Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak restoran mulai mengurangi pemakaian sedotan plastik dalam setiap penyajiannya. Namun kampanye ini ternyata kerap menghilangkan akses bagi penyandang disabilitas fisik yang tidak memiliki tangan atau keterbatasan gerak yang melibatkan fungsi tangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tahukah kamu, tanpa sedotan ini saya tidak dapat minum delapan gelas air demi kesehatan," kata Jessica Kellgren-Fozard, youtuber penerima doktor kehormatan di bidang advokasi disabilitas dari Universitas Worchester, seperti yang disampaikan dalam akun Youtube dia yang berjudul "Banning Straws Hurt People With Disability".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kellgren-Fozard adalah penyandang Danlos syndrome dan postural orthostatic, kondisi yang membuatnya kehilangan kemampuan menggenggam seperti yang dialami penyandang Celebral Palsy, namun dengan tangan yang terus bergetar. Sebab itu, Kellgren-Fozard merasa perlu menangkis balik opini tentang sampah plastik yang disebabkan oleh sedotan.
Selain tidak dapat menggenggam, sedotan plastik sangat berguna bagi difabel tanpa fungsi genggam yang alergi terhadap beberapa bahan lain, seperti kertas, bambu, kaca atau metal. Selain pertimbangan alergi, penggunaan sedotan yang terbuat dari bahan lain adalah keamanan penggunanya.
"Bayangkan bila Anda dengan tangan bergetar harus memegang sedotan metal, tentu dapat melukai diri sendiri," kata Kellgren. "Lebih jelas lagi apabila menggunakan sedotan kaca, tentu akan lebih berbahaya."
Kellgren melanjutkan, manusia tentu harus menjaga kelestarian lingkungan dengan mengurangi sampah plastik. Sebagai penyandang disabilitas, dia dan teman-teman seperjuangannya dalam mengadvokasi isu disabilitas juga memiliki kewajiban yang sama.
Dia seperti warga Bristole pada umumnya yang tidak menggunakan kantong plastik lagi saat berbelanja. "Kita wajib menjaga kelestarian lingkungan. tetapi sebagai seorang disabilitas di bagian tangan, apakah kami harus mengorbankan diri untuk sebuah penghijauan?" kata Kellgren.
Sedotan pertama kali dibuat oleh perusahaan plastik untuk pasien rumah sakit pada 1947. Benda ini memudahkan seseorang dalam mengkonsumsi asupan cairan tanpa harus menggenggam atau mengakat gelas ketika minum.
Namun pada 2015, penggunaan sedotan plastik mulai dikurangi. Benda ini dianggap berkontribusi besar terhadap sampah plastik di laut. Kampanye tersebut dimulai ketika sebuah organisasi pelestarian lingkungan menemukan penyu langka yang hidungnya tertusuk sedotan plastik. Sejak foto penyu tersebut viral di dunia maya, restoran ramai-ramai menghilangkan sedotan dalam setiap sajian mereka.
Baca juga:
Sedotan yang Bisa Dipakai Kembali Rawan Bakteri, Ini Cara Membersihkannya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.