegaskan dalam debat ini Ganjar Pranowo lebih aktif dalam mengoreksi wacana yang dilemparkan Prabowo Subianto,” ujarnya.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto sempat mengucapkan kalimat setuju dengan pernyataan rivalnya, Anies Baswedan. Padahal, di debat-debat sebelumnya mereka saling 'serang'.
Prabowo menyetujui pendapat calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi guru dan dosen.
Sementara Ganjar menyinggung mundurnya Mahfud Md sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di debat capres. Menurut Ganjar, calon wakil presidennya itu telah memberikan contoh untuk demokrasi yang baik.
“Dalam politik kali ini, itu mesti diberikan contoh, demokrasinya harus berjalan baik, kemudian, contoh atau teladan pemimpin yang juga baik dan tidak ada konflik kepentingan seperti yang Pak Mahfud contohkan, dia mundur. Agar ini membangun integritas yang baik,” kata Ganjar.
Selain itu, Ganjar menyinggung soal gerakan dari tokoh masyarakat sipil, organisasi, dan kampus yang bergerak untuk situasi demokrasi. Menurut Ganjar, Indonesia dalam konteks berbudaya mesti berjalan dalam koridor yang baik.