Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Komisi Pemberantasan Korupsi menyaring ulang pegawainya sebelum alih status menjadi aparat sipil negara.
Tapi tak ada uji kompetensi terhadap pegawai KPK sesuai dengan bidangnya.
Asesmen ini justru lebih menekankan pada uji wawasan kebangsaan yang cenderung mirip screening ideologi.
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi menyaring ulang pegawainya sebelum alih status menjadi aparat sipil negara (ASN). Tapi tak ada uji kompetensi terhadap pegawai KPK sesuai dengan bidangnya. Asesmen ini justru lebih menekankan pada uji wawasan kebangsaan yang cenderung mirip screening ideologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri, menyatakan lembaganya memang belum ada rencana melaksanakan asesmen ulang berkaitan dengan kompetensi khusus para pegawai. Alasannya, tes kompetensi sudah dilakukan sejak proses seleksi pegawai sebelum bergabung dengan lembaga antirasuah itu. "Asesmen masing-masing jabatan profesi, penyelidik, penyidik, penuntut, pencegahan, dan bidang-bidang lain telah dilakukan sejak proses rekrutmen dan seleksi pegawai di awal sebelum bergabung ke KPK," ujar Ali kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asesmen proses transisi kepegawaian termuat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021, aturan turunan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Melalui regulasi ini, pegawai KPK yang akan beralih status diwajibkan meneken sejumlah surat pernyataan kesediaan menjadi pegawai negeri sipil, setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintahan yang sah, serta tidak terlibat dalam organisasi terlarang.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 2019. TEMPO/Imam Sukamto
Adapun tes yang dijalani para pegawai yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan dilaksanakan KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, dalam tes yang dihelat selama 9-10 Februari lalu itu, sejumlah pegawai mengeluh soal modulnya yang tidak relevan dengan pekerjaan sehari-hari di komisi antirasuah. Misalnya, dalam soal bagian esai, terdapat pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat pegawai terhadap Partai Komunis Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam, maupun LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Seorang pegawai lainnya juga mengeluh soal pertanyaan setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan "penista agama harus dihukum mati". "Ini pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan tugas kami di KPK," ujar dia.
Menanggapi hal tersebut, Ali mengatakan asesmen penting dilakukan untuk melihat kesetiaan pegawai kepada Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan pemerintahan yang sah. Tes juga bertujuan untuk mengukur konsistensi perilaku pegawai dengan nilai, norma, dan etika berorganisasi dalam berbangsa dan bernegara.
Karena itu, proses ini berlaku secara umum bagi seluruh pegawai, sehingga tidak berkaitan khusus dengan bidang-bidang tertentu. "Asesmen ini guna mendukung syarat yang ditetapkan sebagaimana Pasal 3 PP Nomor 41 Tahun 2020," ujar dia.
Menurut Ali, Badan Kepegawaian Negara sebagai pelaksana asesmen cukup berkompeten untuk melaksanakan tes bagi pegawai KPK. BKN juga kerap membantu pelayanan tes bagi institusi lainnya yang memerlukan. Materi tes, kata dia, juga disiapkan oleh BKN dan dilaksanakan di kantor lembaga tersebut. "Tentu juga ada kerja sama dari berbagai pihak guna memenuhi persyaratan dalam Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut," ujar dia.
Ketua KPK Firli Bahuri saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 10 Maret 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pelaksanaan asesmen untuk menjadi ASN berlangsung mulai Maret hingga April 2021. Asesmen diikuti 1.362 pegawai. Tahap selanjutnya, KPK menyiapkan adminstrasi kepegawaian pada Mei 2021.
Firli mengklaim soal tes asesmen akan mengungkap perilaku dan pernyataan seseorang akan suatu hal. Dia mencontohkan soal apakah sistem negara berdasarkan Pancasila diubah berdasarkan agama, dengan pilihan jawaban setuju atau tidak setuju. "Semuanya pasti bisa jawab. Ini bukan hafalan dan hitungan, melainkan sikap," kata Firli dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, Rabu lalu.
Pelaksana tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN, Paryono, mengatakan lembaganya hanya memfasilitasi pelaksanaan tes untuk pegawai KPK. Nantinya hasil penilaian diserahkan ke KPK, termasuk urusan penentuan kelulusan. Dia pun menyatakan tidak mengetahui secara pasti pelaksanaan teknis asesmen, termasuk soal yang ditanyakan. "Nanti yang ambil keputusan KPK. Kami hanya memfasilitasi tesnya," kata Paryono.
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo