Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Panglima TNI menghapus ketentuan larangan keturunan PKI untuk bergabung ke TNI.
Kebijakan Panglima TNI dinilai menghapus stigmatisasi dan diskriminasi yang selama ini ada di masyarakat.
Lembaga dan instutisi pemerintahan diminta mengikuti kebijakan Panglima TNI.
JAKARTA — Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuat keputusan progresif dengan memperkenankan keturunan bekas anggota PKI daftar TNI. Menurut Andika, larangan tersebut tak memiliki dasar hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andika menjamin pada masa kepemimpinannya tidak akan ada lagi aturan diskriminatif, seperti larangan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) masuk dinas kemiliteran. "Saya gunakan dasar hukum," kata dia, dua hari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan itu disampaikan Andika dalam rapat koordinasi penerimaan prajurit TNI, dari jenjang Akademi Militer TNI, perwira karier, bintara, hingga tamtama. Rapat tersebut digelar bersama Panitia Pusat Penerimaan Prajurit TNI 2022 di Markas Besar TNI di Jakarta. Rapat itu membahas tes mental ideologi, psikologi, akademik, kesamaptaan jasmani, dan kesehatan.
Persoalan ketentuan keturunan PKI dilarang masuk TNI itu ditemukan Andika ketika mengulas tes mental ideologi. Andika mempertanyakan penilaian pada poin keempat yang berkaitan dengan keturunan calon prajurit. Direktur D Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Kolonel A. Dwiyanto, menjawab bahwa larangan tersebut berpedoman pada Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI.
Dwiyanto memaparkan Tap MPRS itu melarang ideologi komunisme, bahkan organisasi onderbouw PKI. Namun Andika ragu akan hal itu dan memintanya untuk menguji hal tersebut. Lantas Andika menjelaskan bahwa Tap MPRS hanya melarang ideologi dan organisasi komunisme, tanpa larangan terhadap organisasi onderbouw PKI atau bahkan keturunan anggota PKI.
Andika mempertanyakan dasar hukum larangan terhadap keturunan anggota PKI bergabung ke TNI. Karena itu, dia meminta panitia agar tidak mengada-ada dalam menyusun tes mental ideologi. Andika mencoret poin itu dari daftar syarat masuk TNI. "Kalau melarang, pastikan kita punya dasar hukum," katanya.
Jenderal Andika Perkasa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 24 Maret 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute for Democracy and Peace, Bonar Tigor Naipospos, turut memuji sikap Andika. Kata dia, meski peristiwa 1965 terjadi lebih dari 50 tahun lalu, keluarga PKI terus menanggung dosa turunan. "Diperlakukan tidak setara sebagai warga negara," ucap dia.
Menurut dia, penghapusan larangan keturunan anggota PKI mendaftar TNI bisa menjadi cikal-bakal perdamaian bangsa dengan sejarah masa lalu. Sebab, setiap warga negara, apa pun latar belakangnya, berhak menyumbangkan tenaganya menjadi bagian dari pertahanan negara selama tidak terlibat pelanggaran hukum.
Bonar berharap keputusan Jenderal Andika tersebut menjadi pintu masuk bagi bangsa ini untuk melakukan refleksi dan rekonsiliasi terhadap tragedi 1965. Pemerintah dan masyarakat diminta mengakhiri rantai stigmatisasi dan diskriminasi terhadap keluarga PKI. Meski tragedi berlangsung lebih dari lima dekade lalu, stigma buruk PKI masih disalahgunakan oleh kelompok tertentu sebagai senjata untuk menyudutkan kelompok lain.
Bonar meminta Andika agar melanjutkan terobosannya dengan membuka pintu bagi kelompok penghayat untuk masuk barak. Catatan Setara Institute mendapati para kelompok penghayat mengalami hambatan dan diskriminasi saat mendaftar sebagai anggota TNI melalui formulir online. Alasannya, formulir tersebut tidak mencantumkan kolom agama untuk penghayat.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara, juga menyebutkan penghapusan syarat itu sebagai keputusan yang progresif. Beka meminta agar penghapusan aturan tersebut dipermanenkan. Dia juga mendorong institusi dan lembaga pemerintah mengikuti keputusan TNI. Sebab, masih ada lembaga yang melarang keturunan PKI bekerja di sana.
Agus Widjojo, letnan jenderal purnawirawan yang bersama Susilo Bambang Yudhoyono merumuskan konsep reformasi TNI pada 1998, mengatakan kebijakan Andika merujuk pada Tap MPRS 1966 yang melarang PKI dan penyebaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme. "Tak ada undang-undang yang melarang keturunan anggota PKI menjadi anggota TNI," kata Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional periode 2016-2022 yang kini menjadi duta besar di Filipina itu.
Menurut Agus, Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 telah dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara. Bentuk konkretnya adalah larangan mendirikan organisasi yang patut diduga menganut ajaran komunisme.
Agus mengapresiasi sikap Andika yang dianggap dapat memberi pembelajaran kepada publik bahwa status seseorang harus didasarkan pada pertimbangan hukum yang jelas dan terukur. Penetapan seseorang dalam tindak pidana pelanggar hukum tidak bisa didasarkan pada opini, keyakinan, ataupun garis keturunan.
Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies, Nyarwi Ahmad, mengapresiasi pembukaan pintu keturunan PKI daftar TNI ini. "Penegasan Andika itu merupakan sikap humanisme yang luar biasa," ujarnya.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo