Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ramai eprkara dan pesta cengkeh

Minahasa sibuk pada musim panen cengkeh. kesibukan juga terjadi di pengadilan, banyak orang berperkara. tata niaga cengkeh belum lancar, ijon masih merajalela. buud/kud belum berfungsi.

6 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAME-RAME pete cingke sudah dimulai sejak awal Juli lalu di Minahasa, Sulawesi Utara. Tak sulit dibayangkan betapa sibuknya daerah ini, lebih-lebih menjelang dan selama berlangsungnya MTQ X baru lalu. Suasana bak hari raya pun, seperti lazimnya, makin nyata ketika pesta gerejani yang kini berubah menjadi pesta rakyat sebagai ucapan syukur, telah musim pula di mana-mana. Setiap hari Minggu misalnya selalu terlihat arus kendaraan ke jurusan pedalaman Minahasa sarat oleh penumpang. Ini artinya di arah yang dituju itu sedang berlangsung sebuah pesta. Pesta serupa ini selalu diadakan dengan hidangan yang melimpah dan selalu diserbu penduduk dari luar kawasan, kenalan maupun bukan, diundang atau tidak. Para tamu dipersilakan makan sepuas perut, malahan bila tak malu boleh membawa pulang makanan khas Minahasa bernama nasi jaha yang dumasak dalam bambu bernama tinorasak. Maaf untuk sekedar dimaklumi, masakan jenis ini dilarang untuk dapur MTQ. Tapi kesibukan di Minahasa tak hanya terbatas pada pesta dan panen cengkeh. Keramaian berperkara tak kalah pula. Dan ini memang sudah menjadi ciri khusus setiap musim cengkeh. Tak aneh dalam saat-saat serupa ini, semua perkara yang selama ini dipeti eskan tiba-tiba muncul kembali. Jika dulu perkara perdata dapat saja menjelma menjadi pidana. Misalnya, karena berebut buah cengkeh sedang status tanah belum mendapat kepastian hukum, maka dipintaslah jalan adu kuat. Karena tergiur oleh buah cengkeh, agaknya mereka yang merasa punya posisi dalam mengutak-atik hukum, cukup memegang peranan penting. Barangkali karena mendengar banyak kejadian serupa ini, maka belum lama ini Gubernur Worang berkata: "Sekarang ini ada jaksa yang panggil petani, karena cengkeh berbuah." Partisipasi Rp 600 Juta Soal tataniaga cengkeh rupanya belum selancar diharapkan. Keputusan Presiden No. 50/76 tentang tataniaga cengkeh masih cukup dihadang hambatanhambatan. Sebab ketentuan yang seharusnya sudah mendepak para pengijon, ternyata masih mampu ditembus oleh para lintah darah itu. "Sekarang ijon merajalela di desa-desa," ucap Gubernur Worang dengan marah di depan Bupati dan para Camat Minahasa belum lama ini: "para pedagang berkeliaran membeli cengkeh langsung kepada petani - apa kerja kamu tidak mampu menertibkan ini?" Tak lupa pula Worang memerintahkan: "Usir pedagang yang tak punya izin keluar dari desa!" Malahan kepada para camat di wilayah cengkeh gubernur memberi sanksi: "Bukan hanya dipecat, melainkan kamu dapat diseret ke pengadilan." Bentakan ini ditujukan kepada para camat yang tak becus menangani perniagaan cengkeh di wilayahnya, malahan sekongkol dengan pedagang dan mempermainkan BUUD/KUD. Apa yang dikatakan Residen Bonny Lengkong sebagai "uang setan" (TEMPO 11 Juni 1977) tentang modal dari beberapa pedagang untuk BUUD/KUD sementara menunggu kredit resmi pemerintah, ternyata memang ada setannya. Sebab modal ke 4 pengusaha di Manado yang mendapat penunjukan membeli cengkeh melalui BUUD/KUD, bukan saja tak mampu melayani petani. Tapi juga ada kecenderungan mereka untuk memonopoli. Antara lain dalam hal harga. Sementara pedagang itu berusaha menekan harga cengkeh tetap pada harga dasar Rp 3.500/kg, sedangkan harga pasaran sudah lebih dari itu. Akibatnya seperti dituturkan seorang manager BUUD/KUD di Kecamatan Tareran, para pemilik cengkeh lari ke pedagang bebas, tanpa lewat BUUD/KUD sebagaimana seharusnya. Pencegatan terhadap mobil-mobil pengangkut cengkeh liar ini di jalan tak bisa dilakukan sebab pos-pos di jalan dilarang. Lalu, hagaimanil nasib ke 4 pedagang itu? Tak jelas. Yang pasti, menurut Gubernur Worang, "partisipasi mereka sebesar Rp 600 jika untuk mengsukseskan MTQ Nasional, tak kecil."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus