Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Untung-Rugi Muka Lama Penghuni Senayan

Separuh anggota DPR inkumben diprediksi kembali terpilih pada pemilu ini. Ada risiko buruk yang harus diwaspadai.

11 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, khawatir ulah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode ini akan kembali terulang pada periode mendatang. Sebab, separuh calon legislator inkumben di setiap daerah pemilihan hampir pasti akan lolos kembali ke Senayan dalam Pemilu 2024 ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siti Zuhro mencontohkan produk undang-undang hasil kerja legislator periode 2019-2024 tanpa melalui sosialisasi yang cukup dan partisipasi bermakna. Salah satu contohnya adalah Undang-Undang Cipta Kerja. Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa omnibus law tersebut inkonstitusional bersyarat karena proses pembuatannya tidak melalui partisipasi yang bermakna di masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dengan model executive heavy, banyak perundang-undangan yang dihasilkan tanpa sosialisasi yang cukup,” kata Siti Zuhro, Ahad, 10 Maret 2024.

Ia mengatakan masyarakat sesungguhnya berharap besar kepada anggota Dewan agar mereka mengakomodasi kehendak rakyat. Tapi sering kali masyarakat terpaksa kecewa melihat ulah anggota Dewan tersebut.

Siti Zuhro berpendapat bahwa calon legislator inkumben yang kembali terpilih belum tentu karena mereka memiliki kinerja yang baik di Senayan. Bisa jadi, kata dia, legislator tersebut dipilih karena mereka merawat komunikasi politiknya dengan konstituen, baik berupa dialog, menyapa, maupun memberi bonus kepada konstituen.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengatakan ada sisi positif dan negatif dari caleg inkumben yang kembali lolos ke Senayan. Sisi negatif itu, kata dia, di antaranya ritme kerja yang kurang baik selama ini akan memberi efek minor. Misalnya produktivitas mereka dalam menghasilkan pokok-pokok pikiran maupun menanggapi berbagai persoalan publik. “Juga soal kehadiran dalam rapat-rapat di setiap komisi maupun paripurna,” kata Agung.

Baca Juga Infografiknya:

Ia melanjutkan, sikap politik calon legislator inkumben yang berlebihan dapat mempengaruhi pola pikir anggota Dewan yang baru. Sehingga legislator yang baru akan kurang jernih dalam memahami situasi dari suatu kebijakan politik.

Adapun dampak positifnya, kata Agung, calon legislator inkumben sudah memahami ritme kerja di DPR sehingga tak perlu lagi beradaptasi. Mereka sudah tahu berbagai situasi, baik saat sidang, reses, maupun ketika butuh mempercepat pengesahan undang-undang.

“Secara politik, mereka juga sudah tahu peta politik di Senayan. Sehingga tidak ujuk-ujuk tampil vokal, tapi tabrak sana-sini aturan,” kata dia.

Pekerja menyortir surat suara pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2024 di Boyolali, Jawa Tengah, 26 Desember 2023. ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho

Di samping itu, kata Agung, mereka juga telah mengetahui keinginan partai, fraksi, maupun komisinya. “Jadi, mereka bisa menempatkan diri dengan baik ketimbang caleg yang baru.”

Agung mengatakan, secara strategis, caleg inkumben juga bisa memainkan peran penting dalam pembahasan rancangan undang-undang. Sebab, mereka sudah memahami substansi dari RUU tersebut. Apalagi jika rancangan undang-undang itu merupakan tundaan pembahasan dari periode DPR sebelumnya.

Sesuai dengan hasil rapat pleno rekapitulasi KPU provinsi, banyak calon legislator inkumben yang dipastikan lolos kembali ke Senayan. Mereka di antaranya Ketua DPR dari PDI Perjuangan, Puan Maharani; Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad; dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Partai Golkar, Bambang Soesatyo.

Namun banyak juga calon legislator inkumben yang diprediksi gagal lolos ke Senayan. Misalnya Paryono, Agustina Wilujeng Pramestuti, Hendrawan Supratikno, Johan Budi Sapto Pribowo, Ribka Tjiptaning, Marsiaman Saragih, dan Effendy Sianipar. Mereka adalah calon legislator yang berasal dari PDI Perjuangan.

Baca Juga Infografiknya:

Bukan hanya PDI Perjuangan, caleg inkumben di partai politik lain juga banyak yang berguguran. Mereka rata-rata dikalahkan oleh caleg di lingkup internal partainya. Sebagian lagi akibat perolehan suara partai politik di suatu daerah pemilihan yang jeblok.

Hasil pemilu anggota legislatif tersebut belum final. Setelah rekapitulasi tingkat provinsi tuntas per Ahad kemarin, KPU akan memulai penghitungan suara secara nasional. Rekapitulasi suara secara nasional ini akan berlangsung hingga 20 Maret mendatang.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Bambang Wuryanto belum menjawab upaya konfirmasi Tempo soal ini. Ketika dimintai konfirmasi lewat stafnya, Agustina Wilujeng juga belum merespons pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Penyebab Caleg Inkumben Gagal

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin, berpendapat, banyak faktor yang membuat calon legislator inkumben kalah dalam pemilu. Misalnya caleg inkumben itu lengah dan daerah pemilihannya tidak diurus dengan baik. Faktor berikutnya, caleg pendatang baru lebih siap bertarung dan mereka lebih populer di masyarakat.

Ia mengatakan banyak mantan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang didorong partainya untuk maju sebagai caleg lebih dulu. Harapannya, mereka mampu mendulang suara dan kursi DPR untuk partainya masing-masing. Mereka berpeluang meraih suara signifikan karena mempunyai basis massa di daerah yang pernah dipimpinnya. “Mereka ini jadi ancaman bagi inkumben,” kata Ujang.

Di samping caleg dari unsur mantan kepala daerah, caleg inkumben juga tergusur oleh calon anggota legislatif yang berasal dari kalangan artis. Mereka memiliki modal popularitas dan logistik yang cukup. “Anak bupati dan gubernur yang menjadi caleg juga menjadi ancaman bagi caleg inkumben,” ujarnya.

Agung Baskoro sependapat dengan Ujang. Agung menilai caleg inkumben kalah dari pendatang baru karena mereka kurang berkunjung ke daerah pemilihannya masing-masing. “Mereka juga menyapa para konstituennya hanya ketika masa pemilihan berlangsung. Padahal konstituen ini perlu dirawat jauh hari sebelum pemilihan bergulir,” kata Agung.

Ia melanjutkan, konstituen biasanya butuh disapa lewat berbagai program. Misalnya layanan mobil ambulans maupun bantuan untuk berbagai kegiatan masyarakat. “Saya melihatnya, kenapa para caleg petahana ini kalah, karena mereka lebih banyak berinteraksi di panggung depan atau di media. Mereka jarang merespons hal-hal yang intens dan rutin di dapilnya.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Eka Yudha Saputra, Adinda Jasmine Prasetyo, dan Jamal Abdun Nashr dari Semarang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus