Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menduga banyaknya laporan mengenai petugas pemilu yang meninggal disebabkan karena kelelahan. Menurutnya petugas pemilu yang bekerja sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menanggung tugas yang banyak dan berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Memang pekerjaannya berat, memang pekerjaannya banyak, maka ya orang sangat mungkin kelelahan dalam menjalankan tugas,” ujar Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Sabtu, 20 April 2019.
Menurutnya, jam kerja KPPS tidak menentu. Apalagi memasuki momen menjelang pemungutan dan penghitungan suara. Bahkan, ia menyebutkan, petugas KPPS bisa bekerja selama 24 jam.
“Kalau dibikin kerjanya seperti kerja normal kantoran masuk jam 08.00 pagi pulang jam 04.00 bisa enggak selesai pemilunya. Memang kerja Penyelenggara Pemilu itu kerjanya overtime,” kata dia.
Arief mengatakan, kejadian tersebut sudah sempat diantisipasi oleh KPU. Salah satunya, KPU sempat menyusun perencanaan anggaran yang berkaitan dengan sistem kerja KPPS. Bahkan, dalam menyeleksi anggota KPPS, pihaknya mencari orang yang secara fisik dan mental betul-betul sehat.
“Ketika kami memilih itu memang mencari orang-orang yang sehat fisiknya, sehat mentalnya. Karena sehat fisiknya saja juga beresiko kalau orang ditekan kanan-kiri gampang down, nggak bisa,” ujar dia.
Berdasarkan laporan yang ada, peristiwa panitia pemungutan suara yang meninggal dalam tugas terjadi di Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Malang, Tasikmalaya, dan Karawang, dan daerah lainnya. Ada yang didahului jatuh pingsan, ada yang karena serangan jantung, ada juga yang kecelakaan. Seluruhnya bersumber pada dugaan karena kelelahan.