Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menunda penggunaan vaksin Covid-19 dari AstraZeneca.
Total ada 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca dengan masa kedaluwarsa pada Mei 2021.
AstraZeneca memastikan vaksin yang mereka ciptakan aman berdasarkan bukti ilmiah.
JAKARTA – Pemerintah menunda penggunaan vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dari AstraZeneca. Penundaan tersebut dilakukan untuk menunggu penilaian lebih lanjut dari para ahli terhadap vaksin asal Inggris ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pemerintah menunggu arahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan keamanan vaksin tersebut. "Terkait dengan vaksin AstraZeneca, memang ada penundaan yang sifatnya sementara karena asas kehati-hatian," kata Nadia dalam konferensi pers, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nadia, BPOM bersama ahli imunisasi nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) sedang meninjau kembali apakah kriteria penerima vaksin AstraZeneca bisa disamakan dengan kriteria penerima vaksin Sinovac yang lebih dulu tiba di Indonesia. Dalam program imunisasi dengan vaksin Sinovac, kriteria penerima antara lain berusia di atas 18 tahun, tidak mengidap penyakit kronis, dan dalam keadaan sehat.
Sembari menunggu, pemerintah akan mengontrol kualitas vaksin. Tak seperti vaksin Sinovac, vaksin AstraZeneca membutuhkan rentang waktu yang cukup lama dari penyuntikan tahap pertama menuju penyuntikan tahap kedua. Sinovac perlu jangka waktu selama dua pekan. Sedangkan untuk AstraZeneca, rentang waktu optimal pemberian dosis kedua vaksin selama 9-12 pekan dari dosis pertama.
Karyawan memeriksa "envirotainer" berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca di Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, 8 Maret 2021. ANTARA/Novrian Arbi
Jika sudah mendapat rekomendasi dari BPOM, Nadia menjelaskan, Kementerian Kesehatan akan menentukan kelompok yang diprioritaskan menerima vaksin AstraZeneca. Sebab, masa kedaluwarsa vaksin ini jatuh pada Mei 2021, sehingga total 1,1 juta dosis vaksin yang sudah dibeli harus digunakan seluruhnya.
Nadia memastikan pemerintah tidak akan membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan 1,1 juta dosis vaksin itu dalam kondisi yang mepet. Ia membeberkan, saat ini kapasitas vaksinasi sudah mencapai 250-350 ribu orang per hari. Artinya, jika dalam sehari vaksinasi dilakukan terhadap 200 ribu orang, sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca bisa habis dalam enam hari.
Adapun Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan lembaganya masih menunggu hasil investigasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ia mengatakan BPOM terus mencermati dan berkomunikasi secara aktif dengan WHO sebelum memutuskan rekomendasi kepada pemerintah ihwal penggunaan vaksin AstraZeneca. "Semoga akhir pekan ini ada hasil untuk keputusan yang akan kami rekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan untuk penggunaannya (vaksin AstraZeneca)," katanya.
Penny menjelaskan, lembaganya tidak melakukan investigasi langsung karena kejadian efek samping vaksin AstraZeneca muncul di luar negeri. Terlebih, vaksin yang memberikan efek samping atau kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) tersebut bukan batch vaksin yang masuk ke Indonesia. "Dan kasus KIPI lintas negara sudah menjadi perhatian institusi internasional, yaitu WHO. BPOM hanya lebih berhati-hati," ucap dia.
Sejumlah negara melaporkan adanya kasus pembekuan darah pada pasien setelah disuntik vaksin AstraZeneca. Dua di antaranya berujung pada kematian. Laporan yang diterima Kementerian Kesehatan menyebutkan ada 40 orang yang mengalami pembekuan darah dari 17 juta orang yang mendapat suntikan vaksin AstraZeneca.
Austria menjadi salah satu negara yang menangguhkan penyuntikan vaksin AstraZeneca setelah perawat berusia 49 tahun meninggal diduga akibat pembekuan darah yang parah selepas diimunisasi dengan vaksin tersebut. Belakangan, Badan Obat-obatan Eropa (EMA) mengklarifikasi bahwa kematian perawat itu tak terkait dengan vaksin AstraZeneca. Meski begitu, belasan negara, di antaranya Denmark, Norwegia, Spanyol, dan Islandia, tetap menangguhkan penggunaan vaksin tersebut demi keamanan.
Lewat keterangan tertulis, manajemen AstraZeneca memastikan bahwa vaksin yang mereka ciptakan aman berdasarkan bukti ilmiah. Mereka menegaskan, keamanan merupakan hal terpenting dan perusahaan terus memantau keamanan vaksin buatannya.
Perusahaan mengklaim telah meninjau secara cermat 17 juta orang yang divaksin menggunakan produk AstraZeneca. Dari tinjauan itu, menurut mereka, tidak ada bukti adanya peningkatan risiko emboli paru dan penurunan trombosit darah atau trombositopenia dalam kelompok usia, jenis kelamin, atau kelompok tertentu mana pun. Meski demikian, sejauh ini di seluruh Uni Eropa dan Inggris, ada 15 kejadian trombositopenia dan 22 kasus emboli paru setelah mendapat suntikan vaksin AstraZeneca yang dilaporkan ke perusahaan pada 8 Maret lalu.
Kepala Petugas Medis AstraZeneca, Ann Taylor, menilai bahwa angka laporan tersebut tergolong rendah. Perusahaan tidak menemukan bukti peningkatan perdarahan pada lebih dari 60 ribu peserta yang terdaftar. "Sekitar 17 juta orang telah menerima vaksin kami, dan jumlah kasus pembekuan darah yang dilaporkan dalam kelompok ini lebih rendah daripada ratusan kasus yang diperkirakan di antara populasi umum," ujar dia.
Taylor mengatakan sifat pandemi telah meningkatkan perhatian dalam kasus individu. "Kami melampaui praktik standar untuk memantau keamanan obat-obatan berlisensi dalam melaporkan kejadian vaksin untuk memastikan keamanan publik," kata dia.
WHO dan perusahaan farmasi AstraZeneca diagendakan melakukan pertemuan untuk membahas keamanan vaksin, kemarin. Dikutip dari Reuters, anggota panel ahli dari WHO, Christian Lindmeier, mengatakan pihaknya sedang meninjau bukti keamanan vaksin dalam dialog bersama EMA. "Kami pikir komite akan segera mengeluarkan pernyataan," ucapnya.
MAYA AYU PUSPITASARI | REUTERS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo