Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penghayat aliran kepercayaan di Yogyakarta menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan atas Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melalui putusan itu kini para pemeluk aliran kepercayaan bisa mencantumkan identitasnya sebagai pemeluk aliran kepercayaan di kolom agama saat membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami sangat bangga, mendukung dan mengapresiasi putusan MK itu,” ujar Ketua Penghayat Kepercayaan Sapta Dharma Naen Suryono kepada Tempo, Rabu 8 November 2017.
Sapta Dharma merupakan sebuah kelompok penghayat kepercayaan yang sudah ada sejak tahun 1952. Belasan ribu pemeluk Sapta Dharma ini tersebar di 17 provinsi Indonesia. Pengurus pusat Sapta Dharma berada di Yogyakarta.
Naen menuturkan, putusan MK yang memperbolehkan identitas penghayat kepercayaan masuk dalam KTP secara langsung akan mengakomodir hak-hak sipil dan konstitusional pemeluknya.
“Kami mendesak pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri segera menindaklanjuti putusan MK itu,” ujarnya.
Naen menambahkan, pemerintah pusat seharusnya juga bergerak cepat menginstruksikan seluruh jajarannya di pusat dan daerah agar dapat mengimplementasikan pemenuhan hak-hak konstitusional pemeluk kepercayaan dalam berbagai urusan. Misalnya dalam bidang ketenagakerjaan, penerimaan pegawai negeri sipil, atau urusan lain yang bersangkut paut dengan agama tidak akan ada perlakuan diskriminatif lagi.
“Selama ini pejabat-pejabat di daerah seringkali tidak mengakomodir para penghayat kepercayaan, berlagak seolah-olah tidak tahu kalau sudah diakui,” ujarnya.
Naen menuturkan, Sapta Dharma sendiri saat ini masih terdaftar secara resmi sebagai penganut kepercayaan di pemerintah DIY. Adanya putusan MK itu diharapkan semakin menguatkan pengakuan dari pemerintah daerah untuk mau semakin terbuka dan mau mendukung kegiatan para penghayat kepercayaan.
Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah Istimewa Yogyakarta Agung Supriyono menuturkan selama ini memang berbagai aliran penghayat kepercayaan telah terdaftar oleh pemerintah daerah.
“Namun pembinaan dan pengaturannya diserahkan kepada Dinas Kebudayaan, berbeda dengan ormas,” ujarnya.
Sebelumnya, tokoh Kejawen Yogyakarta yang juga pendiri Paguyuban Kadang Mataram Semeseta Romo Tri Atmaja Dharma Hasta menuturkan, sudah saatnya negara tak lagi mengintervensi terlalu jauh kehidupan beragama dan aliran kepercayaan masyarakatnya. Sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
"Negara dan pemerintah hanya wajib menjamin dan melindungi tiap warga negara menjalankan ibadahnya dengan aman," kata Tri yang mendirikan paguyuban Mataram Semesta itu pada 1984.