Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
WHO mencatat kenaikan angka kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 255 persen.
Angka penularan virus seusai libur tahun baru diprediksi hingga 2.000 kasus per hari.
Pemerintah mengimbau masyarakat kembali melakukan vaksinasi.
JAKARTA – Epidemiolog memprediksi jumlah kasus Covid-19 melonjak setelah libur panjang Natal 2023 dan tahun baru 2024. Pemicu lonjakan angka kasus penularan Covid-19 ini adalah penularan JN.1, subvarian dari Omicron—jenis virus corona yang sempat mewabah di dunia pada 2022—yang sangat cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, mengatakan saat ini angka kasus penularan Covid-19 di Indonesia perlahan-lahan mulai meningkat. Bahkan angka penularan virus corona di Tanah Air menjadi yang tertinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengutip laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 22 Desember lalu yang mencatat kenaikan jumlah kasus corona di Indonesia mencapai 255 persen. WHO mencatat adanya kenaikan jumlah penderita Covid-19 yang dirawat di rumah sakit pada periode 20 November-17 Desember lalu dari 41 menjadi 149 kasus.
“Ini meningkat dibanding pada 28 hari sebelumnya, dari 16 Oktober sampai 12 November 2023,” kata Tjandra, Rabu lalu, 27 Desember.
Sesuai dengan laporan WHO itu, Indonesia merupakan satu dari 11 negara di dunia yang mengalami kenaikan jumlah penderita Covid-19 yang dirawat di rumah sakit tertinggi di dunia. WHO juga mencatat Indonesia menjadi negara dengan angka kasus Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara pada periode 20 November sampai 17 Desember 2023. Pada periode itu, ditemukan 3.725 kasus baru atau 1,4 kasus baru per 100 ribu penduduk. Lalu angka kematian akibat Covid-19 sejauh ini sebanyak 12 kasus.
“Sayangnya, tidak ada data pembanding karena tidak ada data dari negara kita pada periode 28 hari sebelumnya,” ujar Tjandra.
Catatan WHO hampir sejalan dengan data Kementerian Kesehatan. Kementerian melaporkan jumlah kasus aktif Covid-19 per 27 Desember lalu mencapai 2.575 kasus. Angka ini naik jika dibanding data Covid-19 satu pekan sebelumnya yang hanya 2.548 kasus.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini menilai ada empat faktor yang berpotensi menjadi penyebab kenaikan jumlah kasus Covid-19 setelah libur panjang tahun baru. Pertama, penurunan imunitas populasi secara umum dan sudah lamanya jarak mendapatkan vaksin. Kedua, meningkatnya perjalanan akhir tahun. Ketiga, Covid-19 masih ada di dunia. Keempat, adanya subvarian Covid-19 baru, antara lain JN.1.
Tjandra menjelaskan, subvarian JN.1 ini memang masih dalam penelitian. Tapi, sejak 18 Desember lalu, sesuai dengan catatan WHO, varian ini sudah naik level dari variant under monitoring (VUM) menjadi variant of interest (VOI). Covid-19 sendiri memiliki tiga varian sesuai dengan tingkat bahayanya, yaitu VUM, VOI, dan variant of concern (VOC). Dari tiga varian itu, level paling rendah adalah VUM. Lalu level paling berbahaya adalah VOC.
“Kita masih menunggu data lebih lengkap, apakah JN.1 ini lebih menular atau berbahaya atau tidak berbahaya,” kata Tjandra.
Menurut Tjandra, sejauh ini belum ada data yang menunjukkan bahwa varian JN.1 menular lebih cepat. Meski begitu, masyarakat tetap harus waspada. Pemerintah, kata dia, bisa mengikuti rekomendasi WHO. Lembaga ini merekomendasikan agar vaksinasi Covid-19 kembali digalakkan, khususnya bagi kelompok rentan, seperti lansia, penderita komorbid, dan tenaga kesehatan. Mereka bisa divaksin kembali setelah enam bulan vaksinasi terakhir. “Bagi yang belum pernah divaksin, wajib divaksin sekali,” katanya.
Di samping itu, kata Tjandra, Indonesia bisa menggunakan vaksin bivalen yang mampu menangani varian lama dan baru. Pemerintah juga dapat menggunakan vaksin monovalent yang bisa menangani varian baru. Tapi dua vaksin ini belum tersedia di Indonesia. “Vaksin yang ada juga masih bisa digunakan,” ujarnya.
Tenaga Kesehatan menyuntikkan vaksin Inavac kepada warga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Budaran Hotel Indonesia, Jakarta, 17 Desember 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, sependapat dengan Tjandra. Dicky memprediksi terjadi lonjakan jumlah kasus Covid-19 seusai libur tahun baru hingga 2.000 kasus per hari. Lonjakan itu diprediksi terjadi selama dua minggu pertama pada Januari 2024. Lalu case fatality rate (CFR) atau risiko kematian diperkirakan berada di bawah 1 persen.
Dicky mengatakan peningkatan jumlah kasus penularan virus ini terjadi karena kombinasi beberapa faktor, seperti kehadiran subvarian baru Covid-19, situasi hujan, belum tercapainya vaksinasi booster, dan abainya penerapan protokol kesehatan 5M. Protokol kesehatan 5M yang dimaksudkan adalah mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak fisik, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Menurut Dicky, subvarian JN.1 ini memiliki potensi penyebaran cepat dan kemampuan menginfeksi jauh lebih kuat dibanding subvarian Covid-19 lainnya. “Subvarian ini berpotensi menyebabkan lonjakan angka kasus terinfeksi Covid-19,” kata Dicky.
Di Indonesia, kata dia, bahaya subvarian ini belum terlihat karena lemahnya sistem deteksi. Tapi data di negara dengan sistem deteksi lebih mumpuni, seperti Eropa dan Amerika Serikat, menunjukkan bahwa varian tersebut terlihat cukup berbahaya. “Di Amerika Serikat, dalam sepekan terakhir, 50 persen jumlah kasus Covid dikaitkan dengan subvarian JN.1. Artinya, ada potensi serupa di Indonesia,” ujar Dicky.
Ia berpendapat tingkat keparahan penularan JN.1 ini dapat dicegah dengan vaksinasi booster. Karena itu, ia menganjurkan pemberian vaksin kepada kelompok rentan.
Vaksin terbaru yang diambil dari varian Omicron XBB, kata dia, masih ampuh melindungi masyarakat. Tapi vaksin ini belum tersedia di Tanah Air. Untuk menyiasatinya, pemerintah dapat menggalakkan vaksinasi booster.
Ia juga meminta pemerintah mulai waspada karena positivity rate di beberapa wilayah sudah berada di atas 50 persen. Karena itu, pemerintah harus menyiapkan sistem rujukan ICU, ketersediaan obat, dan ketersediaan alat kesehatan. “Kecepatan itu yang bisa menyelamatkan pasien,” kata Dicky.
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengatakan subvarian JN.1 merupakan varian Omicron. Subvarian ini memiliki kecepatan penularan tinggi dengan gejala ringan. “Sebagian cukup besar tanpa gejala,” kata Windhu, kemarin.
Ia memperoleh data bahwa Kementerian Kesehatan melaporkan dua orang meninggal setelah terinfeksi subvarian Omicron JN.1 dan XBB.2.3.10.1 (GE.1) di Kota Batam, Kepulauan Riau, pada 26 Desember lalu. Pasien terinfeksi JN.1 itu meninggal karena memiliki riwayat komorbid dan vaksinasinya tidak lengkap. Satu pasien lainnya adalah orang lanjut usia. “Kedua golongan ini memang berisiko tinggi bergejala berat bila terinfeksi,” katanya.
Windhu mengatakan masyarakat yang sudah menerima vaksin sampai dosis keempat atau vaksin booster kedua akan terlindungi dari gejala berat. Ia pun mengingatkan bahwa vaksin bukan untuk mencegah infeksi, melainkan mencegah tidak terjadi pemberatan gejala ketika terinfeksi virus.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, sesuai dengan rekomendasi WHO, vaksin masih efektif menghindari kematian dan gejala berat akibat infeksi Covid-19. Dengan demikian, Kementerian meminta masyarakat melakukan vaksinasi lengkap atau booster.
“Kemenkes juga berupaya mengedukasi masyarakat menggunakan masker dan melakukan tes Covid-19 mandiri bila ada gejala flu,” kata Nadia, kemarin.
Ia menambahkan, meski angka kasus penularan meningkat, tidak ada syarat perjalanan khusus selama liburan Natal dan tahun baru 2024. Meski begitu, Nadia mengimbau masyarakat tetap menggunakan masker. “Bila terbukti Covid-19, harus melakukan isolasi,” katanya.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo