Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jebakan Perdagangan Ginjal di Media Sosial

Media sosial kerap digunakan untuk praktik tindak pidana perdagangan orang. Jual-beli ginjal masuk kategori TPPO.

24 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Media sosial dianggap rentan digunakan oleh sindikat TPPO untuk menjaring korban.

  • Kemenkominfo memblokir situs tertentu setelah mendapat permintaan dari kepolisian.

  • Lembaga pengawas media sosial belum dibutuhkan.

JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mewaspadai penggunaan media sosial untuk praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sebab, pelaku kejahatan acap kali menggunakan media sosial—khususnya Facebook—untuk menjaring korban.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi Usman Kansong mengatakan, sepanjang 2023, ada tujuh situs dan lima grup media sosial yang diblokir. Langkah ini diambil karena situs dan grup tersebut terindikasi menjalankan praktik perdagangan orang dalam bentuk jual-beli organ tubuh manusia. "Kami blokir atas permintaan Badan Reserse Kriminal Polri," kata Usman, kemarin, 23 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indikasi paling tinggi, kata Usman, ditemukan pada Facebook. "Mungkin karena banyak penggunanya di Indonesia," ujar dia. Upaya diseminasi informasi agar masyarakat melek literasi menjadi penting sebagai langkah pencegahan dan penanggulangan TPPO. Upaya ini sudah dimulai di Indramayu, Jawa Barat, dan Cilacap, Jawa Tengah. "Menyusul segera Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur karena memiliki jumlah kasus TPPO tertinggi."

Kepolisian Daerah Metro Jaya pada pekan lalu membongkar sindikat internasional perdagangan ginjal. Praktik ilegal itu diketahui setelah polisi menggerebek satu rumah di Villa Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada 19 Juni lalu. Rumah itu diduga menjadi markas orang-orang yang memperjualbelikan ginjal. Dari hasil pemeriksaan, polisi menetapkan 12 orang sebagai tersangka.

Baca: Beragam Modus Perdagangan Orang

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Hariyadi, mengatakan para tersangka memang menggunakan media sosial untuk menjaring korban. Adapun media sosial yang digunakan adalah grup Facebook "Donor Ginjal Indonesia" dan "Donor Ginjal Luar Negeri". Dia dua grup itu, tersangka menawarkan imbalan hingga ratusan juta rupiah kepada mereka yang bersedia mendonorkan ginjalnya. "Ini jaringan Jakarta-Kamboja," kata Hengki.

Usman Kansong mengatakan Kemenkominfo sebenarnya sudah mencurigai dua grup Facebook tersebut sejak jauh hari. Namun Kementerian tidak memiliki kewenangan menyelidiki dugaan pidana. Sedangkan pemblokiran tidak bisa langsung dilakukan sebelum ada hasil penyelidikan dari kepolisian. "Setelah ada permintaan dari kepolisian, barulah kami blokir," kata dia.

Untuk memantau konten bermuatan negatif di Internet, ujar Usman, Kementerian menggunakan bantuan berupa automatic identification system (AIS). Sistem ini secara aktif mencari konten-konten negatif di dunia maya, termasuk di media sosial. Sedangkan pemantauan secara manual dilakukan dengan mengoperasikan tim siber Kementerian Komunikasi yang bersiaga 1 x 24 jam dalam sepekan.

Refleksi monitor saat rilis pengungkapan perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan internasional Indonesia-Kamboja berupa penjualan organ tubuh, di Polda Metro Jaya, Jakarta, 20 Juli 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna

Konsultan keamanan siber Alfons Tanujaya menilai sumber daya yang dimiliki Kementerian Komunikasi belum optimal mengidentifikasi konten-konten negatif. "Kadang kala tidak tercerabut sampai ke akar. Istilahnya begitu," kata Alfons. Karena itu, tidak mengherankan, meski pemblokiran sudah dilakukan, konten-konten negatif tetap saja bermunculan. "Misalnya situs judi online diblokir saat ini, beberapa menit kemudian akan muncul lagi."

Alfons mendukung rencana pembentukan lembaga media sosial yang beberapa waktu lalu digagas Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. Hanya, lembaga ini difokuskan untuk pencegahan dan penanggulangan TPPO, bukan menangkal hoaks. "Yang penting statusnya tidak berada di bawah Kementerian," ujarnya.

Baca: Bongkar Sindikat Bisnis Ginjal

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, tidak sependapat dengan Alfons. Ia menentang pembentukan lembaga pengawas media sosial karena tidak ada urgensinya. Munculnya kasus perdagangan organ tubuh juga tidak bisa dijadikan legitimasi untuk membentuk lembaga itu.

Menurut Wahyudi, pada Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 disebutkan bahwa Kementerian Komunikasi memiliki wewenang mengawasi penyelenggara sistem elektronik (PSE). Kementerian juga dapat menangani konten-konten negatif yang didasarkan pada aduan. "Jadi, jika polisi mengadukan ada konten negatif atau terindikasi merupakan TPPO, Kementerian dapat memblokir akun atau situs yang diadukan," ia menjelaskan.

Karena itu, kata Wahyudi, mekanisme yang dijalankan Kementerian Komunikasi saat ini sudah sesuai dengan aturan. "Ini sudah berjalan dan tidak ada kendala, jadi tidak perlu harus membentuk lembaga pengawas media sosial," ucapnya.

Wahyudi menambahkan, mekanisme kontrol terhadap pengawasan oleh Kemenkominfo masih menjadi persoalan. Karena tidak tertutup kemungkinan terjadi overblocking ketika pemblokiran diambil. "Misalnya ada situs yang menggunakan kata kunci TPPO yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan perdagangan orang, tapi ikut terblokir," kata dia. "Jadi, yang dibutuhkan itu kontrol kewenangan dan komitmen untuk memerangi TPPO."

ANDI ADAM FATURAHMAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus