Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Koalisi masyarakat sipil mendesak agar status penahanan Victor Yeimo dialihkan menjadi tahanan kota atau tahanan rumah.
Victor Yeimo mengalami komplikasi penyakit tuberculosis, kantong empedu, dan hepatitis.
Victor ditahan karena dituding sebagai dalang makar saat berorasi di Papua pada 2018.
JAKARTA – Berbagai organisasi masyarakat sipil di Papua mendesak Kejaksaan Negeri Jayapura dan Pengadilan Negeri Jayapura mengalihkan status penahanan terdakwa kasus makar, Victor Fredrik Yeimo, menjadi tahanan kota atau tahanan rumah. Desakan ini muncul lantaran juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) itu menderita sakit hingga kondisinya kritis ketika ditahan di Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay, menyatakan sejumlah organisasi yang menjadi kuasa hukum Victor telah bersurat ke kejaksaan dan pengadilan. Isi surat itu meminta penangguhan penahanan terhadap Victor karena sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berdasarkan pemeriksaan dokter, Victor terdeteksi sakit paru-paru atau multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB), hepatitis, dan sakit kantong empedu," kata Edo—demikian Emanuel Gobay kerap disapa—kemarin.
Edo bercerita, penyakit itu diketahui ketika Victor dalam keadaan kritis saat ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok. Lalu keluarga dan kuasa hukum yang tergabung dalam Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua membawa Victor untuk diperiksa di rumah sakit pada 20 Agustus lalu. Hasilnya, dokter memvonis Victor mengalami komplikasi tiga penyakit, yaitu sakit paru-paru, hepatitis, dan sakit kantong empedu.
Pada 27 Agustus 2021, Pengadilan Negeri Jayapura menerbitkan surat pembantaran terhadap Victor agar dirawat di rumah sakit secara intensif. Tiga hari berselang, Brimob Kelapa Dua mengizinkan Victor diobati di Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura.
Menurut Edo, pembantaran yang mereka ajukan telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis yang menghendaki penanganan khusus. Victor juga berhak mendapat penanganan dan lingkungan yang baik sesuai dengan Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Edo mengatakan tiga dokter spesialis sudah mengecek semua organ tubuh Victor. Mereka mencurigai ada beberapa penyakit lain yang sedang diderita Victor. Karena alasan tersebut, kuasa hukum meminta agar status penahanan Victor dialihkan menjadi tahanan kota atau tahanan rumah.
Sejumlah aktivis melakukan aksi terkait dengan isu Papua di Bandung, 8 Maret 2021. TEMPO/Prima Mulia
Victor adalah aktivis yang kerap mendengungkan gerakan pro-kemerdekaan untuk Papua. Ia juga kerap membawa berbagai dugaan kejahatan hak asasi manusia di Papua ke dunia internasional melalui organisasi KNPB. Ia ditangkap polisi atas tuduhan makar dan mengerahkan massa untuk melakukan kerusuhan ketika demonstrasi yang mengutuk rasisme pada Agustus 2019. Victor dituding menjadi dalang di balik kerusuhan dan perbuatan makar tersebut.
Edo menjelaskan, tuduhan makar tersebut membuat status Victor menjadi tahanan politik. Victor menjadi satu dari belasan orang yang sebelumnya turut diadili dalam kasus makar dan kerusuhan di Jayapura. Namun Edo menganggap bukti-bukti yang digunakan polisi tidak cukup untuk menyeret Victor sebagai tersangka makar. Sebab, kehadiran Victor dalam orasi pada 19 Agustus 2019 itu hanya gerakan protes terhadap ujaran rasisme yang terjadi di Surabaya, beberapa hari sebelumnya.
Edo juga mempersoalkan tudingan terhadap Victor yang dianggap sebagai bagian dari kelompok kriminal bersenjata Papua. Ia menganggap tuduhan tersebut merupakan fitnah. Edo justru menilai kliennya merupakan tahanan politik yang dikriminalkan dengan jerat makar.
Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jayapura, Adrianus Tomana, menjelaskan bahwa pihaknya sudah memberikan penangguhan penahanan kepada Victor dengan alasan sakit. Namun jaksa penuntut belum merespons permintaan pengalihan status penahanan Victor. "Status terdakwa masih dibantarkan atau opname di RSUD Jayapura," kata Adrianus.
Dia mengatakan persidangan Victor akan dimulai ketika majelis hakim mencabut pembantaran terhadap Victor. Proses pencabutan ini pasti mempertimbangkan keputusan dokter yang menangani kesehatan Victor. "Kami bakal menyidangkan kasus ini ketika Victor sudah benar-benar sembuh," ujar Adrianus.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, mengatakan Victor merupakan aktivis hak asasi manusia sekaligus juru bicara KNPB. Organisasi KNPB merupakan gerakan politik yang menuntut kebebasan berpendapat dan keadilan atas penindasan dan pelanggaran HAM di Papua. "Dia sering bicara ke luar (internasional) membawa kasus pelanggaran HAM di Papua. Oleh sebab itu, dia mendapat perhatian dari Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata Theo.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo