Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pengamat terorisme Al Chaidar meminta pemerintah tak hanya mendoktrin anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan paham Pancasila. Penanaman ajaran agama yang baik, kata dia, juga diperlukan untuk menangkal penyebaran bibit radikalisme di kalangan tentara. "Harus diajarkan bahwa kelima sila Pancasila itu berdasarkan ajaran agama," kata Al Chaidar saat dihubungi Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chaidar mengatakan, terlalu banyaknya doktrin sekularisme yang diberikan kepada para prajurit malah kurang bagus jika tak didukung dengan penanaman ajaran agama yang toleran. Apalagi pada zaman sekarang, penyebaran informasi begitu masif dan mudah didapat oleh siapa pun. "Sekarang banyak orang sudah terpengaruh oleh dakwah yang disebarkan lewat berbagai media sosial, tidak hanya lagi melalui televisi yang cenderung lebih formal dan bersifat banyak sensor," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekhawatiran soal merebaknya paham radikalisme di kalangan TNI diungkap oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Saat menggelar halalbihalal di Markas Besar TNI pada Kamis lalu, ia menyebut 3 persen anggota TNI dan purnawirawan terpengaruh radikalisme. Saat ini ada 400 ribu anggota TNI aktif. Artinya, ada sekitar 12 ribu anggota yang terpapar paham radikal.
Ryamizard mengatakan angka sebanyak itu ia dapatkan dari pengamatannya sejak menjabat Menteri Pertahanan. Selain prajurit TNI yang tak setuju dengan Pancasila, ia menyebut ada 23,4 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA yang setuju dengan negara Islam. Ada juga 18,1 persen pegawai swasta, 19,4 persen pegawai negeri sipil, dan 19,1 persen pegawai badan usaha milik negara menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Abdullah Mahmud Hendropriyono, meminta prajurit TNI aktif yang masih muda waspada dengan penyebaran paham radikalisme. Menurut dia, penegakan hukum di militer lebih berat ketimbang hukum biasa. Sebab, di militer, seorang prajurit bakal dikenai hukuman dua kali, yakni hukuman pidana dan hukuman disiplin. "Kalau masih ada yang terus-terusan menebarkan paham radikalisme, ada hukumannya," katanya.
Ia pun meminta agar para purnawirawan tak ikut mempelopori anggota TNI aktif untuk terlibat dalam aktivitas yang berbau radikal. Hendro mengingatkan bahwa para anggota TNI diikat sumpah setia kepada pemerintah, tunduk kepada undang-undang dan ideologi negara. "Kalau ada yang memproklamasikan sendiri negara selain RI dan ideologi Pancasila, kita enggak boleh ikut. Itu sesat," ujar dia.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai angka 3 persen dari total keseluruhan anggota TNI terbilang cukup banyak. Ia mengatakan pemerintah perlu meneliti lebih lanjut, sudah sejauh mana 3 persen prajurit TNI itu terpengaruh paham radikal. Meski begitu, ia memastikan TNI bakal mengambil tindakan tegas jika menemukan anggota aktif yang terpapar radikalisme. "Pada dasarnya, di TNI juga tegas tuh kalau indikasinya sudah tidak bisa diperbaiki, iya (dipecat). Buang ke laut ya, gitu saja," katanya.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa mengatakan masih berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan ihwal temuan tersebut. Dia mengatakan TNI pasti akan membuka diri dan melakukan evaluasi serta menindaklanjuti soal temuan itu agar ada perbaikan.
Meski begitu, menurut Andika, untuk mengatasi persoalan paham radikalisme bukan hanya tugas dari TNI, tapi juga semua komponen masyarakat. "Ini bukan hanya tugas kami, tapi tugas semuanya. Semua kementerian/lembaga, bahkan masyarakat, tokoh agama, masyarakat, dan tokoh adat, punya kewajiban membantu bagaimana caranya agar bisa dijauhkan dari paham radikalime," kata dia.
EGI ADYATAMA | FRISKI RIANA | MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo