Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Kebringasan aparat gabungan (TNI, Polri, Sapol PP dan BP Batam) tidak hanya menyasar warga Pulau Rempang, Kota Batam yang menutup jalan, Kamis, 7 September 2023). Murid-murid sekolah dasar di kawasan Rempang juga menjadi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah seorang warga Bobi mengatakan, saat mengevakuasi warga tiba-tiba gas air mata ditembakan ke sekolah. "Kondisi itu membuat anak-anak menangis dan belarian," kata Bobi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, kata Bobi, guru-guru SD tersebut sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakan ke arah sekolah. "Tetapi gas air mata sudah tiba di atap sekolah," katanya.
Suasana mencekam tersebut juga beredar di media sosial. Terlihat salah satu sekolah di Rempang dipenuhi asap. Di sisi lain guru terbirit-birit membawa beberapa murid untuk lari melalui pintu belakang sekolah.
Sampai saat ini suasana di Pulau Rempang masih mencekam. Warga sampai saat ini masih bersiaga di beberapa titik. Saat ini tim gabungan menuju lokasi pembangunan proyek stategis nasional ini akan di laksanakan. "Sekarang kami masih jembatan 4, tim gabungan terus masuk ke arah Sembulang," kata warga lainnya. Sampai berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari aparat terakai tentang tindakan mereka tersebut.
Walhi Mendesak Polda Kepri Tarik Pasukan
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI Nasional meminta polda kepri menarik pasukan dari kampung adat Pulau Rempang, Kota Batam. "Aparat ini masuk untuk meakukan pemaksaan pematokan dan pengukuran tanah di Pulau Rempang yang dilakukan 1000 personil kepolisian menggunakan gas air mata. Data sementara enam orang telah ditangkap oleh polisi, sejumlah warga mengalami luka-luka," kata Parid.
"Hal ini menunjukkan ironi besar, karena uang yang didapat dari pajak dari rakyat digunakan untuk melawan dan melumpuhnya rakyat yang memperjuangkan ruang hidupnya," kata Parid kepada Tempo.co.
Ia melanjutkan, masyarakat Pulau Rempang adalah pemilik pulau itu, jika pemerintah, dalam hal ini Walikota Batam tidak bisa melindungi mereka, dia telah gagal menjalankan mandat untuk melayani dan melindungi rakyat. "WALHI sedang berkomunikasi dengan Komnas HAM untuk memastikan perlindungan HAM masyarakat Pulau Rempang," katanya.
Pembangunan Pulau Rempang Mengabaikan Masyarakat Kampung Adat
Pulau Rempang pada akhir Agustus 2023 lalu ditetapkan menjadi Proyek Srategis Nasional. Di kawasan ini akan dibangun pembangunan industri, pariwisata, dan lainnya.
Badan Pengusahaan (BP) Batam memastikan pengembangan pembangunan Pulau Rempang Kota Batam atau yang disebut "Rempang Eco-City" masuk dalam daftar Program Strategis Nasional (PSN) tahun 2023.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, mengatakan, masuknya pembangunan Rempang sebagai PSN 2023 tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. "Aturan ini disahkan Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada 28 Agustus 2023 lalu di Jakarta," kata Tuty.
Ariastuty menerangkan bahwa pemerintah pusat melalui kerja sama antara BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi demi mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia. "Kita berharap pembangunan Pulau Rempang memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kepri, khususnya Kota Batam," katanya.