Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengancam akan memecat jajaran menteri di Kabinet Merah Putih jika tak mendukung program unggulannya. Kepala Negara mengatakan, menteri-menteri yang tak sejalan dengan kebijakannya dipersilahkan hengkang dari kabinet pemerintahannya tersebut. Ancaman pemecatan ini juga ditujukan kepada pejabat kementerian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang tidak mendukung hal ini silakan keluar dari pemerintah yang saya pimpin,” kata Prabowo saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna perdana di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi ini menekankan dirinya konsern untuk mewujudkan program unggulannya. Salah satunya program makan bergizi gratis bagi anak-anak dan ibu hamil. Pihaknya mengaku siap mempertaruhkan kepemimpinannya demi program tersebut.
“Saya pertaruhkan, saya pertaruhkan kepemimpinan saya. Bagi saya makan bergizi untuk anak-anak dan ibu hamil ini adalah strategik,” kata Prabowo.
Gaya kepemimpinan Prabowo ini tampaknya mirip dengan yang pernah dilakukan Jokowi. Usai dilantik untuk periode keduanya pada 2019, Jokowi juga melontarkan ancaman pemecatan bagi menteri yang bekerja setengah hati. Dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI 2019-2024, Jokowi menyatakan tak segan memecat pembantunya jika tak serius dalam bekerja.
“Bagi yang tidak serius, saya tidak akan beri ampun. Pasti saya copot,” kata Jokowi di Gedung MPR, Jakarta, Ahad, 20 Oktober 2019 silam.
Ancaman itu kembali diutarakan Jokowi seusai memperkenalkan para menterinya kepada publik di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019. Jokowi mengancam para menteri yang telah ia tunjuk bisa dipecat di tengah jalan jika kinerjanya buruk.
“Semua harus serius dalam bekerja. Yang tidak serius, tidak sungguh-sungguh, sudah saya berikan hati-hati, bisa saya copot di tengah jalan. Saya rasa itu,” kata Jokowi.
Selama menjabat sebagai Kepala Negara dua periode, Jokowi tercatat sering mengancam pemecatan terhadap menteri-menterinya. Ancaman-ancaman itu bahkan sudah ditebarnya sejak sebelum dilantik untuk periode pertamanya sebagai Presiden RI ke-7 pada 2014. Masih berstatus sebagai “Presiden terpilih”, Jokowi mengaku tak segan mencopot menteri dalam kabinetnya jika pekerjaannya tidak memenuhi target.
“Kan setiap tahun ada targetnya. Targetnya kualitatif dan kuantitatif. Targetnya harus kongkret, kalau tidak mencapai target masa mau diteruskan, kerja berdasar target dong,” kata Jokowi di Balai Kota, Senin, 1 September 2014.
Kala itu Jokowi menegaskan, bongkar-pasang menteri bukan hal luar biasa. Selain bertugas membantu presiden, jabatan menteri merupakan hak prerogatif presiden dalam pengangkatan dan pencopotannya. “Kamu ngerti gak, menteri itu apa? Hak prerogatif presiden. Mau diangkat, mau diberhentikan, itu hak prerogatif presiden, kapanpun,” ujarnya.
Sebulan setelah dilantik, ancaman pemecatan kembali diutarakan Jokowi. Gaham itu ditujukan kepada Menteri Pertanian saat itu, Amran Sulaiman. Jokowi blak-blakan menyampaikannya di hadapan ratusan petani saat penyerahan penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara. Amran terancam dipecat jika dalam waktu tiga tahun ke Indonesia gagal swasembada pangan.
“Awas kalau dalam tiga tahun masih impor karena kurang stok kita, saya pastikan diganti (Menteri Pertanian Amran Sulaiman),” kata Jokowi di lapangan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Subang, Jawa Barat, Jumat, 26 Desember 2014. (26/12/2014).
Pada 2015, Jokowi menargetkan anggaran kementerian/ lembaga hingga akhir tahun harus mencapai 93 persen. Untuk mencapai target tersebut, Jokowi mengaku akan terus mengawasi setiap program di lapangan. Jika tidak berjalan, Jokowi mengancam akan mengganti Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan jajarannya.
“Kalau progres enggak baik bisa karena dua hal. Bisa karena manajemen BUMN yang kurang baik, tidak cepat, masih bekerja pola lama atau memang menterinya enggak bisa kejar. Nah yang salah yang mana? Kalau BUMN ya diganti direksinya. Kalau menterinya? Ya diganti menterinya. Saya sih simple mikirnya,” ujar Jokowi saat menghadiri peringatan 38 tahun diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin, 10 Agustus 2015.
Ancaman pemecatan menteri era Jokowi berkumandang lagi pada awal 2016. Kala itu Jokowi mengaku malu lantaran Indonesia masih kalah jauh tertinggal dengan Thailand dan Malaysia terkait kemudahan berbisnis dan berusaha (ease of doing business). Karenanya, dia mengancam akan memecat para menteri yang kinerjanya masih lelet.
Menurutnya, pada 2014 peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia masih 120. Kemudian pada 2015 mengalami peningkatan namun masih di deretan 109. Namun saat itu Indonesia masih ketinggalan jauh dengan Malaysia sudah berada di peringkat 18 dan Thailand berada di peringkat 49.
Karena itu, mantan wali kota Solo ini memberikan target kepada seluruh kementerian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar peringkat kemudahan berbisnis Indonesia dapat lebih baik. Tak tanggung-tanggung, Jokowi memberikan target peringkat kemudahan berbisnis di Tanah Air pada 2016 bisa masuk ke peringkat 40.
“Gampang kalau saya. Kalau menteri masih lelet, saya ganti (pecat),” katanya saat membuka penyelenggaraan kegiatan Konsolidasi Perencanaan dan Pelaksanaan Penanaman Modal Nasional (KP3MN) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Selanjutnya: Jurus Gertak Jokowi Pecat Menteri
Koran Tempo edisi Jumat, 11 Maret 2016 melaporkan, Jokowi kembali mengutarakan ancaman akan kembali mencopot menterinya jika waktu tunggu bongkar-muat (dwelling time) di pelabuhan belum sesuai dengan target. Dengan dwelling time rata-rata 4-5 hari, tutur Jokowi, daya saing logistik nasional tertinggal dibanding negara tetangga, yang hanya dua hari.
“Bulan depan (April) saya minta jadi tiga hari. Jangan ada korban menteri lagi,” kata Jokowi saat meresmikan Pusat Logistik Berikat (PLB) di Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 10 Maret 2016.
Jokowi mengatakan salah satu penyebab reshuffle atau pergantian menteri anggota Kabinet Kerja jilid pertama adalah masalah dwelling time. Pada Agustus 2015, Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dua dari beberapa menteri yang terkait dengan urusan ekspor-impor di pelabuhan, terpental dari jabatan mereka.
“Saya tunggu enam bulan tidak bergerak sama sekali. Akhirnya ada menteri yang saya copot,” ucap Jokowi.
Pada awal penghujung 2016, Jokowi lagi-lagi mengutarakan gaham pemecatan terhadap menterinya. Menteri yang kena ancaman kala itu adalah Menteri Pariwisata, Arief Yahya. Jokowi mewanti-wanti akan memecat Arief bila target jumlah wisatawan tidak tercapai pada 2019. Jokowi mengharapkan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia bisa mencapai 20 juta wisatawan.
“Saya targetkan pada Menteri Pariwisata, tahun lalu (2015) wisatawan sembilan juta, saya target 2019 harus sudah mencapai dua kali lipat yaitu lebih dari 20 juta. Thailand saja 29 juta wisatawan padahal destinasi wisata kita jauh lebih banyak, tapi kita hanya sembilan juta. Kalau tidak sampai nanti ya dicopot,” ujar Jokowi saat memberi pidato pembuka Rapimnas Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis 1 Desember 2016.
Pada April 2017, Jokowi uring-uringan lantaran penerbitan sertifikat tanah yang digagasnya tak mencapai target. Dari 126 juta bidang tanah yang ada, baru 46 juta bidang tanah yang bersertifikat. Di sisi lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang hanya mengeluarkan 400 sertifikat dalam satu tahun. Buntutnya, Jokowi mengancam pecat menteri yang tidak bisa mencapai target kinerja.
“Saya bekerja memang pakai target. Menteri bilang target terlalu besar, saya bilang itu urusan menteri,” kata Jokowi dalam Kongres Ekonomi Umat, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Sabtu, 22 April 2017. “Target harus diselesaikan. Kalau tidak selesai, urusannya lain. Bisa diganti bisa digeser, bisa dicopot dan lainya.”
Setelah dua kali menyampaikan ancaman memecat menteri yang bekerja setengah hati usai dilantik untuk periode keduanya pada 2019, Jokowi kembali menggaham jajaran pembantunya seiring pandemi Covid-19 melanda. Kala itu Jokowi berang lantaran para menterinya dianggap bekerja terlalu normal dalam situasi krisis.
“Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis,” kata Jokowi dalam sidang kabinet di Istana Negara pada Kamis, 18 Juni 2020 sebagaimana dipublikasikan oleh Sekretariat Kepresidenan, Ahad, 28 Juni 2020.
Saat itu Jokowi membuka pidatonya langsung dengan nada yang cukup tinggi. Eks Gubenur Jakarta itu mengaku geram karena jajarannya tidak sigap dalam menghadapi situasi krisis. Ia bahkan meluapkan amarahnya lantaran kinerja pembantunya tidak membawa kemajuan yang signifikan.
“Tindakan-tindakan kita, keputusan kita, kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?” tegasnya.
Jokowi kemudian mengatakan langkah extra ordinary alias luar biasa betul-betul harus dilakukan oleh pemerintah. Jika jajaran pembantunya masih leha-leha, ia tak segan untuk mengganti mereka atau bahkan membubarkan lembaga yang tidak bekerja optimal.
“Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi, kalau memang diperlukan,” tegasnya.
Pada 2022, seiring maraknya pejabat negara doyan impor, Jokowi kembali menyemprot jajaran menterinya. Jokowi saat gamblang menyebut akan merombak kabinet bagi menteri yang tidak pro produk lokal. Tak hanya mencopot menteri, Jokowi juga akan mengganti Direktur Utama BUMN yang senang impor.
“Saya sampaikan ke menteri BUMN tadi, udah ganti dirutnya, ganti, ngapain kita? Kementerian sama saja, tapi itu bagian saya itu. Reshuffle,” kata Jokowi saat memberi pengarahan soal aksi afirmasi bangga buatan Indonesia, Jumat, 25 Maret 2022.
Jokowi menegaskan jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju dan Dirut BUMN tidak boleh main-main dalam membelanjakan anggaran pengadaan barang dan jasa. Jokowi menyebut total anggaran pengadaan barang dan jasa mencapai Rp1.481 triliun. Pihaknya heran mengapa pejabat enggan membelanjakan anggaran untuk membeli produk dalam negeri.
“Kayak gini gak bisa jalan, sudah di depan mata uangnya ada, uang kita sendiri tinggal belanjakan produk dalam negeri saja sulit,” kata Jokowi sambil menggelengkan kepala.
Jokowi juga kembali mengancam memecat menteri-menterinya seiring sejumlah menteri maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Pemilu 2024. Ancaman itu akan terealisasi apabila para menteri yang nyaleg ketahuan lebih fokus urusan caleg ketimbang bekerja. Pemecatan akan dilakukan apabila kinerja menteri terganggu.
"Saya selalu evaluasi, kalau kerjanya terganggu ya bisa diganti,” kata Jokowi usai acara Musyawarah Rakyat di Jakarta, Ahad, 14 Mei 2023, dikutip dari Antara.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | MELYNDA DWI PUSPITA | KORAN TEMPO | ANTARA