Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ragam Pendapat Soal Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada 2024

Meski sah dan konstitusional, calon tunggal dalam pilkada bukan cara terbaik menghargai kedaulatan rakyat.

1 September 2024 | 21.01 WIB

Ilustrasi kotak kosong. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi kotak kosong. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU RI Mochamad Afifuddin mengatakan terdapat 43 daerah yang terdiri atas satu provinsi di Papua Barat, lima kota, dan 37 kabupaten yang berpotensi memiliki calon tunggal karena hingga batas akhir pendaftaran Pilkada 2024 pada Kamis, 29 Agustus 2024 hanya satu bakal pasangan calon kepala daerah yang mendaftar. Afifuddin menyampaikan hal itu dalam jumpa pers di Kantor KPU RI Jakarta pada Jumat, 30 Agustus.

Karena kondisi tersebut, KPU memperpanjang masa pendaftaran bakal calon kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki satu bakal pasangan calon. Perpanjangan masa pendaftaran pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 itu dilakukan mulai Senin, 2 September hingga Rabu, 4 September 2024.

Calon Tunggal Tak Bisa Dibiarkan dan Dianggap Wajar

Menurut Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) Kholil Pasaribu, calon tunggal dalam pilkada tidak bisa dibiarkan dan dianggap wajar, sehingga perlu pembenahan di masa datang.

“Meski kehadirannya sah dan konstitusional, calon tunggal itu bukan cara terbaik menghargai kedaulatan rakyat dan membangun demokrasi yang sehat,” kata Kholil dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Ahad, 1 September.

Dia menyebutkan tiga bentuk pembenahan yang perlu dilakukan. Pertama, Undang-Undang Pilkada harus memuat aturan ambang batas maksimal persentase jumlah suara partai atau gabungan partai. Menurut dia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pilkada hanya mengatur ambang batas minimal persentase perolehan suara partai atau gabungan partai. Dengan adanya pengaturan ambang batas maksimal, diharapkan dapat membatasi menumpuknya banyak partai dalam satu koalisi pencalonan.

Kedua, perlu diatur sanksi bagi partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon, tetapi memilih tidak mengajukan. “Ketentuan ini sebagaimana halnya dalam pengajuan pasangan calon dalam pemilihan presiden,” ucap Kholil.

Ketiga, dia menilai perlu penataan ulang soal keuangan politik agar biaya politik yang harus ditanggung oleh calon, partai, dan gabungan partai lebih rasional dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dia mengakui putusan MK yang menyederhanakan ambang batas pilkada berdampak pada penurunan jumlah calon tunggal dalam Pilkada 2024. Hingga berakhirnya masa pendaftaran pasangan calon Pilkada 2024 pada 29 Agustus lalu, terdapat 43 daerah yang bercalon tunggal dari 545 daerah atau setara 7,89 persen.

Jika dilihat secara akumulasi pelaksanaan pilkada serentak sejak 2017 hingga 2020, total calon tunggalnya 50 atau setara 9,17 persen. “Ini artinya jika dibandingkan dengan Pilkada 2024, terjadi penurunan sebesar 1,28 persen jumlah daerah bercalon tunggal,” katanya.

Kholil mengatakan, penurunan ini merupakan hal positif karena semakin sedikit daerah yang bercalon tunggal, maka semakin baik bagi masyarakat dan sehat bagi demokrasi.

Kepercayaan Publik ke Parpol Bisa Turun

Pengajar Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan fenomena calon tunggal di pilkada bisa menurunkan kepercayaan publik kepada partai politik. Dalam diskusi daring yang diselenggarakan CONSID yang dipantau di Jakarta pada Ahad, Titi mengatakan parpol semestinya menominasikan calon kepala daerah dan menjalankan fungsi kaderisasi dengan baik.

Dia menuturkan parpol tidak memanfaatkan fungsinya sebagai institusi kaderisasi, rekrutmen politik, yang menjadi bagian dari instrumen demokrasi. Titi juga menyebutkan calon tunggal bisa menumbuhkan sikap apatis karena masyarakat merasa tidak punya pilihan yang memfasilitasi praktik demokrasi secara optimal.

“Mereka bisa merasa bahwa pilkada tidak menjanjikan kompetisi. Akhirnya, mereka apatis, pragmatis, tidak mau datang ke TPS (tempat pemungutan suara), dan tidak mau ambil peran,” ujar dia.

Meski demikian, Titi berpendapat calon tunggal di kelompok masyarakat yang dinamis justru menciptakan keaktifan untuk menunjukkan perlawanan politik, yakni dengan mendukung kotak kosong alih-alih calon tunggal.

“Misalnya di Kota Pangkalpinang. Ketika calon tunggal mendaftar, ditandingi dengan masyarakat yang mengantarkan pendaftaran kotak kosong ke KPU Kota Pangkalpinang,” kata dia.

Titi menambahkan jumlah calon tunggal usai putusan MK berkurang, tetapi belum terlalu signifikan. Dia mengatakan akumulasi calon tunggal dalam tiga gelombang pilkada sebelumnya, yakni Pilkada 2017, 2018, dan 2020 mencapai 50 calon dari 545 daerah atau setara 9,17 persen. Sementara itu, dalam pilkada yang bakal digelar secara serentak di 545 daerah pada tahun ini berpotensi ada 43 calon tunggal atau setara 7,89 persen.

Perpanjangan Pendaftaran Dapat Meminimalkan Kotak Kosong

Adapun pengamat politik sekaligus Manajer Riset The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, menilai perpanjangan masa pendaftaran bakal calon peserta Pilkada 2024 oleh KPU dapat meminimalkan munculnya kotak kosong.

“Kita sambut baik keputusan KPU yang mengeluarkan aturan ini dan sangat penting bahwa aturan ini jadi sebuah kesepakatan bagi calon,” kata Arfianto saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2024.

Menurut Arfianto, perpanjangan masa pendaftaran ini membuat partai politik mempunyai waktu mempersiapkan bakal pasangan calon yang akan diusung. Perpanjangan tersebut juga memungkinkan bagi partai politik mencari rekanan koalisi dalam mengusung bakal pasangan calon pada detik-detik akhir pendaftaran. Dengan demikian, para peserta Pilkada 2024 akan semakin banyak dan masyarakat akan dihadapkan dengan calon pemimpin yang beragam.

Meski demikian, Arfianto mengingatkan KPU harus sesegera mungkin menyosialisasikan hal tersebut karena perpanjangan waktu pendaftaran hanya selama tiga hari. “Ini akan jadi tantangan bagi KPU daerah untuk menyosialisasikan ini," katanya.

Pilihan editor: Saat PDIP Yakin Menang Lawan 17 Parpol di Pilkada Kabupaten Bogor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus