Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perludem: Presidential Treshold Untungkan Capres Inkumben

Ketentuan mengenai presidential threshold itu sedang diuji materi di Mahkamah Konstitusi.

1 November 2017 | 20.07 WIB

Fadli Ramadhanil (Peneliti Perludem), Ferry Kurnia Rizkiansyah (Komisioner KPU 2013-2017), M. Lukman Edy (ketua Pansus RUU Pemilu DPR), Achmad Baidowi (Anggota Pansus RUU Pemilu) dalam acara diskusi Revisi UU Pemilu di Menteng, Jakarta Pusat, 3 Juni 2017. TEMPO/DWI FEBRINA FAJRIN
Perbesar
Fadli Ramadhanil (Peneliti Perludem), Ferry Kurnia Rizkiansyah (Komisioner KPU 2013-2017), M. Lukman Edy (ketua Pansus RUU Pemilu DPR), Achmad Baidowi (Anggota Pansus RUU Pemilu) dalam acara diskusi Revisi UU Pemilu di Menteng, Jakarta Pusat, 3 Juni 2017. TEMPO/DWI FEBRINA FAJRIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan ketentuan presidential threshold (PT) dalam pemilihan presiden atau pilpres 2019, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada Pasal 222, sangat menguntungkan partai-partai yang saat ini memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Fadli juga mengatakan peraturan PT tersebut dinilai menguntungkan calon presiden inkumben.

"Ya, karena punya kewenangan untuk merumuskan undang-undang. Dan dalam konteks politik saat ini, dia juga didukung oleh mayoritas partai politik di parlemen," katanya di Jakarta pada Rabu, 1 November 2017.

Hari ini, lembaga swadaya masyarakat Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif menggelar diskusi bertema "Polemik Pemilu 2019: Presidential Threshold" di kantor KoDe Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan. Dalam diskusi ini, selain Perludem, hadir pula Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, dan Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi.

Baca juga: Presidential Threshold 20 Persen, Pengamat: Jokowi Tidak Pede

Bahkan persoalan PT kini masih menjadi perdebatan lantaran dinilai sarat dengan kepentingan dan hanya menguntungkan beberapa pihak. Hingga kini pun PT yang tertera dalam Undang-Undang Pemilu, terutama pada Pasal 222, masih menjadi obyek sengketa di Mahkamah Konstitusi.

Fadli berujar aturan ini dinilai menguntungkan partai-partai yang memiliki banyak suara dalam pemilihan 2014. Padahal pemilihan pada 2019 menggunakan logika yang berbeda dengan pemilihan sebelumnya, yakni pemilihan serentak, pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden.

Jumlah partai yang bisa mengusung calon presiden disebut harus memenuhi syarat PT 20 persen dari suara pemilihan legislatif atau 25 persen dari jumlah suara di nasional.

Baca juga: Presidential Threshold 20 Persen, Bisa Head-to-Head Pilpres 2019

Selain itu, Fadli berujar mekanisme PT 20-25 juga membuat kemungkinan koalisi antarpartai menjadi sangat pragmatis. Sebab, nantinya partai-partai koalisi didasarkan pada kepentingan dan kongsi politik semata.

"PT mendukung kongsi politik dan politik yang pragmatis karena tidak disusun oleh platform, ideologi, dan program yang sama, tetapi kepentingan yang sama," ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus