Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tercoreng Putusan Etik Bharada Eliezer

Putusan sidang etik mempertahankan Bharada Eliezer sebagai anggota Polri menuai polemik. Preseden buruk di Korps Bhayangkara.

24 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Putusan sidang etik mempertahankan Bharada Eliezer dinilai bisa menjadi preseden buruk bagi Polri.

  • KKEP mempertimbangkan status Bharada Eliezer sebagai justice collaborator dalam kasus Brigadir Yosua.

  • Ada problematika putusan Eliezer terhadap pelaku perintangan penyidikan yang lebih dulu dipecat dalam sidang etik.

JAKARTA – Putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang mempertahankan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai anggota Kepolisian RI menuai kritik. Peneliti Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, mengatakan putusan tersebut justru mencederai wajah Korps Bhayangkara. Dia khawatir kepercayaan publik terhadap Polri bakal semakin melorot akibat putusan sidang etik Bharada Eliezer ini. “Keputusan ini akan menjadi suatu preseden buruk karena Polri justru mempertahankan seorang pelaku tindak pidana,” kata Bambang kepada Tempo, Kamis, 23 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang menuturkan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo semestinya berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Pasal 12 peraturan tersebut jelas menyatakan anggota Polri diberhentikan tidak dengan hormat jika dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia membenarkan pasal yang sama juga mengatur klausul tentang adanya pertimbangan pejabat yang berwenang bahwa anggota Polri yang dipidana penjara dapat atau tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam kedinasan. Namun, kata dia, pertimbangan itu seharusnya justru menguatkan bagi Polri untuk menutup pintu bagi Eliezer. “Bagaimana bisa pelaku pelanggaran hukum kembali menjadi aparatur penegak hukum,” kata Bambang.

Sidang Etik KKEP digelar pada Rabu, 22 Februari 2023. Dalam putusannya, majelis KKEP menyatakan Eliezer terbukti bersalah secara hukum, yaitu melakukan penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Rumah Dinas Nomor 46, Kompleks Polri Duren Tiga, dengan menggunakan senjata api dinas Polri pada 8 Juli 2022.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, mengatakan Eliezer terbukti melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Mantan ajudan Ferdy Sambo itu juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf o; Pasal 6 ayat (2) huruf b; Pasal 8 huruf b dan c; Pasal 10 ayat (1) huruf f; dan/atau Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

Kendati demikian, Komisi Etik memutuskan untuk mempertahankan Eliezer sebagai anggota Polri. Ramadhan menjelaskan, keputusan untuk mempertahankan Eliezer sebagai anggota Polri diambil Komisi Etik dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Eliezer, kata dia, belum pernah dihukum dalam pelanggaran kode etik ataupun pidana. Eliezer juga dinilai telah mengakui kesalahan, menyesali perbuatannya, bersikap sopan serta baik selama dalam persidangan, berpeluang mengubah keadaan karena usianya yang tergolong muda, serta meminta maaf langsung kepada keluarga korban. 

Bukan hanya itu, Komisi Etik juga mempertimbangkan sikap Eliezer yang bersedia menjadi justice collaborator atau membantu mengungkap kasus kematian Brigadir Yosua. “Semua tindakan yang dilakukan karena terpaksa,” kata Ramadhan. “Dan semuanya dilakukan karena relasi pangkat yang terpaut jauh antara dirinya dan Ferdy Sambo."

Divisi Humas Polri memberikan keterangan kepada media soal hasil sidang kode etik Bharada Richard Eliezer di Mabes Polri, Jakarta, 22 Februari 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja

Menurut Ramadhan, Eliezer tak sepenuhnya dibebaskan dari segala buah perbuatan tercelanya. Bekas ajudan Ferdy Sambo tersebut dijatuhi sanksi untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP serta menuliskan permohonan maaf kepada pimpinan Polri atas kegaduhan yang telah terjadi. “Sanksi administratifnya, terduga dimutasi yang bersifat demosi selama 1 tahun,” kata dia. “Terduga demosi ke Bagian Pelayanan Markas Polri dan berlaku mulai putusan ini ditandatangani.”

Senada dengan Bambang Rukminto, pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, juga menilai Polri tak perlu mempertahankan Eliezer menjadi anggota Polri. Dia khawatir putusan ini justru akan menimbulkan skeptisisme terhadap upaya penegakan hukum di lingkup internal Polri. 

Mudzakir juga menilai pertimbangan Komite Etik bahwa Eliezer menjadi justice collaborator dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua tidak tepat. “Dengan statusnya sebagai eksekutor, saya rasa vonis pidana ringan sudah cukup,” ujarnya. “Jadi, dalam rangka memperbaiki institusi, pemberian sanksi pemberhentian tidak dengah hormat sudah selayaknya diberikan.”

Sebelumnya, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Edwin Partogi mengapresiasi putusan Komisi Etik yang kembali memperkenankan Eliezer masuk ke institusi Polri. Menurut Edwin, apa yang diputuskan oleh Komisi Etik memberikan pemahaman tersendiri bagi Eliezer dan publik bahwa perbuatan itu dilakukan atas dasar keterpaksaan. “Ini juga menandakan jika Polri menyadari bahwa masih ada kesempatan bagi Eliezer untuk memperbaiki keadaan di usianya yang masih muda,” kata dia.

Berharap Diskresi Tak Diberikan kepada Seluruh Terdakwa

Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, mengamini bahwa diskresi yang diberikan kepada Eliezer akan menuai kontroversi. Peran Eliezer sebagai eksekutor Brigadir Yosua, kata dia, akan menimbulkan problematika hukum dalam pemberian diskresi tersebut. Dia menilai, putusan KKEP terhadap Eliezer lebih mencerminkan faktor sosiologis berupa dukungan publik. “Eliezer ini didukung karena sikapnya yang jujur dan terbuka, terlebih dia juga justice collaborator,” ujarnya.

Sugeng berharap agar diskresi kepada Eliezer tidak diberikan kepada terdakwa lain di kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Menurut Sugeng, ada perbedaan yang sangat jelas dalam peran masing-masing anggota Polri yang terlibat kasus tersebut. “Komisi Etik pasti memiliki pertimbangan mengingat peran Eliezer sebagai pembuka kasus dan mereka yang bukan,” kata Sugeng. 

Dalam kasus inti berupa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, KKEP lebih dulu memecat Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Sejauh ini, KKEP belum menggelar sidang etik terhadap Brigadir Kepala Ricky Rizal Wibowo, ajudan Ferdy yang sebelumnya divonis 13 tahun penjara. Rencananya, sidang etik terhadap Ricky akan digelar setelah proses banding atau menunggu putusan yang berkekuatan hukum tetap alias inkracht.

Di sisi lain, kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua ini juga diiringi tindak pidana lain berupa perintangan penyidikan (obstruction of justice). Perintangan penyidikan ini diduga melibatkan lebih dari 35 anggota kepolisian, sebagian besar bekas anak buah Ferdy Sambo di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Kemarin, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ajun Komisaris Besar Arif Rahman Arifin dengan hukuman 10 bulan penjara. Mantan Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Polri itu terbukti bersalah karena merusak kamera pengawas (CCTV) di sekitar lokasi pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria saat sidang putusan soal menghalangi proses penyidikan atas pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 23 Februari 2023. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Arif Rahman termasuk dalam daftar yang belum menjalani sidang etik. KKEP baru menyidangkan belasan anggota Polri yang diduga terlibat dalam perintangan penyidikan tersebut. Seperti terhadap Ferdy Sambo, KKEP telah memberhentikan tidak dengan hormat Hendra Kurniawan, mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri. Putusan serupa juga dikenakan terhadap bekas anak buah Ferdy Sambo seperti Agus Nur Patria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.

Selebihnya, sejumlah anggota Polri yang dianggap tak profesional dalam penyidikan kasus kematian Brigadir Yosua dikenai hukuman berupa mutasi dan demosi. Mantan Kepala Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Ridwan Rheky Nellson Soplanit, misalnya, dikenai sanksi mutasi bersifat demosi selama 8 tahun pada 29 September 2022. Atas sanksi ini, Ridwan Soplanit mengajukan banding namun belum diketahui perkembangan kasusnya.

Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Sarah Nuraeni Siregar, menilai putusan Komisi Etik terhadap Eliezer sudah tepat. Dia mengingatkan, institusi kepolisian memiliki hierarki komando yang begitu kuat dan mengakar. “Nah, dalam konteks Eliezer, apakah dia murni melakukan kejahatan ini secara pribadi atau ada komando yang tidak bisa dia tolak?” kata Sarah.

Menurut Sarah, dengan latar belakang sebagai anggota Brimob dan pangkat terendah di institusi Polri, Eliezer tidak dapat menolak perintah atasan, yakni Ferdy Sambo yang merupakan jenderal bintang dua. “Brimob itu terkenal dengan kepatuhannya akan tugas yang diberikan. Eliezer akan sulit untuk melakukan penolakan, mengingat adanya hierarki yang sangat jauh antara dia dan Ferdy Sambo," kata Sarah. Walau begitu, dia membenarkan, keputusan KKEP mempertahankan Eliezer akan menuai polemik. "Terutama bagi terdakwa lain.”

ANDI ADAM FATURAHMAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus