Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perintis yang kurus dan gemuk

Sejak pertengahan tahun lalu, mna mengisi lin penerbangan di daerah aceh. jalur yang semula diperkirakan sepi ternyata tak separah yang diduga.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SECARA diam-diam sejak pertengahan tahun kemaren pesawat Twin Otter bermesin dua milik Merpati telah mengisi kesibukan udara Aceh. Dimulai dengan penerbangan perdana membawa Marsekal Ramli, Dirut MNA dan Dirjen Perhubungan Udara Kardono, pesawat berbaling-baling dua itu banyak membantu menembus kekosongan angkutan penumpang di daerah ini. Paling tidak untuk Aceh bagian barat penerbangan perintis ini jelas punya andil. Mulanya ada nada sumbang untuk mengisi penerbangan ke wilayah ini. Dalam hal mobilitas penumpang, misalnya, apakah bisa menutupi biaya eksploitasi untuk menghilir-mudiki kawasan Aceh yang bukan terbilang lin gemuk. Sebab hal ini pernah menampar pihak Garuda di awal penerbangan tahun-tahun lalu. Tapi bagi Merpati persoalan ini tak begitu menggusarkan. Pokoknya penerbangan perintis bukan untuk menumpuk penumpang tapi untuk menjelajahi tempat-tempat terpencil di seantero nusantara, begitu helah Kardono. Dan ternyata rute penerbangan di beberapa kawasan Aceh ini cukup menggembirakan Merpati. Untuk beberapa jurusan arus penumpang tak sekurus dugaan semula. Trayek Medan-Meulaboh, Lhok Seumawe-Banda Aceh pulang-pergi setiap hari Sabtu Merpati punya dua kemungkinan. Yaitu rute Medan-Meulaboh di Aceh Barat dan sebaliknya adalah lin gemuk, sedang Meulaboh-Banda Aceh-Sabang serta Medan-Lhok Seumawe serta Lhok Seumawe-Banda Aceh terbilang kurus. Menurut agen Merpati di Pasar Bina Usaha Meulaboh, jumlah penumpang ke Banda Aceh tak lebih dari 10 kursi dan umumnya diisi oleh para pejabat daerah. Setidaknya penumpang untuk jurusan ini agaknya karena perbandingan ongkos yang cukup menyolok dengan tarif kendaraan bus yang sudah dapat ditempuh di atas jalan yang cukup mulus. Yaitu Rp 15.000 dengan pesawat sedang bus hanya Rp 1.000. Untuk jurusan Medan tak ada masalah, hampir tak ada kursi lowong. Sebab selain jaraknya pendek, juga jika dihitung-hitung kantong pun tak begitu robek. Namun demikian, lapangan terbang di Seunagan dengan nama Cut Nyak Dien ini, sesungguhnya belum resmi. Tapi Bupati Aceh Barat, Syamsunan agaknya tak mempedulikan benar hal ini. "Resmi tak resmi kita telah manfaatkan", katanya. Tapi di balik itu Dirjen Kardono pernah berjanji untuk datang sendiri membaptis lapangan Cut Nyak Dien. Namun hingga tutup tahun lalu sang Dirjen tak muncul. Padahal jika Kardono datang, Bupati Syamsunan ada permintaan lain kepada Kardono. Yaitu agar sebuah rute penerbangan diadakan lagi bagi daerahnya. "Simeulu pernah dijalani", ucapnya, "karena daerah ini potensiil namun terisolir". Untuk niat itu Syamsunan dari jauh hari sudah menyediakan lokasi seluas 40 x 100 meter di Simeulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus