Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pidato Lengkap Said Aqil di Harlah Muslimat NU ke-73

Pidato Ketua Umum PBNU Said Aqil dalam peringatan Harlah Muslimat NU ke-72 menuai polemik.

30 Januari 2019 | 06.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pidato Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj dalam acara peringatan Hari Lahir (Harlah) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ke-73 pada Ahad, 27 Januari 2019, menuai polemik. Dalam pidatonya itu, Said Aqil menuturkan tokoh-tokoh agama di Indonesia, mulai dari imam masjid hingga pengurus KUA (Kantor Urusan Agama), harus diisi dari NU.

Baca: Kata Ketua Umum Muhammadiyah Soal Pernyataan Said Aqil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, misalnya, merespons pernyataan Said Aqil melalui siaran pers. Dalam siaran pers itu, Anwar menilai ucapan Said Aqil menjadi ancaman untuk persatuan umat Islam. Ia juga meminta Said Aqil agar mencabut ucapannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau ini juga menjadi sikap NU, maka negeri ini akan ada dalam bahaya. Untuk itu saya meminta Said Aqil Siradj untuk menarik ucapannya agar negeri ini tidak rusuh. Karena ucapan tersebut jelas-jelas sangat mengancam persatuan dan kesatuan umat,” tulis Anwar Abbas dalam siaran persnya itu, Minggu, 27 Januari 2019.

Wakil presiden Jusuf Kalla atau JK juga menilai pernyataan Said Aqil kurang tepat. Dalam hukum Islam, kata JK, tokoh agama seperti imam dan khatib dipilih karena kompetensinya. Menurut JK, kemampuan seseorang tidak dibatasi oleh organisasi apa pun. “Jadi ya kurang tepat kalau dilakukan dalam skala organisasi, tapi (dilakukan oleh) siapa yang mampu," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019.

Baca: Dikritik MUI, Said Aqil: Saya atau NU Bukan Bawahan Majelis Ulama

Berikut isi pidato lengkap Said Aqil Siradj dalam acara Harlah Muslimat NU ke-73 tersebut:

Yang saya muliakan, Bapak Presiden Republik Indonesia beserta Ibu Iriana Joko Widodo ‘ajahulllah, Presiden Republik Indonesia tahun 2019-2024.

Para menteri Kabinet Kerja yang hadir. Yang saya hormati almukaramah as-sayidah Ibu Abdurrahman Wahid, Ibu Sinta Nuriyah athalallahu baqaaha, panjang umur fi sihatin daimah.

Ketua umum Muslimat NU, Gubernur Jawa Timur, Calon Presiden RI tahun 24-34 Ibu hajah Khofifah Indar Parawansa athalallahu baqaaha dzukhran lana wa liummah.

Wakil Ketua Umum PBNU Profesor Doktor KH. Maksoem Mahfoedz, Sekjen PBNU bodolan menteri doktor Helmy, Rais Aam Hadratussyekh KH Miftahul Akhyar a’ajahullah, Wakil Ketua Umum PBNU, Sekjen PBNU dan rekan-rekan Pengurus PBNU dan Pimpinan Muslimat, terutama Ketua Panitia Mbak Yenny Abdurrahman Wahid. Saya senang menyebutnya Yenny Abdurrahman Wahid Hasyim, Wahid, Hasyim Asya’ri Wahid

Dan juga yang saya hormati, ini yang tersayang ini, Ibu Hajjah Nurhayati, istri saya sendiri, yang tersayang.

Para pimpinan badan otonom NU, Fatayat, Ansor, Pagar Nusa, Pergunu, Jam’iyyatul Qurra wal Huffaz, Jam’iyyah Mu’tabarah an-Nadhliyah, ISNU, Ali Masykur, Sarbumsui, IPNU, IPPNU, para anggota DPR, para habaib, ashabul ma’ahid, ashabut turuqi sufiyah, para pimpinan Muslimat tingkat wilayah dan cabang ‘aajakumullah.

Alhamdulillah pagi hari ini saya atas nama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bersyukur kepada Allah dan bangga atas terlaksananya, terselenggaranya Harlah Muslimat NU yang ke-73. Dengan hadirnya kurang lebih seratus ribu, bahkan lebihya , seratus ribu Muslimat di Gelora Bung Karno ini. Yang dimulai sejak tadi malam jam 3 pagi dengan khatmil Qur’an, tahajud, munajat, istighotsah. Kalau munajah doa sendiri-sendiri, kalau istighotsah doa rame-rame. Kemudian shalat subuh yang dipimpin oleh Ketua Umum Pergunu KH Asep Abdul Halim.

Bapak Ibu sekalian, di Qur’an, Al-Qur’an, perintah kepada Nabi Muhammad agar membentuk organisasi, namanya umat. Umat apakah yang diperintah oleh Al-Qur’an? Mohon maaf, di dalam Qur’an tidak ada penjelasan yang namanya umat Islam, tidak ada. Silakan yang hafiz Qur’an cari, ada nggak Qur’an umatan Islam? Nggak ada.

Yang ada wa kadzalika ja'alnakum ummatan wasathan, yang ada ‘Muhammad, kamu harus membentuk organisasi namanya umat, ummatan washatan, umat yang keren, umat yang berperan, umat yang berkualitas,’

Muslimat keren tidak? (bertanya pada hadirin)

Hebat tidak?

Berperan?

Supaya apa keren wasahatan? Agar litakunu syuhada'a 'ala an-naas, agar berperan di tengah-tengah masyarakat. Syuhada itu berperan, peran apa? Terus tanya terus. Peran apa? Syuhudan diniyyan, peran agama.

Harus kita pegang imam masjid, khatib-khatib, KUA-KUA, pak Menteri Agama (menyapa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin), harus dari NU. Kalau dipegang selain NU, salah semua nanti, banyak bid’ah. Nanti kalau selain NU, ini bid’ah ini, tari-tari sufi ini bid’ah nanti.

Syuhudan diniyyan, peran agama. Majelis ta’lim, pesantren, madrasah diniyah, taman Al-Qur’an, taman kanak-kanak al-Qur’an, itu artinya kita berperan syuhudan diniyyan. Syuhudan, syuhudan tsaqafiyyan, peran akhlak, peran budaya, peran peradaban.

Berperan belum kita dalam akhlaqul karimah?

Muslimat akhlaknya baik semua? Tak tanya (saya bertanya), jawab lah

Muslimat akhlaknya baik semua?

Ada yang jelek satu, dua, tiga, sepuluh, dua puluh, tiga puluh.

Semuanya baik-baik. Itu namanya peran tsaqafiyan.

Syuhudan hadlariyan, peran ekonomi, peran kesejahteraan, peran kesehatan, peran sosial, peran kemasyarakatan. Sudah berperan? Muslimat sudah berperan kesehatan? Koperasi-koperasi? Bisnis perdagangan?

Yang belum satu, dengarkan, dengarkan, syuhudan siyasiyan, peran politik. Maka tahun 2019 harus menang. Supaya NU berperan syuhudan siyasiyan, syuhudan siyasiyan, Alhamdulillah paham.

Terutama ibu-ibu, terutama. Di dalam Al-Qur’an, tidak ada surat yang istimewa, kecuali yang hebat surat An-Nisa, surat perempuan. Tidak ada surat Ar-Rijal, laki-laki nggak ada. Pokoknya laki-laki kalah pokoknya.

Yang syahid pertama demi agama Islam, demi mempertahankan iman, perempuan, namanya Sumayyah, yang dibunuh oleh Abu Jahal. Setelah itu baru suaminya, Yasir. Ammar, anaknya, pura-pura murtad, tapi kemudian lapor kepada Rasulullah ‘tadi saya pura-pura murtad’. Tidak apa-apa. Ayat Al-Qur’an turun, illa man ukriha wa qalbu mutmainnun bil iman, kalau kepaksa, pura-pura ikut kafir, dalam hati iman, enggak apa-apa. Ini dipakai qiyas oleh para kiai yang tanda tangan Golkar tahun 1971. Golkar dulu, bukan Golkar sekarang. Kepaksa takut nggak apa-apa. Illa man ukriha wa qalbu mutmainnun bil iman.

Malah suatu ketika, ini suatu ketika, ada sahabat mau sowan datang ke khalifah Amirul Mukminin Umar Ibnul Khatab, khalifah yang adil, tegas, tanpa kompromi. Datang ke pintu, nyampe ke pintu mendengar istrinya sedang ngomel sama Khalifah Umar, suaminya. Segera orang itu balik lagi. Sayidina umar tahu ‘Eh, eh, ada apa, ada apa, kamu orang bertamu enggak jadi?’ Jawabnya ‘Pak Khalifah yang terhormat, saya ke sini mau mengadu istri saya galak, tapi tadi ketika saya nyampe pintu saya dengar istri panjenengan juga lebih galak dan Sayidina Umar kalah, diem aja’.

Apa jawab Sayidina Umar? Ada hadits Rasulullah yang mengatakan ushikum bitaqwallah, ittaqullahaa fin nisa, fainnahuna awanun fi aydikum akhadtumuhunna bi amanatillah istakhrajtum furujahunna bikalimatillah. Ada hadits yang menegaskan, kata Rasulullah ‘saya pesan, saya wasiatkan, saya pesan, jagalah, hormatillah sayangilah istri-istrimu’. Wah luar biasa ini, enggak ada hadits sayangilah suamimu, ngga ada itu. Iri juga suami ini. Khairukum khairukum linisaikum wa ana khairikum linisaikum, sebaik-baik suami adalah suami yang sayang istri. Saya, kata rasulullah, ‘saya suami yang paling baik dengan istri’.

Oleh karena itu, saya sendiri contohnya, ini mohon maaf, kalau dari luar, di luar, saya profesor, doktor, kiai haji, ketua umum, orang cium tangan semua. Masuk ke rumah, istri marah-marah, ambrol semua profesor doktor, rontok semua profesor doktor, betul. Mudah-mudahan bapak presiden tidak, mudah-mudahan, ketoke (kelihatannya) enggak, beda-beda dikitlah.

Oleh karena itu ibu-ibu, ini bercanda, ibu-ibu pesan dua saja. Satu, tadi udah disinggung mbak Yenny dan disinggung oleh bu Khofifah, tawasuth dan tasamuh, moderat. Sikap kita harus moderat, tidak boleh ekstrem, tidak boleh radikal, apalagi terorisme. Jaga anak-anak, mantu, cucu, jangan sampai, terprovokasi dengan atas nama agama kemudian bertindak radikal ekstrem, apalagi sampai menjadi teroris. Jaga anak cucu ya bu ya? Tapi menjaga tawasuth, harus cerdas, harus berpendidikan. Orang tawasuth mesti orang cerdas. Orang tidak tawasuth, tidak cerdas. Gitu aja gampang.

Yang kedua, tasamuh, toleran. Jaga anak cucu ibu agar menjadi orang yang toleran menghormati kebhinekaan, menghargai perbedaan, menghargai agama lain, suku lain, kelompok lain, gitu bu, ya. Anak cucu itu harus diarahkan. Kita sering melihat bapak ibunya orang NU, anaknya tidak kenal NU. Banyak itu, ada. Mudah-mudahan yang ada di sini semua, anak cucunya tawasuth tasamuh, Nahdliyin semua, Insya Allah nanti akan khusnul khatimah.

Menjadi santrinya Mbah Hasyim Asy’ari, masuk sorga bersama beliau.

KH Hasyim Asy’ari itu seperti masinis. Bawa kereta api yang di gerbong depan, yang bagus, para ulama, para habaib, para kiai. Kita-kita ini di gerbong belakang dengan beras, bawang, ayam, tapi kebawa, kebawa Kiai Hasyim Asy’ari, mau tidak?

Di gerbong belakang?

Campur ayam?

Campur dedak?

Nanti saya di situ. Saya di situ nanti. Saya di gerbong belakang bersama ayam, bawang, terasi gak papa, asal kebawa Kiai Hasyim Asy’ari, masuk sorga bersama.

Apalagi umur saya sudah 66 tahun. Kenyang makan, kenyang tidur, kenyang naik Merci, naik Alphard, pesawat, kenyang berpakaian sutra dan wol, kenyang tidur dengan istri. Tinggal satu, tinggal satu yang saya inginkan, khusnul khatimah.

Barangkali saya berdiri di hadapan ibu Muslimat, ini yang terakhir, tahun 2020 muktamar NU, saya tidak akan mencalonkan diri. Silakan yang lain siapa pun, saya tidak punya calon, siapa pun kader NU mencalonkan diri untuk menjadi ketua umum, monggo, pada Agustus tahun 2020.

Tapi saya tetap aktif di NU, jangan khawatir gitu ya. Mari kita jaga NKRI, mari kita jaga Pancasila, mari kita jaga budaya, karakter, akhlaqul karimah, inilah islam Nusantara, Islam yang santun, Islam yang ramah, Islam yang menghormati budaya, Islam yang berkarakter, berintegritas, itulah Islam Nusantara. Bukan mazhab, bukan aliran, tapi khasaihs, mumayyizat, tipologi Islam, masyarakat Islam Nusantara.

Selamat berharlah Muslimat ke-73, mudah-mudahan ke depan semakin kuat, semakin berperan, berkualitas. Amin.

Terima kasih kepada Bapak Presiden dengan ibu yang hadir di tengah-tengah kita, dan alhamdulillah begitu Presiden hadir, hujan berhenti. Ini pawangnya hebat.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus