Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kepolisian Nusa Tenggara Timur memburu seorang penganiaya wartawan di Kupang yang masih buron.
Kasus ini menjadi bukti lain ancaman kebebasan pers di Indonesia.
Diduga ada auktor intelektualis.
JAKARTA – Polisi masih mencari satu pelaku yang diduga terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap Fabian Latuan, wartawan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota, Komisaris Besar Rishian Krisna Budhiaswanto, mengatakan polisi menetapkan lima tersangka dan sudah menangkap empat orang. “Keempat tersangka ini sempat akan melarikan diri,” ujar Rishian kepada Tempo, kemarin. Fabian merupakan wartawan media daring Suaraflobamora yang dipukuli sejumlah orang tak dikenal karena memberitakan dugaan tak disetornya dividen kepada pemerintah daerah. Kasus Fabian ini menjadi kasus terbaru yang menunjukkan ancaman terhadap kebebasan pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini bermula pada 26 April lalu. Fabian Latuan saat itu baru keluar dari kantor PT Flobamor, badan usaha milik pemerintah daerah. Dia berada di sana bersama sejumlah wartawan lainnya karena diundang menghadiri jumpa pers yang digelar direksi perusahaan tersebut. PT Flobamor merupakan badan usaha milik daerah pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Beberapa hari sebelumnya, Fabian menulis di medianya ihwal dugaan dividen Rp 1,6 miliar PT Flobamor yang tidak disetor ke daerah—berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT. Di halaman kantor, Fabian tiba-tiba dikepung enam orang tak dikenal. Ia lalu dipukuli berkali-kali hingga mengalami luka di mulut, kepala, serta dada, dan dirawat di rumah sakit. Fabian pun langsung melapor ke polisi.
Tiga hari setelah Fabian membuat laporan, Rishian mengatakan, polisi menangkap tersangka di rumahnya di Kupang. Dari tersangka itu diketahui bahwa empat penganiaya Fabian lainnya berada di Samarinda. Mereka juga diduga akan lari ke Jakarta. “Mendengar informasi tersebut, kami bekerja sama dengan Polda Kalimantan Timur menangkap empat tersangka di Bandara Sepinggan, Kalimantan Timur,” kata Rishian.
Fabian Latuan. Suara-flobamora.com
Adapun Fabian Latuan mengatakan tak mengenal satu pun pelaku penganiayaan. Jadi, kata dia, patut dicurigai ada auktor intelektualis yang menyuruh para pelaku itu. “Saya berharap polisi mengungkap kasus ini hingga tuntas,” kata dia. Fabian kini telah kembali ke rumahnya meski masih trauma untuk kembali bekerja.
Ketua AJI Kota Kupang, Marthen Bana, mengatakan penangkapan terhadap penganiaya Fabian patut diapresiasi. Namun Marthen juga berharap polisi menangkap pelaku yang masih buron. “Kami apresiasi kinerja polisi bergerak cepat menangkap pelaku,” kata dia.
Ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia semakin buruk dengan indikasi penganiayaan terhadap Fabian ini. Apalagi ketika dunia merayakan Hari Kebebasan Pers Dunia pekan lalu. Dalam perayaan itu, organisasi nirlaba Reporters Without Borders (RSF) menyebutkan skor indeks kebebasan pers Indonesia turun dari 62,60 pada 2021 menjadi 49,27 pada tahun ini. Indonesia, yang tahun lalu berada pada peringkat ke-113 dari total 180 negara, merosot ke peringkat ke-117. Skor ini lebih buruk dari Thailand, Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.
Ada lima indikator yang menjadi penentu indeks ini, yakni konteks politik, hukum, ekonomi, keamanan, dan sosiokultural. Dalam konteks hukum, laporan RSF itu menyebutkan bahwa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih menjadi salah satu regulasi yang mengancam kerja pers di Indonesia. Banyaknya tekanan pemerintah mengenai pemberitaan Covid-19 yang bernada kritik terhadap presiden juga menjadi penyebab skor yang memburuk itu. Jurnalis yang menginvestigasi kasus korupsi lokal juga masih sering menghadapi intimidasi dari aparat keamanan, seperti Fabian.
Kasus lain yang mirip kasus Fabian adalah penganiayaan terhadap Nurhadi, wartawan Tempo, oleh anak buah pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Pada Maret 2021, saat berusaha meminta konfirmasi pejabat itu dalam kasus korupsi yang tengah ia investigasi, Nurhadi dipukul dan diculik belasan orang tak dikenal. Penganiaya Nurhadi kemudian divonis penjara meski kemudian durasi hukumannya dipotong di tingkat banding menjadi 2 bulan.
Sepanjang 2021, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga mencatat terdapat 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kasus terbanyak adalah teror dan intimidasi, kekerasan fisik, serta penuntutan hukum. Ada pula kasus serangan digital yang juga mengancam kebebasan pers dan kerja jurnalistik.
INDRI MAULIDAR | YOHANES SEO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo