Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta agar isu ratusan petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) yang meninggal tidak dipolitisasi. "Jangan mempolitisasi isu ini karena kepentingan atau bias politik," kata Titi dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 11 Mei 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Titi mengatakan, peristiwa meninggalnya petugas KPPS semestinya dilihat dari multidimensi, multidisiplin, dan menyeluruh. Misalnya, dilihat dari beban pemilunya, latar belakang kesehatan petugas, juga situasi politik yang mereka hadapi.
"Lepaskan bias politik kita, jangan tarik ini ke ranah politik, tetapi ayo kita proporsional, kita evaluasi, kita kaji betul-betul, kita temukan apa yang menjadi penyebab petugas mengalami kelelahan yang luar biasa dan akhirnya berakibat pada meninggal dunia," kata dia.
Beban penyelenggara pemilu hingga memunculkan banyak korban sebetulnya sudah bisa terbaca sejak Pemilu 2004. Titi menuturkan, saat itu sejumlah petugas mengaku tidak tahan mengerjakan beban menyelenggarakan pemilu empat surat suara. Bahkan, pada 2014, ada juga petugas yang sakit karena kelelahan mengurus pemilihan empat surat suara sekaligus.
Terkait adanya usulan autopsi yang disuarakan kubu calon presiden 02, Prabowo Subianto, Titi menilai harus bergantung pada mekanisme hukum yang ada dan persetujuan keluarga korban. Ia pun meminta setiap pihak untuk menghormati keluarga korban dan mengapresiasi pengorbanan para petugas KPPS.
Selama 17 April hingga 7 Mei 2019, Komisi Pemilihan Umum mencatat jumlah petugas yang menderita sakit sebanyak 4.310 orang, dan jumlah petugas yang meninggal dunia 456 orang. Jumlah seluruh petugas pemilu tercatat 7.286.067 orang.