Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Butuh Strategi Ekstrem Turunkan Kasus Covid-19

Tingginya angka kasus Covid-19 belum mencerminkan kondisi pandemi di Indonesia secara keseluruhan.

22 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, ragu kebijakan pemerintah memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat dapat menurunkan angka kasus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia. "Tentu tak realistis seminggu bisa turun, kecuali ada strategi ekstrem selama PPKM ini dan terus berlanjut," kata Dicky kepada Tempo, Rabu, 21 Juli 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemarin, Presiden Joko Widodo menyatakan memperpanjang pembatasan darurat ini hingga 25 Juli 2021. Pemerintah juga berencana membuka secara bertahap PPKM mulai 26 Juli, jika dalam perkembangannya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia menurun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski begitu, Dicky justru mempertanyakan langkah ini. Menurut dia, tingginya angka kasus saat ini sebenarnya masih belum mencerminkan kondisi pandemi di Indonesia secara keseluruhan. "Paradigma menemukan suatu kasus itu harus dianggap sebagai suatu prestasi, bukan wanprestasi. Bagaimana mau basmi musuh ini kalau enggak bisa menemukan musuh," ujar Dicky.

Dengan situasi saat ini, menurut Dicky, Indonesia harus melakukan testing hingga 1 juta spesimen per hari. Namun kenyataannya, jumlah testing yang dilakukan tertinggi baru mencapai kisaran 200 ribu. Itu pun jumlahnya menurun dalam beberapa hari belakangan.

Karena itu, ia mengatakan seharusnya pemerintah lebih gencar melakukan 3T (testing, tracing, treatment) sebagai upaya menanggulangi pandemi. "Dari awal saya ingatkan 3T harus luar biasa di semua wilayah untuk mencegah dampak perburukan di semua sektor," kata Dicky.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai PPKM darurat yang telah berjalan selama tiga pekan belum menunjukkan hasil. Data menunjukkan bahwa pembatasan mobilitas belum optimal dan tingkat penularan Covid-19 belum turun. "Kalau melihat data itu, PPKM darurat belum menunjukkan hasil," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 21 Juli 2021.

Merujuk data Google Mobility Index, Windhu mengakui memang ada penurunan mobilitas di tempat transportasi, rekreasi, dan pusat belanja. Masyarakat juga tercatat lebih banyak yang tinggal di rumah. Namun, kata dia, perpindahan aktivitas di rumah itu belum signifikan.

DKI Jakarta hanya bertambah 23 persen masyarakat yang tinggal di rumah, Yogyakarta 21 persen, dan Jawa Timur hanya 15 persen. Windhu berujar bahwa data itu memperlihatkan masih banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah.

Menurut Windhu, laju penularan kasus akan tertahan jika 70 persen masyarakat bisa tinggal di rumah. Dia mencontohkan, India bisa menurunkan angka kasus Covid-19 karena 90 persen warga bisa tinggal di rumah selama tiga pekan lockdown.

Windhu lantas mempertanyakan klaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal penurunan kasus Covid-19 dan keterisian tempat tidur rumah sakit selama masa PPKM darurat. Dia menyebutkan positivity rate pada Selasa, 20 Juli 2021, justru mencapai angka tertinggi sejak pemberlakuan pembatasan pertama pada 3 Juli lalu. "Kalau Presiden mengatakan angka turun, yang turun di mana?" ujar Windhu.

Menurut Windhu, dalam dua hari belakangan memang tercatat penurunan kasus positif. Namun hal itu pun terjadi karena jumlah pengetesan (testing) juga menurun. Maka, dia mengecek tingkat keparahan penyebaran Covid-19 dengan melihat data rasio kasus positif dibanding jumlah pengetesan.

Positivity rate pada 20 Juli lalu sebesar 33,42 persen. Pada 19 dan 18 Juli, angkanya berturut-turut 32,4 persen dan 26,88 persen. Menurut Windhu, positivity rate pada 3 Juli juga berkisar di angka 26 persen. "Justru positivity rate tertinggi setelah 3 Juli ketika PPKM pertama kali diterapkan," ujarnya.

Artinya, Windhu melanjutkan, saat ini belum terjadi penurunan tingkat penularan di masyarakat. Tingkat keterisian rumah sakit pun stagnan alias belum membaik.

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, mengatakan pemerintah harus hadir dalam menyejahterakan masyarakat di tengah pandemi. "Kalau menurut pemerintah, untuk kebaikan rakyat, PPKM harus dilanjutkan, ya, silakan dilanjutkan,” ujarnya.

Abbas menjelaskan, jika pemerintah sudah memutuskan memperpanjang dan meminta mengurangi mobilitas, masyarakat harus diberikan bantuan. "Pemerintah harus membantu perekonomian rakyat dengan BLT (bantuan langsung tunai) secepatnya," kata dia.

EKO WAHYUDI | BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA

#ingatpesanibu #cucitangan #pakaimasker #jagajarak

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus