Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua korban persekusi oleh masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan alami trauma berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sudah bertemu dengan korban inisial WDP yang mengalami trauma berat sampai tidak bisa tidur. Korban tidak menyangka jika hal itu akan terjadi padanya. WDP merupakan klien kami, sedangkan L sudah ada pengacara lain,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani dalam konferensi pers di Padang, Jumat, 14 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia melanjutkan, korban saat dipersekusi sempat melakukan perlawanan dan mempertanyakan kesalahan, tetapi tidak didengarkan oleh masyarakat. “Mereka sempat nanya apa salahnya, tetapi tidak didengarkan. Korban melihat ada sekitar 300 orang warga yang datang ke Kafe Natasya,” ujarnya.
Indira mengatakan ia pun tak menyangka saat melihat video viral itu bahwa para pelaku akan berbuat sekejam itu.
Tidak hanya itu, LBH Padang juga mendapati fakta jika tidak ada bukti bahwa korban melakukan tindakan asusila di lokasi, seperti apa yang dituduhkan oleh masyarakat. “Jadi korban sempat dibawa ke Polsek Lengayang dan membuat surat perjanjian. Dalam isi perjanjian itu tidak didapat jika dua orang perempuan itu berbuat asusila,” kata Indira.
Kemudian, menurut Indira, korban tidak hanya mendapatkan perlakuan persekusi saja, tetapi sudah ranah pencabulan. Tidak hanya itu, perbuatan yang dilakukan masyarakat tersebut juga sudah masuk ke ranah penyiksaan seksual.
“Jika dalam Undang-undang Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual acamana hukumnya adalah maksimal 12 tahun penjara,” ujarnya.
Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh masyarakat juga termasuk dalam bentuk perendahan martabat perempuan. “Kami tegaskan ini perbuatan ini sangat bertentangan dengan hak asasi perempuan, hukum, adat, moral dan agama apa pun,” ujar dia.
Indira mendorong agar penegak hukum cepat dalam mengambil tindakan dan segera menangkap pelaku. Jika perbuatan ini dibiarkan maka kedepan ada potensi mengarah kepada Femisida yakni kejahatan kebencian kepada perempuan hingga berujung pada hilangnya nyawa.
"Kami mendesak Kepolisian Daerah Sumbar dan jajaran untuk menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terutama menyangkut pelecehan seksual secara fisik, pencabulan, kekerasan berbasis gender online dan penyiksaan seksual. Kami mendesak kepolisian segera melakukan upaya paksa terhadap pelaku-pelakunya," ujar dia.