Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai pemecatan Terawan dapat diselesaikan lewat komunikasi yang baik antara IDI dan Terawan.
Terawan sudah mengetahui pemecatan dirinya secara permanen dari keanggotaan IDI.
Intervensi Menteri Kesehatan dianggap tak perlu dilakukan karena IDI memang berwenang mengawasi anggotanya yang melanggar etika.
JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan memediasi pertemuan antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Terawan Agus Putranto. Mediasi itu bertujuan menyelesaikan putusan pemecatan Terawan secara permanen sebagai anggota IDI dalam Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi menyampaikan rencana mediasi itu secara khusus dalam konferensi pers, kemarin. Ia beralasan konflik antara IDI dan Terawan sudah menyita energi serta waktu yang seharusnya difokuskan untuk menangani pandemi Covid-19. Apalagi saat ini Indonesia akan segera memulai transisi dari pandemi menjadi endemi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kementerian Kesehatan akan memulai dan membantu proses mediasi antara IDI dan anggota-anggotanya agar komunikasinya baik, sehingga situasi yang terbangun akan kondusif," kata Budi saat konferensi pers, Senin, 28 Maret 2022.
Budi Gunadi Sadikin memahami bahwa organisasi profesi seperti IDI memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang mengikat setiap anggotanya. Selain itu, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah memberikan amanah kepada IDI untuk membina dan mengawasi anggotanya. Meski begitu, kata Budi, permasalahan antara IDI dan Terawan masih bisa diselesaikan lewat komunikasi yang baik di antara kedua pihak.
"Belajar dari sejarah, salah satu kelemahan bangsa kita adalah mudah diadu domba, mudah disulut, mudah emosi, sehingga kita lupa bahwa kita hidup bersama-sama sebagai negara merajut modal sosial yang kita miliki sebagai bangsa," kata Budi.
Budi tak menjelaskan jadwal mediasi tersebut. Saat dimintai konfirmasi ulang, ia tak menjawab pertanyaan Tempo.
Pemecatan Terawan Agus Putranto secara permanen dari keanggotaan IDI ini diputuskan dalam rapat khusus Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh, Sabtu lalu. Peserta muktamar menyetujui pemecatan itu, yang mengacu pada putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)-IDI pada 8 Februari 2022.
MKEK menyebutkan beberapa alasan pemecatan Terawan. Misalnya, Terawan belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi etik MKEK yang diberikan pada 2018. Sanksi etik tersebut berkaitan dengan terapi pasien stroke dengan metode intra arterial heparin flushing (IAHF) atau metode cuci otak yang dilakukan Terawan. Metode IAHF ini sudah dikomersialkan, tapi keamanan dan manfaatnya belum terbukti secara ilmiah. Lalu, standar kompetensi metode IAHF untuk tujuan terapi belum disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Polemik terapi IAHF ini sesungguhnya pernah ditangani Kementerian Kesehatan pada 2018, ketika MKEK menjatuhkan sanksi etik ke Terawan. Kementerian Kesehatan lantas membentuk Satuan Tugas IAHF. Kesimpulan Satuan Tugas IAHF ketika itu, antara lain, keamanan dan manfaat IAHF untuk tujuan terapi belum terbukti secara ilmiah serta praktik IAHF untuk tujuan terapi tidak selaras dengan etika kedokteran. Kemudian praktik IAHF untuk tujuan terapi berpotensi melanggar berbagai undang-undang serta standar kompetensi IAHF untuk tujuan terapi belum disahkan oleh KKI.
Satuan Tugas IAHF Kementerian Kesehatan lantas merekomendasikan agar pelayanan kedokteran dengan metode IAHF untuk tujuan terapi dihentikan karena belum terbukti ilmiah. Mereka juga merekomendasikan agar dilakukan penelitian IAHF untuk tujuan terapi dengan metodologi yang baik, benar, dan sesuai dengan dasar-dasar ilmiah.
Pertimbangan lain pemecatan Terawan adalah karena mantan Menteri Kesehatan itu sudah mempromosikan vaksin Nusantara atau vaksin sel dendritik untuk Covid-19 ke masyarakat, padahal risetnya belum tuntas. Selanjutnya, Terawan bertindak sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI), yang dibentuk tanpa melalui prosedur IDI. Terakhir, Terawan meminta semua cabang PDSRKI untuk tidak menghadiri acara Pengurus Besar IDI.
Terawan Agus Putranto di Jakarta, 22 Januari 2020. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Hingga saat ini, Terawan belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Saat wawancara khusus dengan Tempo pada akhir 2019, Terawan berkeras bahwa terapi cuci otak yang dilakukannya sudah tepat. “Enggak ada persoalan, kok dipersoalkan,” kata Terawan. “Inilah persepsi yang dilakukan kelembagaan atau organisasi.”
Tempo juga memperoleh rilis tertulis dari mantan tenaga ahli Terawan saat menjabat Menteri Kesehatan bernama Andi. Saat dimintai konfirmasi ke staf Terawan lainnya, Jajang Edi Prayitno, Andi diketahui hingga saat ini masih menjadi staf Terawan dan memang bertanggung jawab membuat keterangan tertulis mengenai kegiatan Terawan.
Menurut Andi, Terawan tetap menangani pasien di Rumah Sakit Dinas Kesehatan Tentara (RSDKT) Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, hingga kemarin. Ia mengatakan Terawan sudah mengetahui pemecatan tersebut dan mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto itu menyerahkannya pada putusan MKEK.
"Pak Terawan mengimbau teman-teman sejawat dan yang lain agar bisa menahan diri untuk tidak menimbulkan kekisruhan publik karena kita masih menghadapi pandemi Covid-19," kata Andi.
Ketua PB IDI yang baru, Adib Khumaidi, belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal langkah intervensi Kementerian Kesehatan tersebut. Adapun Wakil Ketua PB IDI, Slamet Budiarto, tak bersedia menanggapinya. Pengurus MKEK yang dimintai konfirmasi juga menyerahkan urusan tersebut kepada pengurus pusat IDI. “Izin nanti satu pintu dari PB IDI,” kata Ketua MKEK, Pukovisa Prawiroharjo, kemarin.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo, menilai upaya mediasi Menteri Kesehatan itu sangat janggal dan seharusnya tidak diperlukan. Organisasi profesi seperti IDI, kata dia, sama saja dengan lembaga profesi lain yang mempunyai kode etik untuk menilai dan mengawasi anggotanya.
“Apa bedanya Terawan dengan dokter lain yang pernah melanggar aturan IDI?” kata Agus. “Sebetulnya negara tak usah ikut-ikut. Upaya pemerintah mendamaikan bagus-bagus saja, tapi apa perlu? Masih banyak yang lain perlu diurus."
Agus menganggap langkah mediasi Menteri Kesehatan atas pemecatan Terawan ini berpotensi konflik kepentingan. Apalagi Terawan berstatus mantan Menteri Kesehatan, prajurit bintang tiga, serta memiliki banyak pasien pejabat pemerintah hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal status profesi Terawan tetap seorang dokter seperti pada umumnya. "Enggak semua pasien sembuh juga dengan metode yang Pak Terawan pakai," kata Agus.
EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo